Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa empat saksi dalam kasus dugaan suap pemeriksaan laporan keuangan Pemda Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2020 pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR).
Empat saksi itu yakni anggota DPRD Provinsi Sulsel Rudy Pieter Goni, PTT Bidang Bina Marga PUPR Provinsi Sulsel Fariz Akbar, PTT Bidang Bina Marga PUPR Provinsi Sulsel Andi Muh Guntur Dachlan, dan pihak swasta bernama Usman Mahram.
Baca Juga
Keempatnya diperiksa di Polda Sulsel pada Jumat, 21 Juli 2023. Mereka dicecar soal adanya perintah mantan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah untuk memanipulasi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait laporan keuangan Sulsel.
Advertisement
"Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dugaan perintah Nurdin Abdullah (saat menjadi Gubernur Sulsel) melalui orang kepercayaannya untuk mengumpulkan sejumlah uang agar dapat memanipulasi temuan audit BPK Perwakilan Sulsel menjadi tidak ada temuan," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (24/7/2023).
Diketahui, KPK mengembangkan perkara yang menjerat mantan Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah. Dari pengembangan perkara ini, KPK mengusut kasus dugaan suap pengurusan laporan keuangan Pemerintah Provinsi Sulsel.
"Dari hasil perkembangan persidangan perkara sebelumnya dengan terpidana Nurdin Abdullah (Gubernur Sulsel), KPK kembali mengembangkan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi berupa pemberian suap untuk pemeriksaan laporan keuangan Pemda Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2020 pada Dinas PUTR," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (22/7/2022).
Ali mengatakan, dalam pengusutan kasus ini pihaknya sudah mengantongi nama tersangka. Namun lantaran kebijakan baru KPK era Komjen Pol (Purn) Firli Bahuri, pengumuman tersangka berikut konstruksi perkara akan diumumkan saat upaya paksa penangkapan dan penahanan.
"KPK akan mengumumkan pihak-pihak yang ditetapkan sebagai tersangka, uraian dugaan perbuataan pidana dan pasal-pasal yang disangkakan ketika penyidikan perkara ini telah cukup yang dilanjutkan dengan upaya paksa penangkapan dan penahanan," kata Ali.
Menurut Ali, tim lembaga antikorupsi masih terus mengumpulkan barang bukti dan meminta keterangan dari pihak terkait. Tim juga sudah menggeledah beberapa lokasi demi mendapatkan bukti-bukti baru.
Ali berharap masyarakat turut mengawal perjalanan kasus ini. Termasuk bersedia membantu memberikan informasi jika mengetahui kasus ini. "Pengumpulan alat bukti saat ini masih berjalan di antaranya dengan melakukan upaya paksa penggeledahan dan penyitaan disertai dengan pemanggilan berbagai pihak sebagai saksi," kata Ali.
Â
KPK Jebloskan Nurdin Abdullah
KPK sebelumnya mejebloskan mantan Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
Eksekusi dilakukan berdasarkan putusan Pengadilan Tipikor pada PN Makassar Nomor : 45/Pid.Sus-TPK/2021/PN.Mks tanggal 29 November 2021. KPK dan Nurdin Abdullah sama-sama tak mengajukan upaya hukum banding atas vonis tersebut.
Kini vonis Nurdin telah berkekuatan hukum tetap alias inkracht.
"Terpidana akan mendekam di Lapas Klas I Sukamiskin Bandung untuk menjalani pidana penjara selama 5 tahun dikurangi selama berada dalam tahanan," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (16/12/2021).
Nurdin divonis 5 tahun penjara denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan oleh Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Makassar.
Nurdin juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 2,1 Miliar dan SGD 350 ribu. Jika dalam jangka waktu 1 bulan tak dibayar Nurdin, maka harta bendanya akan disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti. Namun jika harta bendanya tak mencukupi maka diganti pidana badan selama 10 bulan penjara.
Nurdin dinyatakan terbukti bersalah menerima suap dan gratifikasi bersama-sama dengan Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Edy Rahmat. Suap dan gratifikasi yang diterima Nurdian dan Edy berkaitan dengan sejumlah proyek di Sulawesi Selatan.
Selain Nurdin, KPK juga menjebloskan Edy Rahmat. Eksekusi terhadap Edy berdasarkan putusan Pengadilan Tipikor pada PN Makassar Nomor : 46/Pid.Sus-TPK/2021/PN. Mks tanggal 29 November 2021. Edy divonis 4 tahun denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan.
"Terpidana (Edy) dimasukkan ke Lapas Klas I Sukamiskin Bandung untuk menjalani pidana penjara selama 4 tahun dikurangi selama berada dalam tahanan," kata Ali.
Advertisement