Liputan6.com, Kutai Timur Dinas Pariwisata Kabupaten Kutai Timur bersama pegiat wisata melakukan kunjungan ke Desa Wisata Bonjeruk. Desa tersebut menjadi pilihan kunjungan study tour pegiat wisata pada Jumat (1/11) pagi. Rombongan bertolak dari Kota Mataram menuju desa wisata yang banyak dihuni Suku Sasak ini.Â
Lokasinya berada di Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Begitu tiba di lokasi, rombongan disambut minuman khas jamu serbuk sebagai minuman selamat datang sebelum berkeliling desa dengan berjalan kaki.
Baca Juga
Rombongan ingin melihat secara dekat denyut kehidupan dan ekonomi Desa Bonjeruk. Sepanjang perjalanan rombongan pegiat wisata Kutim berkesempatan melihat kegiatan sehari-hari masyarakat.
Advertisement
Ada yang menenun kain, beraktivitas di sawah, dan mengambil pakan ternak. Warga setempat menyambut dengan sapaan ramah dan mengajak berinteraksi langsung oleh para pengunjung.Â
Di sini, rombongan pegiat wisata di Kutai Timur benar-benar merasakan penerapan sapta pesona dari warga desa. Ketika melihat dan mempraktekkan cara menenun kain, rombongan Kutim bergantian mencoba mempraktekan.Â
Mereka dipandu langsung oleh ibu-ibu penenun, didampingi gaet lokal bernama Sesilia Dwi yang akrab disapa Lia. Produk rumah tenun yang dihasilkan oleh pengrajin di antaranya, selendang, sarung, kain, ikat kepala dan produk turunan kain lainnya.
Lia dengan fasih menjelaskan detail apa saja yang disuguhkan dari paket wisata Desa Bonjeruk. Lia merupakan mahasiswa Universitas Mataram yang sedang menjalankan tugas magang di desa tersebut.Â
Menariknya lagi, gadis ini merupakan penduduk lokal yang tergabung dalam Pokdarwis Bonjeruk Permai sebagai pegiat wisata di desa itu sendiri. Didampingi rekannya Gunadiusahawan, Lia mengajak rombongan study tour Kutim ke galeri UMKM Pokdarwis Bonjeruk Permai.Â
Di galeri ini, dia menjelaskan produk makan khas yang sediakan. Produk UMKM berupa kue aling-ali berbahan dasar gula merah, jamu serbuk keciprut, tape uli dan jaje ragi, stik duri ikan, sari rempah gula aren, jahe gulung dan banyak lagi lainnya. Nampak rombongan Kutai Timur berbelanja sambil menikmati aneka penganan yang tersedia.
Atraksi berikutnya, rombongan study tour disuguhkan cara menyangrai kopi khas Bonjeruk. Di sini diperlihatkan proses tumbuk manual untuk menghasilkan serbuk kopi yang akan disuguhkan kepada rombongan sambil santai menikmati suguhan kopi panas di pendopo yang tersedia.Â
Dari proses manual ini melahirkan 3 varian rasa kopi yang dihasilkan, yakni kopi orisinil, kopi kayu manis, dan kopi gula.
Sembari menunggu santap siang, rombongan disuguhkan pementasan seni berupa tarian tradisional diiringi musik gamelan. Dua gadis muda menari mengikuti irama gamelan yang dihasilkan oleh alat musik tradisional yang dimainkan.Â
Sesekali penari menggoda pengunjung ikut menari dan bahkan ada sesi khusus bagi wisatawan atau pengunjung untuk menari dan mempraktekkan gerakan tarian yang baru saja disajikan. Menurut keterangan pengurus Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Bonjeruk Permai, Gunadiusahawan, angka kunjungan di Desa Bonjeruk berkisar 10-15 kali rombongan setiap bulannya.Â
"Artinya setiap 2 hari sekali ada wisatawan yang hadir tempat ini. Baik itu wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara," katanya.Â
Pengurus Pokdarwis Bumi Indah Jaya, Kecamatan Kaubun, Joko Padmowadi yang merupakan peserta study tour Kutai Timur memberikan apresiasi dan penilaian tersendiri atas apa yang didapatkan di Desa Bonjeruk.
Ia menilai masyarakat di desa ini memiliki kesadaran yang sangat tinggi dalam hal pariwisata. Menurutnya, hal tersebut butuh proses panjang untuk membentuknya.
"Kita bisa lihat dari cara mereka memperlakukan wisatawan, adat budayanya sangat kental sehingga terbentuk sebuah kultur yang dapat kelola menjadi sebuah sajian dalam bentuk paket wisata," kata Joko.
Joko Padmowadi mengaku kagum dengan Desa Wisata Bonjeruk yang dinilai sukses mengembangkan produk wisata budaya, alam pedesaan dan kuliner. Hal ini memberi kesan hidup damai di pedesaan dengan nuansa alam yang asri dan budaya yang luhur.
"Contohnya saja di sekitar kita saat ini baik anak-anak, orang tua, lingkungan desa dan bahkan hewan ternak mereka pun tak sekedar objek pelengkap dalam tradisi mereka, tetapi nyata adanya menjadi faktor pendukung yang tak terpisahkan dari satu dan lainnya, dan ini sesuatu yang luar biasa," katanya.
Â
(*)