Liputan6.com, Jakarta - Mantan Kabag Gakkum Provost Divpropam Polri, Kombes Pol Susanto Haris dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J di rumah dinas eks Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo.
Dalam persidangan, Susanto menceritakan dirinya merasa kaget ketika diperintah untuk membawa senjata laras panjang dan body face atau rompi anti peluru ke rumah dinas (Rumdin) Ferdy Sambo di Kompleks Perumahan Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Perintah itu didapat Susanto ketika menghadap ke ruangan atasannya mantan Kepala Biro Provos Polri Brigjen Benny Ali selepas mengerjakan presentasi pemaparan untuk jajaran Biro Provost pada Jumat (8/7/2022) sore.
Advertisement
Baca Juga
"Kemudian jam 17.20 WIB, kami dipanggil oleh Spri Pak Karo Provost Brigadir Made disuruh menghadap segera ke ruang Karo Provost di lantai dasar," kata Susanto saat sidang di PN Jakarta Selatan, Senin (28/11/2022).
Saat memasuki ruangan kerja Karo Provost, Susanto lantas mendapatkan perintah untuk bersiap berangkat ke rumah dinas Ferdy Sambo dengan membawa senjata laras panjang dan rompi anti peluru.
"Saya menghadap dengan berpakaian dinas dan memakai sandal karena habis salat Jumat. 'Perintah Ndan'. 'Segera ke rumah Kadiv, saya ditelepon Pak Kadiv Propam untuk segera Pak Kadiv ada penembakan. Bawa Senjata pajang dan body face'," kata Susanto bercerita saat di ruangan Benny Ali.
Susanto mengaku kaget dengan perintah tersebut, hingga mengira apakah ada kasus teroris di rumah pimpinannya. Sebab, dia disuruh datang dengan membawa persiapan lengkap senjata api laras panjang dan rompi antipeluru.
"Saya pikir kok bawa senjata pajang dan body face? Apa ada teroris, apa ada anggota yang marah," kata Susanto.
Â
Bawa 3 Senjata Laras Panjang dan Rompi Anti Peluru
Selanjutnya usai bersiap dengan senjata dan rompi antipeluru atas perintah Ferdy Sambo, Susanto bersama Benny Ali berangkat menuju rumah dinas di hari Brigadir J dieksekusi.
"Kemudian kami bawa bracket ke rumah dinas dan kami tanya, 'Mohon izin ndan ke rumah dinas di mana?' di Duren Tiga. Kemudian saya tanya driver, 'Tahu enggak rumah dinas Kadiv di Duren Tiga'. Seingat kami rumah dinas Kadiv Propam ada di PTIK Jakarta Selatan," bebernya.
"Yaudah kita sama-sama Karo Provost saja Pak Irjen Benny Ali untuk berangkat. Jadi jam 17.25 WIB kami berangkat," tambah dia.
"Bawa senjata?" tanya hakim.
"Dua mobil, satu buah senjata, body face. Ada mobil lain bawa body face dan senjata," kata Susanto.
"Berapa senjata yang dibawa?" cecar kembali hakim.
"Kami bawa satu body face dan satu senjata panjang. Di mobil lain bawa dua body face dan senjata panjang," jawab Susanto.
Kendari demikian, Susanto mengaku tidak memahami jenis dan merek senjata laras panjang serta rompi anti peluru yang dibawanya. Namun dia memastikan jika kedua barang tersebut dibawa dalam mobil.
"Kami kurang paham, kalau senjata kami kalau tidak salah kami juga tidak paham jenisnya. Tetapi bawa senjata panjang dan body face," jelasnya.
Diketahui bahwa kehadiran Susanto dalam sidang untuk diperiksa sebagai saksi perkara pembunuhan berencana, Brigadir J atas terdakwa Richard Eliezer alias Bharada E, Kuat Maruf, dan Ricky Rizal alias Bripka RR.
Â
Advertisement
Dakwaan Pembunuhan Berencana
Dalam perkara ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah mendakwa total lima tersangka yakni, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer alias Bharada E, Ricky Rizal alias Bripka RR, dan Kuat Maruf.
Mereka didakwa turut secara bersama-sama terlibat dengan perkara pembunuhan berencana bersama-sama untuk merencanakan penembakan pada 8 Juli 2022 di rumah dinas Komplek Polri Duren Tiga No. 46, Jakarta Selatan.
"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain," ujar jaksa saat dalam surat dakwaan.
Atas perbuatannya, kelima terdakwa didakwa sebagaimana terancam Pasal 340 subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 KUHP yang menjerat dengan hukuman maksimal mencapai hukuman mati.
Sedangkan hanya terdakwa Ferdy Sambo yang turut didakwa secara kumulatif atas perkara dugaan obstruction of justice (OOJ) untuk menghilangkan jejak pembunuhan berencana.
Atas hal tersebut, mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 dan/atau Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 221 ayat (1) ke 2 dan 233 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dan/atau Pasal 56 KUHP.
"Timbul niat untuk menutupi fakta kejadian sebenarnya dan berupaya untuk mengaburkan tindak pidana yang telah terjadi," sebut Jaksa
Â
Reporter: Bachtiarudin Alam
Merdeka.com