Pesawat Amfibi Korea Sukses Uji Terbang di Tanjung Priok

Pesawat itu merupakan produk pertama di dunia yang menawarkan kapal berkecepatan tinggi di laut dan bisa terbang.

oleh Liputan6 diperbarui 05 Apr 2013, 19:06 WIB
Diterbitkan 05 Apr 2013, 19:06 WIB
pesawat-amifbi-kore-130405b.jpg
Perusahaan asal Korea Selatan, Aron Flying Ship Ltd, menawarkan alat utama sistem senjata (alutsista) berupa kapal laut terbang (flying ship). Ketika berada di laut, kecepatan maksimalnya bisa mencapai 54 knots atau 100 kilometer per jam, sedangkan saat terbang menjadi berlipat dua pada kisaran 220 kilometer per jam.

"Ini terjadi karena mesin yang digunakan berkekuatan 250 tenaga kuda. Dengan spesifikasi ini, 'flying ship' sangat berguna untuk pengintaian, navigasi, bahkan penyelamatan. Apalagi di Indonesia yang lautnya melimpah," kata Presiden Direktur Aron Flying Ship Ltd, Hyunwook Cho, saat uji terbang Aron Flying Ship seri M-di Dermaga Pondok Dayung, kawasan TNI Angkatan Laut, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (5/4/2013).

Tawaran itu diberikan kepada Kementerian Pertahanan serta Kementerian Kelautan dan Perikanan. Juga kepada TNI Angkatan Laut, TNI Angkatan Udara, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), dan Badan SAR Nasional.

Menurut Hyunwook, pesawat itu merupakan produk pertama di dunia yang menawarkan kapal berkecepatan tinggi di laut dan bisa terbang. Kapal yang menggunakan bahan bakar sejenis pertamax ini pun diklaim hemat energi. "Dengan 200 liter bensin bisa terbang sejauh 800 kilometer. Performa di laut pun bisa lima kali lebih cepat dari speedboat," katanya.

Untuk bisa "take off", kapal terbang ini hanya membutuhkan landasan air sepanjang 200--400 meter. Kapal ini diklaim mampu landing di perairan laut dengan kedalaman 50 sentimeter. Bahkan, kata dia, "flying ship" ini bisa terbang walaupun ombak di laut mencapai 2 meter.

Pesawat Aron juga dinilai sebagai solusi bagi permasalahan laut yang dihadapi Indonesia, terutama penyelamatan di laut (sea rescue) dan pertahanan laut (defence). Hyunwook juga menjamin bahwa pesawat ini aman dan nyaman, bahkan nyaris tak ada getaran sewaktu terbang. Kelebihan lain, kapal ini juga tak terdeteksi radar karena hanya bisa terbang rendah maksimal 150 meter di bawah permukaan laut.

"Kapal ini juga bisa dipergunakan malam hari untuk pengintaian karena dilengkapi inframerah," ujarnya. Adapun bahan bodi yang digunakan kapal ini adalah kevlar komposit karbon atau bahan yang kerap digunakan untuk rompi antipeluru. Dengan demikian, bodinya kuat walaupun menumbuk benda keras yang mengapung di permukaan laut. Bobot kapal tipe M-50 ini mencapai 1,7 ton.

Kapal yang dikembangkan selama 15 tahun ini sudah menarik peminat di sejumlah negara, seperti Amerika Serikat, Kolombia, dan Filipina. Keistimewaan lain, dalam keadaan mesin mati, kapal ini masih bisa bergerak maju-mundur dan berputar hingga 360 derajat. Kapal dengan sayap di bawah ini juga sudah dilengkapi radar dan senjata ringan. Namun, sejumlah keunggulan yang ditawarkan itu tak serta-merta membuat pejabat di Indonesia langsung kepincut. Undangan dari TNI AU Kolonel Amrizal mempertanyakan sertifikasi apa saja yang telah didapat kapal ini.

"Saya lihat dari bodinya, kapal ini sepertinya tak layak untuk dipakai di laut lepas. Kekuatan terbangnya pun terbatas," katanya. Kapal ini hanya memiliki panjang 10 meter, rentang sayap 12 meter, dan tinggi 3 meter. Untuk tipe M-50, kapasitas penumpang hanya empat orang, belum termasuk pilot dan kopilot. Adapun untuk tipe M80, kapal ini sedikit lebih jembar dan mampu mengangkut delapan orang. Jenis pesawat lainnya yang dimiliki Aron Flying Ship, yakni Aron MK80 yang dapat digunakan untuk kepentingan militer dan Aron M200 yang memiliki kapasitas 20 orang. Untuk setiap unitnya, pesawat ini dilego sekitar U$ 5 Juta.
 
Irjen Kemhan Laksamana Madya TNI Sumartono mengatakan bahwa pesawat Aron lebih cocok untuk penyelamatan di laut, sementara pesawat untuk kepentingan militer perlu dikembangkan lagi. "Akan tetapi, bila untuk pengamatan maritim dan intelijen, saya kira masih memadai," kata Sumartono. Untuk pembelian pesawat itu, kata Sumartono, Kemhan akan melakukan pengkajian dari berbagai aspek, bagaimana cara pemeliharaannya, anggarannya bagaimana, apakah bisa dilakukan alih teknologi (transfer of technology/TOT). (Ant/Ism)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya