23 Koruptor Bebas Bersyarat, MAKI: Korupsi Tak Berefek Hukum Menakutkan

Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mengaku kecewa atas banyaknya narapidana koruptor yang mendapatkan remisi berujung bebas bersyarat.

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Sep 2022, 08:23 WIB
Diterbitkan 08 Sep 2022, 08:23 WIB
Terbukti Bersalah, Ratu Atut Divonis 5 Tahun 6 Bulan Penjara
Mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah usai menjalani sidang vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (20/7) (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mengaku kecewa atas banyaknya narapidana koruptor yang mendapatkan remisi berujung bebas bersyarat. Hal itu ini menjadi pesan kepada masyarakat bahwa melakukan korupsi tidak menakutkan, karena tak memiliki efek jera terhadap hukumannya.

Tanggapan tersebut menyusul bebas bersyaratnya 23 terpidana korupsi, termasuk Mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dan mantan Jaksa Pinangki Sirna Malasari sebagai penghuni Lapas Kelas IIA Tangerang, Selasa (6/9).

"MAKI menyatakan kecewa dengan banyaknya remisi dan bebas bersyarat untuk napi koruptor. Ini menjadi pesan bagi masyarakat, korupsi tak berefek hukum menakutkan. Pesan efek jera tidak sampai karena nampak hukumannya sudah ringan," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman kepada merdeka.com, Rabu (7/9).

Menurutnya, keringanan potongan remisi berujung putusan bebas bersyarat itu tidak sesuai dan membuat hukuman menjadi ringan. Lantaran, syarat bebas bersyarat 2/3 turut berlaku setelah dilakukan potongan remisi.

"Misalnya 6 tahun, kan 2/3nya mestinya 4 tahun. Selama ini dihitung, dipotong dulu remisi 1 tahun sehingga 2/3nya tinggal 3 tahun lebih dikit. Itu cara menghitung yang salah, remisi itu dari keseluruhan hukuman, bukan setelah dipotong remisi. Saya menyesalkan potongan remisi itu digabung, potong remisi dulu baru bebas bersyarat," kata Boyamin.

"Pesan jera sampai ke masyarakat sehingga hukuman biasa saja untuk korupsi, orang sudah tidak takut lagi. Ini disesalkan," tambah dia.

Kehendak DPR

Kendati demikian, Boyamin mencermati perihal aturan remisi bebas bersyarat memang menjadi kehendak dari DPR, termasuk untuk kasus korupsi.

"DPR sekarang itu menurut saya persepsi terhadap korupsi tidak penting lagi sehingga kemudian membolehkan fasilitas pengurangan milik semua kasus pidana termasuk korupsi," kata dia.

Pencabutan Hak

Oleh sebab itu, Boyamin berharap hakim memberikan hukuman yang tinggi kepada pelaku korupsi dan sekaligus pencabutan hak. Bukan hanya terkait hal politik, tapi juga pencabutan hak untuk pengurangan hukuman.

"Sudah berlaku di Amerika banyak kasus-kasus yang profil tinggi kemudian dicabut haknya untuk mendapatkan pengurangan, nah ini harusnya juga berlaku di Indonesia,” tuturnya.

Sumber: Bachtiarudin Alam/Merdeka.com

Infografis Narapidana Koruptor Eks Pejabat Bebas Bersyarat Berjemaah. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Narapidana Koruptor Eks Pejabat Bebas Bersyarat Berjemaah. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya