Liputan6.com, Jakarta Dua hari setelah Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri, Irjen Ferdy Sambo ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap anak buahnya, Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Sambo akhirnya mengungkapkan motif melakukan kejahatan tersebut.
Melalui Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian Djajadi, Ferdy Sambo menyebut dirinya marah terhadap Brigadir J. Hal tersebut diungkapkannya usai menjalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka dari pukul 11.00 WIB sampai 18.00 WIB, Kamis 11 Agustus 2022.
Adapun yang membuatnya naik pitam, adalah laporan istrinya Putri Candrawathi yang disebut telah mengalami tindakan yang melukai harkat martabat keluarga yang terjadi di Magelang oleh Brigadir J.
Advertisement
Dengan alasan itulah Ferdy lalu merencanakan pembunuhan terhadap Brigadir J. Dalam hal ini, dia memberikan perintah kepada Bripka Ricky Rizal alias RR, Richard Eliezer alias Bharada E, di mana keduanya pun juga sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pembunuhan.
Meski demikian, tak ada penjelasan lebih lanjut dari pihak Polri. Keputusan ini diambil karena ingin menjaga perasaan dua pihak, yakni Ferdy Sambo dan keluarga Brigadir J.
Sehingga disebutnya motif pembunuhan terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J sangatlah sensitif, dan baru bisa dibuka di meja hijau atau pengadilan.
Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakkir menyadari itu bisa saja alasan dari Ferdy membunuh Brigadir Yosua. Namun, semua itu harus dibuktikan.
"Saksinya siapa dan apa yang diperbuat terhadap istri Sambo. Apa berani Brigadir J bertindak melakukan pelecehan seksual dengan istri bosnya? Jika di Magelang, di hotel atau tempat umum lainnya kan ada CCTV dan saksi. Mengapa pada saat yang hampir bersamaan ada ancaman kepada Brigadir J?," kata dia kepada Liputan6.com, Jumat (12/8/2022).
Selain itu, Mudzakkir pun berkeyakinan, Bharada E pasti mengetahui dialog antara Brigadir J dengan Ferdy Sambo. "Bharada E seharusnya mengetahui dialog antara Brigadir J dengan Sambo yang menjadi bosnya. Pada saat itu marah dengan umpatan-umpatan sebelum membunuhnya. Mengapa tidak pada saat di Semarang menegur dan menyelesaikan masalah tersebut?" tanya Mudzakkir.
Dia menyebut hal yang wajar jika banyak pertanyaan yang timbul. Sebab, menuduh Brigadir J yang sudah meninggal melakukan tindak pidana pelecehan seksual, harus dibuktikan dengan alat bukti menurut hukum acara pidana.
"Tuduhan saja belum cukup tanpa ada bukti menurut hukum pidana. Apakah masih ada alasan lain atas perbuatan yang dilakukan oleh Brigadir J sehingga tega menghabisi nyawanya," jelas Mudzakkir.
Karena itu, dia berharap penyidik Bareskrim Polri bisa transparan untuk benar-benar mengungkapkan motif di balik kasus pembunuhan polisi dengan polisi ini.
"Penyidik harus transparan mengungkap alasan menjadi motif melakukan pembunuhan," kata Mudzakkir.
Senada, akar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengingatkan bahwa tersangka mempunyai hak ingkar. Sehingga, perlu diselidiki dan tak asal percaya terhadap motifnya.
"Jadi, tersangka bisa bilang apa saja semaunya. Tetapi dalam proses perkara pidana yang penting, ada pelaku, ada perbuatan, dan ada korbannya. Motif akan tergambarkan pada unsur kesengajaan atau kelalaian ketika seoran melakukan kejahatan," jelas dia kepada Liputan6.com, Jumat (12/8/2022).
Abdul mengingatkan, motif adalah hal yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan atau alasan seorang untuk melakukan suatu perbuatan. Dalam konteks kejahatan berarti dorongan yang ada dalam sikap batin pelaku untuk melakukan perbuatan jahat.
"Dalam kriminologi (di luar konteks hukum pidana), dikenal macam-macam motif kejahatan," ungkapnya.
Abdul pun mengutip pernyataan yang disampaikan oleh Willem Adriaan Bonger, seorang kriminolog asal Belanda, yang menggolongkan delik dalam empat jenis, yaitu: 1) kejahatan ekonomi; pencurian, perampokan, penipuan dan lain-lain, 2) kejahatan seksual; pemerkosaan, penyimpangan seksual dan sebagainya, 3) kejahatan kekerasan seperti penganiayaan, pembunuhan dan lainnya, 4) kejahatan politik seperti makar untuk menggulingkan pemerintahan atau pemberontakan.
"Penggolongan delik yang dilakukan oleh Bonger ini adalah penggolongan berdasarkan motif pelaku," kata dia.
Ada Kontradiktif
Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso mengatakan, motif Ferdy Sambo yang disampaikan Dirtipidum Bareskrim Polri tak masuk akal.
Dia menyebut, umumnya para penyidik tidak akan men-quote atau menggunakan keterangan tersangka sebagai sesuatu fakta yang dinyatakan disetujui oleh penyidik kepada publik.
"Karena keterangan seorang tersangka tidak mempunyai nilai pembuktian. Kedua, justru saya ingin menyampaikan kepada publik pernyataan Ferdy Sambo ini akan menjerat dirinya sendiri," kata dia kepada Liputan6.com, Jumat (12/8/2022).
Menurut Sugeng, dengan persangkaan pembunuhan berencana artinya dengan adanya pernyataan melukai harkat martabat sejak kejadian di Magelang, Ferdy Sambo punya waktu dua hari untuk dapat menghentikan rencana membunuh Yoshua.
"Tetapi itu dilakukan juga, artinya unsur pembunuhan berencana semakin terbukti. Apakah FS ini terjebak dengan skenario ini atau dia tidak menyadari implikasi daripada pernyataannya ini," ungkapnya.
Selain itu, jika memang terjadi kejadian yang melukai harkat martabat keluarga Ferdy Sambo di Magelang, apakah mungkin istrinya dipercaya disopiri lagi oleh Yoshua dari magelang ke Jakarta dan diperbolehkan mendampingi. "Ini suatu pernyataan yang kontradiksi ya," jelas Sugeng.
Seperti yang sudah dijelaskan, Sugeng juga mengingatkan bahwa Ferdy Sambo sebagai tersangka memiliki hak ingkar. Meski demikian, benar atau tidaknya motif yang disampaikannya, jelas itu sudah bermasalah sebagaimana dijelaskannya diawal.
"Menurut saya, karena tekanan publik, penyidik atau Bareskrim harus menyampaikan satu motif kepada publik. Dan motif yang kemudian bisa membantu dua hal ya. Satu tidak mempermalukan FS atau pihak lain, yang kedua membantu dia menggenapi unsur perbuatan secara berencana dengan mudah. Maka motif yang disampaikan FS ini dapat memenuhi dua tujuan dari penyidik tersebut," ungkapnya.
Sugeng juga melihat, apapun motifnya dan akan disampaikan ke pengadilan, jelas memperkuat dakwaan polisi ke Ferdy Sambo.
"Karena sebagai suatu tindak pidana pembunuhan berencana, apabila FS mengakui bahwa dia dari Magelang sudah merasa tersinggung atau marah, kemudian membunuh esoknya, itu maka unsur perbuatan pembunuhan berencana sangat sempurna terpenuhi. Dan FS punya potensi dengan pembuktian sempurna ini tinggal menerima sanksi yang berat, bahkan hukukan mati," tutupnya.
Saling Adu Kuat
Kuasa Hukum Brigadir J alias Nofryansyah Yosua Hutabarat, Kamaruddin Simanjuntak menilai Irjen Ferdy Sambo berbohong terkait alasannya yang melakukan pembunuhan berencana terhadap Yoshua.
Menurut dia, tak ada orang serahkan istrinya ke pelaku pelecehan. Karena masih mengantarkan istri Sambo dari Magelang untuk balik ke Jakarta.
"Jadi begini, kalau istrimu sudah dilecehkan di Magelang, kamu sebagai Kadiv Propam mungkin enggak kamu kasih istrimu dikawal orang yang sudah melecehkan balik ke Jakarta," kata Kamaruddin saat dihubungi wartawan, Jumat (12/8/2022).
Simanjuntak menuding Sambo tengah menggali kebohongan untuk menutupi kebohongan lainnya.
"Tidak ada orang yang menyerahkan istrinya untuk dikawal orang yang telah melecehkan istrinya, kecuali Ferdy Sambo. Itu enggak masuk akal. Anak SD saja bisa mencerna," ujar Kamaruddin.
Kejanggalan pernyataan Sambo lainnya adalah ketika peristiwa awal disebutkan bahwa pelecehan dilakukan di rumah dinas Sambo di Duren Tiga dan dilaporkan ke Polrestro Jakarta Selatan.
"Sekarang jadi bergeser ke Magelang. Ini namanya mabuk tanpa minum," kata dia.
Maka demikian, dengan berubahnya keterangan tersebut, maka dia mempertanyakan laporan awal yang dibuat kepolisian sendiri, padahal kejadian itu terjadi di Magelang.
"Kenapa dia bikin laporan di Jaksel kalau kejadiannya di Magelang. Kenapa dia tidak perintahkan Kabid Propamnya untuk menangkap Yosua waktu di Jawa Tengah sana," ujarnya.
Kamaruddin juga mempertanyakan sikap Sambo yang malah membiarkan istrinya dikawal oleh Brigadir J, meski dia tahu sang istri mendapat pelecehan dari Brigadir J.
"Malah istrinya dikawal-kawal dengan baik dan tidak masalah sampai Jakarta, itu ngawur itu. Itu karena dia sudah terpojok, sudah tidak bisa ngomong apa-apa lagi. Karena sudah terang-benderang dia ada di lokasi, tidak benar dia tes PCR. Maka dia ciptakan lagi alibi-alibi lainnya yang lebih konyol," kata dia.
Kamaruddin meminta Sambo untuk merenungkan sikapnya agar tidak terus berbohong untuk menutupi motif di balik pembunuhan berencana itu.
"Seharusnya masuk kamar, suruh dia merenung, bertaubat, supaya tidak capek bikin bohong-bohongan," ujar Kamaruddin.
Sementara itu, kuasa hukum keluarga Ferdy Sambo, Arman Haris menjawab singkat bahwa pihaknya kini fokus menindaklanjuti proses hukum kliennya.
"Saat ini, tim kuasa hukum masih fokus menindak lanjuti proses hukum klien kami dan belum memiliki penjelasan tambahan terkait perkembangan kasus ini," kata dia kepada Liputan6.com, Jumat (12/8/2022).
Menurut Arman, pihaknya mempercayai kinerja para penyidik Polri dalam menangani kasus ini. "Kami mempercayakan kepada penyidik, terkait seluruh proses yang saat ini sedang berjalan," tutupnya.
Advertisement
Serahkan ke Polri
Sementara itu, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyerahkan penanganan kasus pembunuhan Brigadir J dengan tersangka Irjen Ferdy Sambo sepenuhnya kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Termasuk, soal motif pembunuhan Brigadir J yang hingga kini belum dibuka Polri secara terang benderang ke publik.
"Tanyakan ke Kapolri, karena sudah jelas semuanya. Tanyakan Kapolri," kata Jokowi kepada wartawan di Istana Negara Jakarta, Jumat (12/8/2022).
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini mengaku sudah berulang kali menyampaikan pendapatnya terkait kasus pembunuhan Brigadir J. Salah satunya, agar kebenaran kasus tersebut diungkap dan diusut hingga tuntas.
"Ya tanyakan ke Kapolri, saya udah keseringan menyampaikan itu. Tanyakan ke Kapolri. Kan sudah jelas semuanya," ujarnya.
Di kesempatan berbeda, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Nasional (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik mengaku, sejak awal sudah curiga dengan latar belakang kematian Brigadir J. Hal itu lantaran ketidaksingkronan antara saksi satu dengan yang lainnya.
"Pastilah, Kan dari awal sudah kelihatan tidak sinkron antara satu keterangan dengan keterangan lain," ungkap Ahmad Taufan Damanik saat dihubungi, Jumat (12/8/2022).
Dari isu awal yang beredar telah terjadi aksi saling tembak menembak antara Brigadir Yosua dengan Bharada E alias Richard Eliezer di rumah dinas Ferdy Sambo kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan. Pada akhirnya kejadian tersebut membuat Brigadir J meregang nyawa di tempat.
Meskipun Komnas HAM sudah mencurigai kasus tersebut, kata Taufan, pihaknya tidak serta merta menerima informasi yang beredar karena ada proses penyelidikan terlebih dahulu.
"Prinsip di dalam penyelidikan itu setiap data, informasi pasti di-cross check dulu, bukan diterima begitu saja," ungkap Damanik.
Damanik memberikan contoh, selama proses penggalian informasi dari Bharada E tentu banyak hal yang didapatnya. Namun pihak Komnas HAM juga memiliki data tersendiri yang pada akhirnya akan dicocokkan dengan keterangan Bharada E.
"Jadi bohong atau tidak, benar atau tidak, mesti lewat suatu pengujian," ujarnya.