Liputan6.com, Jakarta Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) menyatakan siap menindaklanjuti permintaan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menelusuri kekayaan 25 pegawai negeri sipil (PNS) berharta tak wajar.
"Pastilah bila ada permintaan akan kami tindak lanjuti," kata Humas PPATK, M Natsir Kongah saat dihubungi merdeka.com, dikutip Jumat (17/3/2023).
Baca Juga
Menurutnya, bila ada permintaan untuk menelusuri keuangan dari instansi atau lembaga. PPATK akan siap menindaklanjutinya, dalam rangka perbaikan.
Advertisement
"Semangat kita kan sama untuk perbaikan negeri," ucapnya.
Kendati demikian, Natsir mengaku masih menunggu kabar lebih lanjut dari Kemenkeu terkait permintaan tersebut, yang kini masih dalam proses pengajuan.
"(Belum terima), kan masih disusun katanya," ujar Natsir.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan terus menelusuri 69 pegawainya yang diduga memiliki jumlah harta kekayaan yang tidak wajar. Sebanyak 55 pegawai wajib mengklarifikasi harta kekayaannya.
Dari jumlah tersebut sebanyak 25 pegawai berstatus risiko tinggi. Untuk itu Kementerian Keuangan tengah meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menyiapkan transaksi keuangan 25 pegawai tersebut.
"Secara bertahap kita sedang sedang menyiapkan permintaan ke PPATK untuk itu," kata Juru Bicara Kementerian Keuangan, Yustinus Prastowo di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, dikutip Selasa, 14 maret 2023.
Pras mengatakan, sebagian besar pegawai yang dimaksud berasal dari Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan dalam konferensi pers beberapa waktu lalu.
"Sesuai keterangan dari Pak Itjen, sebagian besar ini dari DJP dan DJBC, saya tidak tahu detailnya," kata dia.
ASN Punya Saham Perusahaan
Hingga kini Prastowo mengaku belum mengetahui secara detail bentuk pelanggaran yang dilakukan 25 pegawai tersebut. Dugaan penyimpangan yang dilakukan tidak sekadar dari jumlah harta yang tidak wajar.
"Kami tidak tahu detailnya karena penyimpangan itu tidak sekadar jumlah harta," katanya.
Ada juga hal-hal lain seperti profil dengan jabatan dan berbagai informasi lainnya. Dia mencontohkan, pegawai Kemenkeu yang memiliki saham di sebuah perusahaan pun bisa masuk dalam kategori berisiko.
"Meskipun penghasilannya tidak besar, tapi ada risiko di sana, itu variabel-variabel yang kita olah," kata dia.
Reporter: Bachtiarudin Alam
Suember: Merdeka.com
Advertisement