Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan (PDIP) mengungkapkan alasan partainya kukuh mendorong sistem proporsional tertutup ketimbang proporsional terbuka untuk Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Salah satunya, kata dia, perihal besarnya biaya politik yang harus dikeluarkan.
Hasto mengatakan, seorang calon anggota legislatif (caleg) bahkan bisa menghabiskan biaya minimal Rp5 miliar hingga Rp100 miliar agar bisa menjadi anggota dewan. Hasto mengacu pada hasil penelitian yang dilakukan para ahli, salah satunya Politisi Senior PDIP Pramono Agung.
Advertisement
Baca Juga
"Dengan proporsional terbuka, ketika kami menawarkan kepada para ahli untuk membangun Indonesia melalui fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan, banyak yang mengatakan biayanya tidak sanggup," kata Hasto di Jalan Baladewa, Tanah Tinggi, Johar Baru, Jakarta Pusat, Minggu (8/1/2022).
"Dalam penelitian Pak Pramono Anung, minimum paling tidak ada yang Rp5 miliar untuk menjadi anggota dewan. Bahkan ada yangg habis sampai Rp100 miliar untuk menjadi anggota dewan," lanjut Hasto.
Oleh sebab itu, ujar Hasto, terjadi kecenderungan di mana struktur anggota dewan banyak didominasi para pengusaha. Menurut Hasto sistem pemilu yang ada di Indonesia saat ini, meniru sistem demokrasi di negera barat seperti Amerika Serikat (AS) dan Inggris.
Sayangnya, lanjut Hasto, saat ini justru AS, negara yang kerap dianggap ikonnya demokrasi tengah mengalami krisis. Bahkan kesulitan saat akan memilih Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Maka PDI Perjuangan menawarkan suatu wacana untuk mari kita berpikir ulang dalam demokrasi kita. Diskursus inilah yang menyehatkan demokrasi," kata Hasto.Â
Kendati demikian, Hasto menyadari partainya tak punya kedudukan hukum untuk memutuskan wacana penerapan sistem proporsional terbuka untuk Pemilu 2024. Dia menyebut PDIP menyerahkan judicial review sistem proporsional tertutup kepada Mahkamah Konstitusi (MK).
"Masalah nanti apapun yang diputuskan MK, kami sekali lagi PDI Perjuangan bukan pihak yang punya legal standing melakukan Judicial Review," ucap Hasto.
8 Parpol Bertemu Tolak Pemilu Proporsional Tertutup, PDIP: Kita Hormati
Sebelumnya, Hasto menanggapi soal pertemuan tujuh ketua umum (Ketum) dan pimpinan partai politik (parpol) di Hotel Dharmawangsa, Minggu (8/1/2023). Dalam pertemuan tersebut, baik ketua umum maupun perwakilan Gerindra tidak hadir, namun sepakat soal menolak sistem pemilu proporsional tertutup.
"Ya pertemuan pertemuan itu kan bagus sama kami bertemu dengan rakyat . Itu hal yang biasa di dalam politik untuk saling bertemu," kata Hasto di Jalan Baladewa, Tanah Tinggi, Johar Baru, Jakarta Pusat, Minggu.Â
Menurut Hasto, partainya menghormati pertemuan sejumlah ketua umum parpol yang menolak sistem pemilu proporsional tertutup itu. Dia menilai pertemuan itu sebagai bagian dari tradisi demokrasi di Indonesia.
"Tapi pertemuan yang ada di Hotel Dharmawangsa ya itu kita hormati sebagai bagian dalam tradisi demokrasi kita," jelas dia.Â
Lebih lanjut, Hasto tak menjawab lugas saat ditanyai apakah Ketua Umum (Ketum) PDIP Megawati Soekarnoputri ikut diajak dalam pertemuan ketua umum dan petinggi parpol itu. Menurut dia, saat ini partainya tengah sibuk mempersiapkan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-50 PDIP.
"Ya kita kan baru mempersiapkan hari ulang tahun PDIP. Semuanya sibuk hari ini aja ada 5 agenda dalam rangka HUT partai," jelas Hasto.Â
Advertisement
Pertemuan 8 Pimpinan Parpol
Diketahui, delapan ketua umum dan pimpinan partai politik parlemen berkumpul hari, Minggu (8/1/2023) untuk menyatakan sikap menolak sistem proporsional tertutup. Wakil Ketua Umum Nasdem Ahmad Ali menyatakan yang sistem pemilu merupakan ranah parpol, bukan MK apalagi KPU.
"Salah satu yang ingin dibicarakan, satu soal masalahnya pernyataan Ketua KPU tentang proporsional terbuka. Itu menjadi point yang akan kita diskusikan supaya ada pemahaman sama. Harusnya seperti itu. Karena itu memang domain parpol yang pembuat UU itu bukan domain MK mestinya, harusnya,â kata Ahmad Ali di Hotel Dharmawangsa, Minggu.Â
Ali menyatakan pernyataan sikap parpol hari ini tak perlu melaporkannya ke Presiden Jokowi, sebab hal itu adalah sikap internal masing-masing parpol.
"Pak Jokowi pastinya memahami semua pertemuan partai hari ini menyangkut kepentingan parpol itu sendiri. Jadi ya ini menyangkut internal parpol masing-masing, kepentingan partai secara ke depannya," katanya.