Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Asrorun Niam turut merespons polemik usulan kenaikan biaya haji 2023.
Dia mengatakan, dana nilai manfaat yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) merupakan hak setiap jemaah yang sudah menyetorkan ongkos setoran awal haji. Dia menegaskan, ada hak mereka dari setiap dana yang dikelola untuk digunakan secara berkeadilan dan berkelanjutan.
Baca Juga
“Nilai manfaat yang digunakan itu tidak sepenuhnya punya calon jemaah yang sedang akan berangkat, tetapi itu bisa jadi dari calon jemaah yang masih antre tunggu," kata Niam secara daring dalam diskusi publik bertajuk 'BPIH Berkeadilan dan Berkelanjutan' yang digelar oleh BPKH di Gedung Serba Guna Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, seperti dikutip dari siaran pers diterima, Selasa (31/1/2023).
Advertisement
Niam mengingatkan, nilai manfaat calon jemaah haji yang sedang mengantre/jemaah tunggu tidak boleh digunakan untuk menutup biaya jemaah haji yang akan berangkat. Bahkan menurutnya, jika hal tersebut dilakukan maka bisa masuk kategori malapraktik dalam penyelenggaraan ibadah haji.
"Kalau digunakan untuk menutup Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) bagi jemaah lain maka itu bisa masuk malpraktek penyelenggaraan ibadah haji," ucap Niam.
Dia menegaskan, dana BPIH milik calon haji yang masuk daftar tunggu tidak boleh digunakan untuk keperluan apapun, kecuali untuk membiayai keperluan yang bersangkutan.
"Kepemilikan dananya bersifat personal, meski dikembangkan secara kolektif, tetapi manfaatnya dikembalikan secara personal," ujarnya.
Konsep Istitha'ah
Selain masalah pengelolaan dana manfaat, Niam juga menyinggung soal konsep Istitha'ah atau kemampuan dalam penyelenggaraan ibadah haji.
Menurut Niam, ada keputusan Ijtima Ulama Tahun 2012 yang menyebutkan bahwa Istitha'ah merupakan syarat wajib haji (syarth al-wujub) tetapi bukan syarat sah haji (syarth al-shihhah).
Dia mengatakan, haji adalah soal ibadah mahdhah yang kewajibannya terkait dengan syarat istitha'ah yang meliputi 3 hal, pertama kesehatan jasmani dan rohani, kedua bekal langsung seperti biaya perjalanan hingga tempat tinggal, dan ketiga bekal tidak langsung atau kebutuhan lain.
Dalam acara yang sama, Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri Kemenag RI, Saiful Mujab mengatakan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1444H/2023M yang diusulkan menteri agama menjadi 70 persen Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) dan 30 persen nilai manfaat merupakan angka ideal yang ditawarkan pemerintah. Sehingga angka tersebut masih bisa diterapkan di usulan-usulan selanjutnya.
"Pemerintah menawarkan itu angka ideal, cuma angka ideal dicapai saat ini, atau nanti dua tahun ke depan ini yang harus kita diskusikan baik dalam komisi VIII dengan BPKH. Angka seperti itu masih terbuka, sangat terbuka jadi belum kaku istilahnya," ujar dia.
Advertisement
Dana Haji Harus Berkeadilan dan Berkelanjutan
Sementara itu, Anggota Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Indra Gunawan menegaskan, pihaknya terus mendorong dana haji yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Sebab, hal itu merupakan dana umat yang penggunaanya harus dirasakan bersama dan sesuai dengan kaidah konsep syariah yang diperlukan guna memelihara proses keberlangsungannya.
"Kami melihat sustainability harus dibangun dari efisiensi usulan pembiayaan haji di BPIH itu sendiri dan mudah-mudahan semua pihak mendukung upaya ini sehingga 5,3 jt jemaah itu bisa berangkat semua," ujar Indra dalam diskusi tersebut.
Indra mengingatkan, dana yang dikelola BPKH bukan hanya untuk 221 ribu jemaah yang berangkat haji di tahun ini. Tetapi juga untuk mereka yang ada dalam daftar antre.
"Jemaah yang di belakang harus juga berangkat dengan dana yang cukup," dia menutup.