Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan, pihaknya sudah melakukan kajian terkait proses penerimaan mahasiswa baru universitas negeri di Indonesia. Menurut Ghufron, proses penerimaan mahasiswa baru melalui jalur mandiri tidak transparan.
"KPK memang telah melakukan kajian dan menilai bahwa penerimaan mahasiswa baru melalui jalur mandiri kurang terukur, kurang transparan, dan kurang berkepastian," ujar Ghufron di Gedung KPK, Kuingan, Jakarta Selatan, Minggu (21/8/2022).
Advertisement
Baca Juga
Menurut Ghufron, penerimaan mahasiswa universitas negeri melalui jalur mandiri memang memiliki tujuan bagus agar lulusan sekolah menengah atas (SMA) bisa meraih cita-cita dengan belajar di institusi favorit.
Namun yang disesali KPK, proses tersebut tidak transparan sehingga dapat melahirkan tindak pidana korupsi.
"Namun, karena jalur mandiri ini ukurannya sangat lokal, tidak transparan, dan tidak terukur, maka kemudian menjadi tidak akuntabel. Karena tidak akuntabel, maka kemudian menjadi celah tindak pidana korupsi," kata Ghufron.
Maka dari itu, Ghufron berharap mekanismen proses penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri ini bisa diperbaiki dan lebih terukur. Selain itu, Ghufron juga berharap jalur mandiri ini bisa lebih transparan agar masyarakat bisa turut mengawasi.
"Itu yang kami harapkan dan mudah-mudahan kejadian ini untuk dunia pendidikan tinggi mudah-mudahan kejadian terakhir, dan kami tidak berharap untuk adanya tidak pidana korupsi lebih lanjut di dunia pendidikan tinggi," kata Ghufron.
Â
Tindakan Rektor Unila Coreng Dunia Pendidikan
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menyesali terjadinya tindak pidana suap berkaitan dengan penerimaan calon mahasiswa baru di Universitas Negeri Lampung (Unila). Dalam kasus ini KPK menjerat Rektor Unila Karomani dan tiga orang lainnya.
Menurut Ghufron, tindakan yang dilakukan Karomani sangat mencoreng martabat dunia pendidikan yang diharapkan menghasilkan generasi penerus bangsa.
"Modus suap penerimaan mahasiswa baru telah mencoreng marwah dunia pendidikan, yang punya tanggung jawab moral tinggi untuk menghasilkan generasi masa depan bangsa yang berkualitas, unggul, dan berintegritas," ujar Ghufron di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (21/8/2022).
Ghufron tak habis pikir bagaimana generasi mendatang jika untuk awal menuntut ilmu saja sudah berani melakukan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
"Manipulasi yang dilakukan pada tahap penerimaan menjadi pintu awal manipulasi-manipulasi berikutnya, pada pahap pembelajaran hingga kelulusannya nanti," kata dia.
Padahal, Ghufron menyebut pihak KPK sudah mencoba mencegah terjadinya tindak pidana suap di dunia pendidikan dengan mendorong perbaikan sistem dan tata kelola penyelenggaraan pendidikan.
"Melalui strategi pendidikan KPK telah mendorong implementasi pendidikan antikorupsi bagi mahasiswa. Namun sekali lagi, untuk mencegah korupsi butuh komitmen dan tindakan nyata dari seluruh sihak, termasuk penyelenggara pendidikan itu sendiri," kata dia.
Â
Advertisement
Rektor Unila Pasang Tarif hingga Rp 350 Juta
KPK menetapkan Rektor Universitas Negeri Lampung (Unila) Karomani sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait penerimaan calon mahasiswa baru pada Unila tahun akademik 2022.
Selain Karomani, KPK juga menjerat tiga tersangka lainnya, yakni Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila Heryandi, Ketua Senat Unila Muhammad Basri, dan Andi Desfiandi selaku pihak wasta atau terduga penyuap.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyebut Karomani memasang tarif hingga Rp350 juta bagi calon mahasiswa yang ingin lolos dalam seleksi penerimaan mahasiswa baru Unila.
"Terkait besaran nominal uang yang disepakati antara pihak KRM (Karomani) diduga jumlahnya bervariasi dengan kisaran minimal Rp100 juta sampai Rp350 juta untuk setiap orang tua peserta seleksi yang ingin diluluskan," ujar Ghufron dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan Persada, Minggu (21/8/2022).
Ghufron menjelaskan, Karomani yang menjabat sebagai rektor Unila periode 2020-2024, memiliki kewenangan melaksanakan Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila) untuk tahun akademik 2022.
Selama proses Simanila berjalan, Karomani diduga aktif terlibat dalam menentukan kelulusan para peserta Simanila. Dia memerintahkan Wakil Rektor I Bidang Akademik Heryandi, Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat Budi Sutomo, dan Ketua Senat Muhammad Basri untuk menyeleksi secara personal terkait kesanggupan orang tua mahasiswa yang ingin dinyatakan lulus.
Menururt Ghufron, setiap orang tua yang ingin anaknya dinyatakan lulus harus menyerahkan sejumlah uang selain uang resmi yang dibayarkan sesuai mekanisme yang ditentukan pihak universitas.
"Karomani juga diduga memberikan peran dan tugas khusus untuk Heryandi, Muhammad Basri, dan Budi Sutomo untuk mengumpulkan sejumlah uang yang disepakati dengan pihak orang tua peserta seleksi yang sebelumnya telah dinyatakan lulus berdasarkan penilaian yang sudah diatur Karomani," kata Ghufron.
Â
Diduga Terima Suap hingga Rp 4,4 Miliar Lebih
Menurut Ghufron, Karomani diduga memerintahkan Mualimin, selaku dosen Unila untuk turut mengumpulkan sejumlah uang dari para orang tua peserta seleksi yang ingin dinyatakan lulus oleh Karomani.
Andi Desfiandi, sebagai salah satu keluarga calon peserta seleksi Simanila diduga menghubungi Karomani untuk bertemu dengan tujuan menyerahkan sejumlah uang karena anggota keluarganya telah dinyatakan lulus Simanila atas bantuan Karomani.
"Mualimin selanjutnya atas perintah Karomani mengambil titipan uang tunai sejumlah Rp150 juta dari Andi Desfiandi di salah satu tempat di Lampung," ucap Ghufron.
Menurut Ghufron, seluruh uang yang dikumpulkan Karomani melalui Mualimin yang berasal dari orang tua calon mahasiswa yang diluluskan Karomani berjumlah Rp603 juta dan telah digunakan untuk keperluan pribadi Karomani sekitar Rp575 juta.
"Selain itu, KPK juga menemukan adanya sejumlah uang yang diterima Karomani melalui Budi Sutomo dan Muhammad Basri yang telah dialih bentuk ke dalam bentuk tabungan, deposito, emas batangan, dan juga masih tersimpan dalam bentuk uang tunai dengan total seluruhnya sekitar Rp4,4 miliar," kata Ghufron.
Sebagai penerima, Karomani, Heryandi, dan Muhammad Basri disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 200 Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara Andi Desfiandi selaku pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Advertisement