Liputan6.com, Jakarta: Badan Intelijen Negara (BIN) tetap akan mengusulkan pembuatan undang-undang yang memberi kewenangan kepada BIN untuk menangkap, memeriksa, dan menahan seseorang yang dicurigai terkait terorisme. Usulan itu akan tetap diajukan meski mendapat kritik dari berbagai pihak. Lagipula, masyarakat diminta tak perlu curiga atas usulan BIN. Sebab, dalam memerangi terorisme, BIN memerlukan wewenang lebih dari sekadar menyelidiki. Demikian dikatakan Kepala BIN Letnan Jenderal TNI Purnawirawan A.M. Hendropriyono di Jakarta, Jumat (28/2).
Hendro menjelaskan, usulan BIN itu telah disampaikan dalam Rapat Kerja BIN dengan Panitia Khusus Rancangan Undang-undang Antiterorisme di DPR. Disetujui atau tidak, menurut Hendro, itu terpulang kepada Wakil Rakyat. Mantan Panglima Kodam Jaya ini berpendapat, bila masyarakat khawatir kewenangan tersebut akan disalahgunakan, hendaknya dalam UU itu dituangkan mengenai batas kewenangan BIN. Sebab, UU itu berisi kewenangan dan batas kewenangan.
Lebih jauh Hendro mengatakan, bila kecurigaan itu tetap dipelihara, niscaya tak akan pernah terbentuk suatu UU yang akademis dan komprehensif [baca: Hendropriyono: RUU Antiteroris Jangan Dinilai Sinis]. "Kalau dalam pembuatan UU-nya saja, dasar pemikirannya bahwa ada motivasi tertentu, ya tidak usah dibikin saja," tegas mantan Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan itu.
Asal tahu saja, BIN mengusulkan bisa melakukan penahanan maksimal selama 4 x 24 jam untuk memastikan seseorang itu teroris atau bukan. Selama dalam penahanan BIN, jika seseorang yang ditangkap itu teroris, BIN perlu diberi kewenangan untuk menggali lebih mendalam mengenai rencana-rencananya.(DEN/Olivia Rosalia dan Dwi Guntoro)
Hendro menjelaskan, usulan BIN itu telah disampaikan dalam Rapat Kerja BIN dengan Panitia Khusus Rancangan Undang-undang Antiterorisme di DPR. Disetujui atau tidak, menurut Hendro, itu terpulang kepada Wakil Rakyat. Mantan Panglima Kodam Jaya ini berpendapat, bila masyarakat khawatir kewenangan tersebut akan disalahgunakan, hendaknya dalam UU itu dituangkan mengenai batas kewenangan BIN. Sebab, UU itu berisi kewenangan dan batas kewenangan.
Lebih jauh Hendro mengatakan, bila kecurigaan itu tetap dipelihara, niscaya tak akan pernah terbentuk suatu UU yang akademis dan komprehensif [baca: Hendropriyono: RUU Antiteroris Jangan Dinilai Sinis]. "Kalau dalam pembuatan UU-nya saja, dasar pemikirannya bahwa ada motivasi tertentu, ya tidak usah dibikin saja," tegas mantan Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan itu.
Asal tahu saja, BIN mengusulkan bisa melakukan penahanan maksimal selama 4 x 24 jam untuk memastikan seseorang itu teroris atau bukan. Selama dalam penahanan BIN, jika seseorang yang ditangkap itu teroris, BIN perlu diberi kewenangan untuk menggali lebih mendalam mengenai rencana-rencananya.(DEN/Olivia Rosalia dan Dwi Guntoro)