Liputan6.com, Jakarta - Polda Metro Jaya menolak seluruh permohonan praperadilan yang diajukan oleh ketua nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri atas penetapan dirinya sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap eks Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL). Selian itu, Polda Metro juga meminta kepada majelis hakim yang mengadili agar menerima nota eksepsi.
Hal itu disampaikan oleh Bidkum Polda Metro Jaya dalam sidang lanjutan praperadilan pemohon Firli Bahuri di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Baca Juga
"Menyatakan menerima eksepsi dari termohon. Menyatakan permohonan praperadilan pemohon dinyatakan tidak dapat diterima," ucap Kabidkum Polda Metro Jaya Kombes Pol Putu Putera Sadana dalam amar eksepsinya, Rabu (13/12/2023).
Advertisement
Selain itu dalam pokok perkaranya, Putu menyebut penetapan Firli Bahuri sebagai tersangka dugaan kasus suap berdasarkan alat bukti yang didapat dan keterangan sebanyak 91 saksi telah sesuai dan sah secara hukum. Ia pun menolak seluruh gugatan yang dilayangkan oleh Firli.
"Menyatakan sah penetapan tersangka kepada pemohon berdasarkan surat ketetapan S.6/25/XI/S3./Ditreskrrimsus/22 November 2023 atas nama tersangka Drs. Firli Bahuri MSI," tegas Putu
"Menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," sambungnya.
Gugatan Firli Bahuri
Dalam gugatan yang diajukan oleh Kubu Firli, ia menggugat Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto yang mengatakan penerbitan Laporan Polisi dan Surat Perintah Penyidikan tidak sesuai dengan ketentuan proses penyelidikan dan penyidikan yang telah diatur dalam KUHAP khususnya pada Pasal 1 angka 2 KUHAP Jo. Pasal 1 angka 5 KUHAP.
Sebab, Laporan Polisi (LP) Model A, dengan Nomor: LP/A/91/X/2023/SPKT.DIRESKRIMSUS POLDA METRO JAYA dan Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik/6715/X/RES.3.3./2023/Ditreskrimsus diterbitkan pada tanggal 9 Oktober 2023.
"Laporan Polisi dan Surat Perintah Penyidikan dilakukan pada tanggal yang sama, menimbulkan pertanyaan kapan termohon melakukan tindakan penyelidikan perkara a quo, karena Laporan Polisi Model A baru dibuat pada tanggal 9 Oktober 2023, yang harusnya diikuti dengan dibuatnya Surat Perintah Penyelidikan terlebih dahulu," kata kuasa hukum Firli, Ian Iskandar seperti dikutip dalam berkas prapradilan.
Selain itu, proses penyidikan yang tanpa didahului penyelidikan bertentangan dengan KUHAP. Sehingga, tindakan penyidikan yang dilakukan Polda Metro Jaya terbukti tidak sah dan tidak berdasar hukum.
"Sehingga seluruh tindakan yang dilakukan oleh termohon terhadap Firli Bahuri tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," ujar dia.
Advertisement
Dianggap Tidak Berdasar
Menurut dia, karena penyidikan tidak sah serta tidak memenuhi ketentuan dua alat bukti maka penetapan tersangka Firli oleh Polda Metro Jaya juga tidak sah dan tidak berdasar atas hukum.
"Bahwa apabila mencermati tindakan atau proses penerbitan penetapan tersangka a quo oleh termohon, maka jelas adanya termohon tidak melakukan langkah-langkah yang bersifat objektif dan terukur dalam menetapkan tersangka dalam perkara a quo, seharusnya termohon berhati-hati dalam memeriksa dan membuktikan adanya peristiwa pidana dan menetapkan siapa tersangkanya," ujar dia.
Ian menuding penetapan tersangka yang diterbitkan Polda Metro Jaya terkesan terburu-buru, ada tekanan publik serta politik.
Tekanan Publik
Dia mengatakan, Syahrul Yasin Limpo yang disebut-sebut sebagai korban dalam perkara a quo, memegang jabatan sebagai Dewan Pakar pada salah satu Partai Politik di Indonesia, saat ini sedang dihadapkan pada suatu kasus tindak pidana korupsi dan telah ditetapkan sebagai Tersangka oleh KPK RI.
"Patut diduga telah terjadinya tekanan publik yang begitu besar melalui pemberitaan yang tiada henti di berbagai media serta patut diduga pula terjadinya tekanan politik pula yang mengakibatkan ketidakcermatan dari termohon serta terkesan adanya tindakan yang terburu-buru dalam menetapkan pemohon sebagai tersangka," tandas dia.
Reporter: Rahmat Baihaqi
Sumber: Merdeka.com
Advertisement