Pakar Meteorologi BRIN: Desember Ini Masih Puncak Kemarau, Meski Sempat Hujan

Pakar Meteorologi dari BRIN mengungkapkan bahwa anomali cuaca yang terjadi saat ini tak lepas dari dampak perubahan iklim di dunia. Kondisi ini membuat musim kemarau semakin panjang dan musim hujan makin pendek.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 25 Des 2023, 14:07 WIB
Diterbitkan 25 Des 2023, 13:58 WIB
Suhu Panas Tak Biasa Landa Indonesia Beberapa Hari Terakhir
Selain itu, lanjutnya, tren pemanasan global dan perubahan iklim, gelombang panas heatwave semakin berisiko berpeluang terjadi 30 kali lebih sering. Kemudian dominasi monsun Australia, Indonesia memasuki musim kemarau. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Ketika berada di penghujung tahun, wilayah Indonesia umumnya sudah memasuki musim hujan. Musim kemarau yang melanda sebelumnya sirna dengan guyuran hujan yang turun hampir setiap hari. Namun tahun ini berbeda, musim hujan yang dinanti tak kunjung tiba.

Menanggapi hal tersebut, Pakar Meteorologi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Edvin Aldrian mengaku tidak heran dengan fenomena cuaca akhir tahun ini. Sebab, perubahan iklim memang memperparah dampak El Nino. 

“Musim kemarau makin panjang, musim hujan makin pendek. Bisa hujan deras, besoknya gantian panas terik,” tulis Edvin melalui siaran pers diterima, Senin (25/12/2023).

Edvin menambahkan, dampak perubahan iklim tersebut menjadikan kondisi mendung berhari-hari namun rasa gerahnya bukan main. Hal itu menjadikan belakangan cuaca memang tak menentu. Khususnya di Jakarta, meski bulan November lalu sudah sempat turun hujan. 

“Namun (hujan) berjalan sebentar. Sempat panas terik beberapa minggu yang lalu, kini Senin 25 Desember mulai mendung dan hujan lagi. Di beberapa wilayah lain di nusantara justru mengalami banjir,” tutur Edvin.

Hadirnya anomali cuaca tersebut, Edvin berkesimpulan bahwa Desember ini masih berlangsung puncak musim kemarau. Dia memperkirakan hal itu bisa terjadi sampai Januari tahun depan. 

“Hal ini disebabkan fenomena El Nino yang dampaknya makin parah akibat perubahan iklim,” kata Edvin yang baru saja pulang dari perhelatan COP-28.

“Hawa panas masih sangat terasa. Saat ini belum musim hujan. Kita masih berada di tengah musim kemarau yang memanjang,” imbuh dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Suhu Lebih Tinggi dari yang Dirasakan

Cuaca panas kembali menyengat wilayah Jakarta dan sekitarnya
Deputi BMKG Guswanto mengatakan peningkatan suhu yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia dalam beberapa hari terakhir dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satunya karena kondisi dinamika atmosfer. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Edvin mengungkapkan bahwa suhu sebenarnya lebih tinggi dari yang dirasakan. Jika kita merasa suhu 36°, tetapi karena dampak El Nino, suhu sesungguhnya adalah 38-39°. 

“Kalau kita ke Arab Saudi, terasa seperti 31°, suhu aslinya bisa 36°-37°. Jadi lebih panas dari yang terasa,”  ungkap dia.

Edvin menjelaskan, Fenomena El Nino adalah kenaikan rata-rata suhu air laut Samudra Pasifik yang di atas normal. Hal ini mengakibatkan curah hujan berkurang dan musim kemarau memanjang. 

“Di Indonesia, hal ini sudah terjadi sejak beberapa tahun yang lalu dan terus bertransisi,” jelas dia.

 


Musim Hujan Diprediksi Terjadi Januari hingga Februari 2024

Cuaca Ekstrem Jakarta, Warga Diimbau Kurangi Aktivitas di Luar Rumah
Pejalan kaki yang menggunakan payung saat hujan deras menyeberang jalan di kawasan Thamrin, Jakarta, Rabu (23/11/2022). Sejak Oktober, DKI Jakarta mulai memasuki musim penghujan yang sudah masuk ke dalam tahap ekstrem. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Edvin memprediksi, musim hujan diperkirakan baru akan terjadi di sekitar Januari sampai Februari 2024, sebelum masuk lagi ke musim panas. Musim hujan yang pendek ini, lanjut Edvin, menimbulkan kekhawatir karena curah hujan yang tumpah bisa lebih intens. 

“Bencana yang terkait dengan air seperti banjir dan longsor bisa semakin di depan mata,” wanti dia.

Edvin berkesimpulan, dunia kini sedang panas-panasnya. Wilayah basah semakin basah, sementara yang kering akan menjadi lebih kering. 

“Jadi yang dikhawatirkan di Indonesia itu adalah yang basah semakin basah. Seperti yang terjadi di Sumatera Barat yang kena banjir bandang,” dia menandasi.

Infografis Journal
Infografis Journal  15 Negara yang Paling Rentan pada Perubahan Iklim. (Liputan6.com/Trie Yasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya