Liputan6.com, Jakarta - Badan Narkotika Nasional (BNN) menegaskan pemberantasan peredaran dan penyalahgunaan narkoba jenis ganja akan terus gencar dilakukan. Bahkan perihal wacana ganja medis pun sudah tidak lagi perlu dibahas di Indonesia.
Kepala BNN Petrus Reinhard Golose menyampaikan, Indonesia taat terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa penggunaan ganja untuk medis masih perlu kajian ilmiah lebih lanjut.
Baca Juga
"Masih ada yang bisa digunakan selain menggunakan cannabis sativa," tutur Reinhard di Kantor BNN, Jakarta Timur, Kamis (29/12/2022).
Advertisement
Menurut Reinhard, legalisasi ganja pun bukan solusi. Sebab, negara-negara yang menerapkan aturan tersebut pun malah terpantau meningkat aktivitas kriminalitasnya.
"Cannabis sativa ini dipakai untuk orang kemudian menggunakan barang yang lain," kata Reinhard.
Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Marsudi Syuhud memastikan, fatwa ganja medis masih terus digodok oleh komisi fatwa pihaknya.
Menurut dia, hal itu dilakukan karena segala sesuatu yang ada baiknya untuk kehidupan harus mendapat dukungan.
"Ini akan dibahas oleh komisi fatwa, apa saja di dunia ada manfaatnya dan manfaatnya itu sangat dibutuhkan maka itu jadi jalan keluar untuk dipertanggungjawabkan. Intinya pada posisi kemaslahatan untuk kemanusiaan bagaimana," kata Marsudi di sela-sela Milad MUI ke-47 di Hotel Sultan Jakarta, Selasa 26 Juli 2022.
Dia menilai, jika ganja saat ini bersifat buruk, namun selama memiliki kebaikan untuk kemaslahatan umat maka dapat dikecualikan.
"Dalam fiqih kan demikian, ini akan dilihat potensi sekaya apa cara penggunaannya, referensi dokter apa untuk bisa digunakan. Jadi ketika tidak ada benda lain yang bisa menggunakannya maka untuk itu kadar untuk diperbolehkan," jelas dia
Marsudi menambahkan, selama penggunaan ganja masih memiliki alternatif benda lain yang dapat menggantikan maka hal itu sebaiknya yang dipilih lebih dulu.
"Jika masih ada benda benda lain yang halal, maka lakukan yang lain (lebih dulu)," Marsudi menutup.
Wamenkumham Sebut Pemerintah Akan Kaji Pemanfaatan Ganja Medis
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mendorong pemerintah dan DPR RI melakukan kajian terhadap penggunaan ganja medis.
Hal ini menurut Edward Omar Sharif, juga sejalan dengan upaya DPR RI bersama dengan pemerintah melakukan revisi terhadap Undang-Undang alias UU Narkotika.
Adapun, MK telah memutuskan menolak permohonan uji materi UU Narkotika terkait penggunaan ganja medis pada Rabu 20 Juli 2022. Gugatan penggunaan ganja medis ini diajukan oleh Dwi Pertiwi, Santi Warastuti, dan Naflah Murhayanti. Mereka adalah ibu dari penderita celebral palsy.
"Ini sambil menyelam minum air, dalam pengertian, sembari melakukan penelitian terhadap kegunaan ganja dan sebagainya," kata Edward di Kantor DPP PDI Perjuangan, Kamis (21/7/2022).
Edward berujar, nantinya dalam pembahasan revisi UU Narkotika juga dibahas penggolongan ganja sebagai golongan I narkotika. Revisi UU Narkotika ini akan dibahas lagi setelah DPR selesai masa reses.
"Jadi itu akan dibahas sesudah masa reses ini," kata Eddy.
Edward menungkapkan, adanya putusan MK ini juga adalah angin segar untuk melakukan kajian terhadap pemanfaatan ganja untuk kepentingan medis.
"Dalam pertimbangannya, MK meminta untuk dilakukan pengkajian lebih lanjut terhadap kemanfaatan ganja itu sendiri," katanya.
Advertisement
MK Tolak Permohonan Ganja untuk Medis, Ini Alasannya
MK menolak gugatan terkait legalisasi ganja medis untuk alasan kesehatan. Amar putusan dibacakan oleh Ketua MK Mahkamah Konstitusi saat persidangan.
"Satu, menyatakan permohonan pemohon V dan VI tidak dapat diterima. Dua, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman saat membacakan amar putusan di ruang sidang MK, Rabu 20 Juli 2022.
MK berpendapat, jenis narkotika golongan I untuk pelayanan kesehatan dan atau terapi belum dapat terbukti telah dilakukan pengkajian dan penelitian bersifat komprehensif dan mendalam secara ilmiah.
"Dengan belum ada bukti ihwal pengkajian dan penelitian secara komprehensif, maka keinginan para pemohon sulit dipertimbangkan dan dibenarkan oleh Mahkamah untuk diterima alasan rasionalitasnya, baik secara medis, filosofis, sosiologis, maupun yuridis," kata Hakim MK Suhartoyo.
Sementara itu, berkenaan dengan fakta fakta hukum dalam persidangan yang menegaskan bahwa beberapa negara telah secara sah menurut undang-undangnya memperbolehkan pemanfaatan narkotika secara ilegal, hal tersebut tidak serta merta dapat digeneralisasi bahwa negara negara yang belum atau tidak melegalkan pemanfaatan narkotikan secara bebas kemudian dapat dikatakan tidak mengoptimalkan manfaat narkotika dimaksud.
Untuk diketahui, sidang putusan perkara nomor 106/PUU-XVIII/2020 terkait aturan penggunaan ganja medis ini diajukan oleh Dwi Pertiwi, Santi Warastuti, dan Naflah Murhayanti. Mereka adalah ibu dari penderita celebral palsy.
Mereka meminta MK untuk mengubah Pasal 6 ayat (1) UU Narkotika agar memperbolehkan penggunaan narkotika golongan I untuk kepentingan medis.