NasDem Minta Pemerintah Segera Buat Kajian soal Ganja untuk Medis

MK Tolak Ganja Medis, Nadem meminta agar pemerintah dan DPR untuk tindaklanjuti dengan buat kajian

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 20 Jul 2022, 19:30 WIB
Diterbitkan 20 Jul 2022, 19:30 WIB
pasangan suami-istri Santi Warastuti dan Sunarta berharap Mahkamah Konstitusi memberikan keputusan bijak terkait penggunaan ganja untuk kepentingan medis
pasangan suami-istri Santi Warastuti dan Sunarta berharap Mahkamah Konstitusi memberikan keputusan bijak terkait penggunaan ganja untuk kepentingan medis

Liputan6.com, Jakarta Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi UU Narkotika, yang berkaitan dengan penggunaan ganja medis.

Menanggapi hal tersebut, Ketua DPP Partai NasDem Taufik Basari menyatakan bahwa MK menyebutkan kewenangan pembentuk undang-undang atau open legal policy dan diserahkan kepada pembentuk undang-undang atau DPR untuk menindaklanjutinya.

“Saya berpandangan Pemerintah dan DPR wajib menindaklanjuti pertimbangan Putusan MK tersebut dengan menjadikan materi tentang pemanfaatan ganja sebagai layanaan kesehatan atau terapi dalam pembahasan revisi UU Narkotika yang sedang berlangsung,” kata Taufik dalam keterangannya, Rabu (20/7/2022).

Taufik mengingatkan bahwa MK memberikan penekanan pada kata segera dalam Putusannya, hal itu menunjukkan urgensi adanya pengkajian ganja untuk medis.

“Untuk menindaklanjuti urgensi kajian pemerintah, maka saya menyarankan agar pemerintah juga merujuk pada kajian yang telah ada di tingkat internasional termasuk kajian dari Expert Committee on Drugs Dependence (ECDD) yang pada tahun 2019 merekomendasikan kepada the Commission on Narcotics Drugs (CND) yang dibentuk UN Ecosoc dan WHO untuk menjadikan cannabis atau ganja sebagai golongan narkotika yang dapat digunakan untuk pelayanan kesehatan,” jelasnya.

Anggota Komisi III ini menyarankan pembahasan revisi UU Narkotika dapat dilakukan pengaturan yang komprehensif. Taufik menyebut pelarangan, pengendalian dan pemanfaatan narkotika jenis tertentu untuk kepentingan medis dapat dimuat normanya dalam UU sementara ketentuan teknis lainnya dapat diatur dalam aturan turunannya.

"Dengan begitu maka beberapa narkotika yang memiliki sifat ketergantungan tinggi tetap bisa dikontrol dengan ketat sembari dimanfaatkan untuk pelayanan Kesehatan dengan mekanisme yang ketat pula,” kata dia.

Selain itu, menurut Taufik kasus Ibu Santi dan Ibu Dwi Pertiwi yang membutuhkan ganja medis untuk pengobatan cerebral palsy anaknya, merupakan masalah kemanusiaan yang perlu dicari solusi dan jalan keluarnya.

“Oleh karena itu langkah segera pasca putusan MK ini harus dilakukan dengan tetap berpikiran terbuka dan berpedoman pada perkembangan ilmu pengetahuan,” tuturnya.

 

DPR akan Bahas Revisi UU Narkotika Berkaitan dengan Ganja untuk Medis

 Sementara, Anggota Komisi III DPR Arsul Sani menyatakan pembahasan revisi UU Narkotika Nomor 35 tahun 2009 akan langsung dibahas di masa sidang mendatang.

“Masa sidang yang akan datang, setelah 17 Agustus kita akan memulai pembahasan itu,” kata Arsul.

Pembahasan revisi akan dimulai dengan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan para ahli. “Sambil tentu pembahasan itu dibarengi dengan melakukan rdpu dulu dengan para dokter, ahli farmasi,” kata dia.

Selain itu, Arsul mengingatkan DPR tidak mau melegalkan ganja, namun merelaksasi penggunaan ganja untuk medis.

"Tetapi sekali lagi ingat jangan ada pembelokan. DPR atau Komisi III  tidak sedang melakukan usaha melegalkan ganja, bukan itu, apalagi untuk rekreasi atau untuk kesenangan. Kita cuma merelaksasi agar kalau perkembangan ilmu pengetahuan ke depan itu ada obat yang memang ada campuran ganja dan itu bisa mengobati penyakit,” ungkapnya.

Alasan MK Tolak Permohonan Ganja untuk Medis

MK menolak gugatan terkait legalisasi ganja medis untuk alasan kesehatan. Amar putusan dibacakan oleh Ketua MK Mahkamah Konstitusi saat persidangan.

"Satu, menyatakan permohonan pemohon V dan VI tidak dapat diterima. Dua, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman saat membacakan amar putusan di ruang sidang MK, Rabu (20/7/2022).

MK berpendapat, jenis narkotika golongan I untuk pelayanan kesehatan dan atau terapi belum dapat terbukti telah dilakukan pengkajian dan penelitian bersifat komprehensif dan mendalam secara ilmiah.

"Dengan belum ada bukti ihwal pengkajian dan penelitian secara komprehensif, maka keinginan para pemohon sulit dipertimbangkan dan dibenarkan oleh Mahkamah untuk diterima alasan rasionalitasnya, baik secara medis, filosofis, sosiologis, maupun yuridis," kata Hakim MK Suhartoyo.

Sementara itu, berkenaan dengan fakta fakta hukum dalam persidangan yang menegaskan bahwa beberapa negara telah secara sah menurut undang-undangnya memperbolehkan pemanfaatan narkotika secara ilegal, hal tersebut tidak serta merta dapat digeneralisasi bahwa negara negara yang belum atau tidak melegalkan pemanfaatan narkotikan secara bebas kemudian dapat dikatakan tidak mengoptimalkan manfaat narkotika dimaksud.

Untuk diketahui, sidang putusan perkara nomor 106/PUU-XVIII/2020 terkait aturan penggunaan ganja medis ini diajukan oleh Dwi Pertiwi, Santi Warastuti, dan Naflah Murhayanti. Mereka adalah ibu dari penderita celebral palsy.

Mereka meminta MK untuk mengubah Pasal 6 ayat (1) UU Narkotika agar memperbolehkan penggunaan narkotika golongan I untuk kepentingan medis.

Infografis Jeritan Hati untuk Legalisasi Ganja Medis di Indonesia
Infografis Jeritan Hati untuk Legalisasi Ganja Medis di Indonesia (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya