Liputan6.com, Jakarta Amnesty Internasional Indonesia meminta aksi dugaan penyiksaan terhadap Orang Asli Papua (OAP) yang diduga melibatkan anggota TNI di Pos Gome, Kabupaten Puncak, Papua Tengah diusut tuntas.
Salah satunya, Amnesty mendorong dilakukan evaluasi penempatan TNI di tanah Papua.
Baca Juga
"Kejadian ini adalah penyiksaan kejam yang sungguh merusak naluri keadilan. Menginjak-injak perikemanusiaan yang adil dan beradab. Kepada keluarga korban, kami menyatakan duka mendalam," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid dalam keterangan tertulis, dikutip Minggu (24/3/2024).
Advertisement
Usman menyatakan, tidak seorang pun di dunia ini, termasuk di Papua, boleh diperlakukan tidak manusiawi dan direndahkan martabatnya. Usman juga menyesalkan pernyataan para petinggi TNI dalam merespons kejadian ini.
"Pernyataan-pernyataan petinggi TNI dan pejabat pemerintah lainnya soal pendekatan kemanusiaan maupun kesejahteraan menjadi tidak ada artinya sama sekali. Diabaikan oleh aparat di lapangan," ucap Usman.
Menurut Usman, tindakan serupa bisa saja terulang kembali karena selama ini tidak ada penghukuman atas anggota yang terbukti melakukan kejahatan penculikan, penyiksaan, hingga penghilangan nyawa.
Oleh sebab itu, Amnesty Internasional mendesak dibentuk pencari fakta untuk mengusut aksi penyiksaan di Papua oleh oknum TNI. Sebab, kata Usman usai ditelusuri aksi itu juga mengandung rasisme yang kuat.
"Kami mendesak dibentuknya tim gabungan pencari fakta untuk mengusut kejadian ini secara transparan, imparsial, dan menyeluruh. Harus ada refleksi tajam atas penempatan pasukan keamanan di Tanah Papua yang selama ini telah menimbulkan jatuhnya korban, baik orang asli papua, non Papua, termasuk aparat keamanan sendiri," kata Usman.
Beredar Video
Sebelumnya, beredar video di media sosial yang memperlihatkan tindakan penyiksaan terhadap orang Papua. Belakangan diketahui, aksi tersebut terjadi di Kabupaten Puncak, Papua Tengah.
Pada video tersebut, terlihat seorang pria sedang mengalami penyiksaan dengan kedua tangan diikat dari belakang. Pria itu dimasukkan ke dalam drum berwarna biru berisi air yang memerah karena darah.
Kepala korban berulang kali dipukuli oleh para pelaku yang bertubuh tegap dan berambut cepak. Dalam tayangan itu, pelaku diduga prajurit TNI karena mengenakan kaus yang merujuk pada nama satuan, yaitu Batalyon Infanteri (Yonif) Raider 300/Braja Wijaya.
Hal itu diperkuat dengan adanya tulisan '300' yang tercetak cukup jelas berwarna kuning keemasan di bagian dada. Kaus yang dipakai berwarna hijau khas TNI Angkatan Darat (AD).
Advertisement
KSP Juga Minta Diusut
Kantor Staf Presiden (KSP) meminta TNI menindak tegas oknum prajurit yang diduga menganiaya seorang warga sipil di Papua.
Plt Deputi V Kepala Staf Kepresidenan, Rumadi Ahmad menegaskan Indonesia negara hukum yang secara konstitusional menjunjung tinggi hak asasi manusia. Tindakan yang dilakukan di video tidak sejalan dengan prinsip dasar negara.
"Saya meminta agar video yang viral segera ditelusuri faktanya. Tentu, besar harapan prajurit kita tidak terlibat dalam tindakan biadab tersebut, namun apabila terbukti benar, oknum terkait harus ditindak dengan tegas sesuai aturan dan ketentuan yang berlaku," tegas Rumadi dikutip dari siaran pers, Minggu (24/3/2024).
Dia mengatakan pemerintah memiliki komitmen yang luar biasa terhadap percepatan pembangunan Papua, baik dari segi regulasi maupun anggaran. Hal ini bisa dilihat dari seringnya Presiden Joko Widodo atau Jokowi berkunjung ke Papua untuk memantau pembangunan secara langsung.
Lebih lanjut, Rumadi menambahkan konsep pembangunan pemerintah di Papua menegaskan human security. Selain itu, kata dia, memiliki peran yang sangat strategis untuk menghadirkan rasa aman di Papua.
"Jika video tersebut terbukti benar, tindakan oleh segelintir oknum yang tidak bertanggungjawab bisa menjadi sangat disruptif terhadap pembangunan yang sudah dirancang dan dilaksanakan dengan sedemikian baik," jelas Rumadi.