Liputan6.com, Jakarta Terdakwa Mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochamad Ardian Noervianto akan menjalani vonis hari ini, Rabu (28/9/2022).
Diketahui, Ardian disidangkan di meja hijau karena diduga menerima suap terkait dana pinjaman pemulihan ekonomi nasional (PEN) untuk Kabupaten Kolaka Timur tahun anggaran 2021. Adapun, dana PEN dianggarkan pemerintah untuk membantu daerah-daerah di seluruh Indonesia untuk bangkit pasca badai pandemi Covid-19.
Advertisement
Baca Juga
"Benar, sesuai agenda sidang hari ini (28/9/2022) majelis hakim pada PN Tipikor Jakarta Pusat akan membacakan putusan perkara terdakwa M. Ardian N dan kawan kawan," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangan pers diterima, Rabu (28/9/2022).
Dia meyakini, hakim akan adil dalam menjatuhkan putusan terhadap terdakwa. Hal itu diketahui, dari seluruh fakta persidangan yang sudah dijalankan secara terbuka.
"Kami yakin Majelis Hakim akan mengambil alih seluruh analisis yuridis tim Jaksa KPK. Sehingga para terdakwa dinyatakan bersalah menurut hukum dan dijatuhi hukuman sebagaimana amar tuntutan," tutur Ali.
Diketahui, yang bersangkutan dituntut oleh Jaksa KPK selama 8 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan. Selain pidana badan, jaksa KPK juga menuntut hakim menjatuhkan pidana tambahan terhadap Ardian.
"Menuntut terdakwa dengan pidana tambahan itu yakni berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp1,5 miliar," tegas jaksa KPK dalam surat tuntutannya di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis 15 September 2022.
Menurut Jaksa KPK, jika Ardian tak membayar uang pengganti setelah satu bulan usai vonisnya inkracht, maka harta bendanya akan disita dan dilelang untuk menutupi kewajiban uang pengganti. Namun, jika hartanya tak cukup, maka diganti pidana selama 3 tahun.
Tak Sendiri
Ardian tidak sendiri, tuntutan jaksa dan vonis yang dijalani hari ini juga menyeret Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna, La Ode M Syukur Akbar.
Dia dituntut pidana selama 5 tahun dan 6 bulan penjara denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan dan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp175 juta subsider 3 tahun.
Kronologis kasus ini bermula pada Maret 2021, Andi Merya yang saat itu masih menjabat Plt Bupati Kolaka Timur menyampaikan keinginan untuk mendapatkan dana tambahan pembangunan Infrastruktur di Kabupaten Kolaka Timur kepada Rusdianto Emba.
Rusdianto menyampaikan keinginan Andi Merya kepada Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Muna yang bernama Sukarman Loke yang diyakini memiliki jaringan di pemerintah pusat dan bisa mewujudkan keinginan Andi.
Sukarman lalu menyampaikan informasi tersebut kepada Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna yang berama La Ode M Syukur Akbar yang sedang mengurus pengajuan pinjaman dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) Daerah untuk Kabupaten Muna.
Advertisement
Menyarankan
Selanjutnya pada 1 April 2021, Sukarman menyarankan agar Kabupaten Kolaka Timur mengajukan dana pinjaman PEN Daerah dengan bunga yang lebih rendah dari pinjaman lain.
Kemudian Kolaka Timur mengajukan hal itu kepada Ardian Noervianto yang saat itu menjabat sebagai Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dengan angka sejumlah Rp350 miliar.
Pada 4 Mei 2021, Andi Merya bersama La Ode M. Syukur bergegas menemui Ardian di ruang kerjanya di Kantor Kemendagri Jakarta. Dalam pertemuan tersebut Ardian menyanggupi Rp300 miliar dana PEN untuk Kolaka Timur. Setelah pertemuan itu, M Syukur menjalin komunikasi dengan Ardian untuk menanyakan soal dana PEN Kolaka Timur.
Ardian menyebutkan, posisi Kabupaten Kolaka Timur nomor urutan 48 sehingga kemungkinan tidak akan mendapat dana pinjaman PEN untuk tahun 2021. Namun lantaran kerap ditanya soal dana pinjaman PEN untuk Kolaka Timur, Ardian menyarankan agar Kolaka Timur mengikuti Kabupaten Muna yang pernah menerima dana PEN Daerah.
Atas saran tersebut, pada 10 Juni 2021 diadakan pertemuan antara Ardian, M Syukur, dan Sukarman di Kantor Kemeteri Dalam Negeri Jakarta. Dalam pertemuan itu Ardian meminta fee sebesar Rp 2 miliar kepada M Syukur.
Ardian berjanji dapat memprioritaskan pencairan pinjaman dengan membahasnya dalam Rakortek dengan PT SMI, Pemkab Kolaka Timur, Kemenkeu (DJPK) dan Kemendagri. Namun hasilnya, Kabupaten Kolaka Timur hanya mendapatkan pinjaman separuh dari dana dana yang diharapkan yakni Rp151 miliar.
Setelah pencairan, uang suap pun dibagi sesuai kesepakatan. Ardian mendapat Rp1,5 miliar, sedangkan Rp500 juta sisanya disimpan Sukarman untuk dibagikan ke beberapa orang lain yang turut membantu.
Menurut jaksa, Ardian, Laode, dan Sukarman juga menerima beberapa uang lain terkait pengurusan dana PEN Kolaka Timur. Sehingga, total yang yang diterima oleh Ardian bersama Laode dan Sukarman mencapai Rp2,4 miliar.