Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa pedangdut Nayunda Nabila Nizrinah pada Senin 13 Mei 2024. Pemeriksaan Nayunda berlangsung selama 11 jam untuk mengusut kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
"Senin (13/5) bertempat di gedung Merah Putih KPK, tim penyidik telah selesai memeriksa saksi Nayunda Nabila," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (14/5/2024).
Baca Juga
Ali menyebut, Nayunda dicecar oleh penyidik KPK mengenai dirinya yang mendapat bayaran dari SYL.
Advertisement
Diketahui, Nayunda sempat disewa oleh SYL sebagai biduan berkedok entertainment untuk mengisi acara di Kementerian Pertanian (Kementan). Dia disewa dengan bayaran Rp100 juta.
"Saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain dugaan adanya aliran sejumlah uang dari tersangka SYL selaku Mentan," ujar Ali.
Dalam sidang perkara pemerasan dan gratifikasi SYL, terungkap adanya aliran uang senilai Rp100 juta untuk membayar biduan berkedok hiburan. Uang tersebut dibayar SYL dengan menggunakan biaya Kementan.
Hal tersebut disampaikan mantan koordinator substansi rumah tangga Kementerian Pertanian (Kementan), Arief Sopian. Dia mengaku membayar penyanyi tersebut kemudian ditransfer melalui rekening atas nama Rezky atas arahan Sekjen Kementan, Kasdi Subagyono. Hanya saja Arief mengaku tidak mengenal sosok Rezky.
Sidang Syahrul Yasin Limpo, Saksi Sebut Ada Kewajiban Pengumpulan Uang di Kementan
Sementara itu, sidang perkara pemerasan dan gratifikasi Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengungkapkan adanya kewajiban pengumpulan uang yang dilakukan pada lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan).
Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Hermanto yang dihadirkan oleh Jaksa KPK dalam sidang lanjutan perkara SYL.
Mulanya jaksa ingin mengkonfirmasi adanya kewajiban pengumpulan uang di luar kedinasan pada lingkungan Kementan. Hal tersebut kemudian diakui oleh Hermanto, hanya saja arahan pengumpulan bukan diterima langsung dari SYL.
"Selama saksi menjabat di Sesdirjen ya, pernahkah saksi baik secara langsung mendengar dari Pak Syahrul Yasin Limpo atau gradasi berjenjang melalui Pak Sekjen, saat itu kan sudah Pak Kasdi ya, maupun Pak Ali Jamil selaku Dirjen saksi pada saat itu ya, terkait dengan adanya kewajiban-kewajiban yang di luar kedinasan tetapi itu sifatnya adalah pengumpulan-pengumpulan uang maupun barang, pernah mendengar atau pengalami itu?," tanya Jaksa di ruang sidang PN Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (8/5/2024).
"Mendengar dan mengalami tapi bukan langsung dari Pak Menteri," ujar Hermanto
"Saksi mendengar atau mengetahuinya dari siapa," tanya lagi Jaksa.
"Dari Sekjen (Kasdi Subagyono), Dirjen (Ali Jamil)," kata Hermanto.
Hermanto menyebut penyampaian adanya kewajiban pengumpulan uang itu didengarnya dua bulan setelah pelantikan pada April lalu.
Mulanya kewajiban pengumpulan itu disampaikan oleh Kasdi kepada Hermanto melalui sambungan telepon. Perintahnya agar soal itu segera dilakukan.
"Bagaimana penyampaikan Pak Kasdi itu," tanya Jaksa.
"Untuk segera selesaikan," ucap saksi.
"Segera selesaikan? Apa ini yang diselesaikan?," tanya lagi Jaksa.
"Misalnya ada kewajiban ini harus segera dikumpulkan," ungkap saksi.
Salah satu contoh kewajiban itu yakni diperuntukkan guna Dinas SYL dan keluarganya di Brazil dan kegunaan lainnya.
"Misalnya kita ada iuran untuk keberangkatan ke Brazil misalkan, di luar yang dari perjalanan dinas, ada tambahan, harus di-cover yang tentunya tidak tersedia anggarannya di POK (Petunjuk Operasional Kegiatan), di DIPA (Daftar Isian Perancangan Anggaran)," terang Hermanto.
Advertisement
Saksi Ungkap SYL Bebankan Perjalanan Dinas Luar Negeri dan Dalam Negeri ke Anak Buahnya
Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Hermanto juga mengungkapkan adanya beban perjalanan dinas luar negeri Syahrul Yasin Limpo yang dibebankan ke anak buahnya.
Saat persidangan, Jaksa menanyakan adanya perjalanan dinas luar negeri SYL ke tiga negara, di antaranya Brazil, Amerika, dan Arab Saudi. Masing-masing perjalanan dinas itu memiliki nominal yang berbeda-beda.
"Ada perjalanan ke Brazil," tanya Jaksa di ruang sidang.
"Saya lupa kapan bulannya, itu kurang lebih Rp600 juta," ungkap Hermanto.
"Kemudian, Brazil, Amerika, itu kita diberi beban Rp200 juta, kemudian dari Brazil, Amerika, kemudian Arab Saudi itu kita dibebankan Rp1 Miliar," sambung dia.
Hermanto menjelaskan perjalanan dinas SYL diperoleh dengan cara dikumpulkan di masing-masing Direktorat Kementerian Pertanian dengan nilai yang dibagi rata.
Sementara untuk di Direktorat PSP, pengumpulan uang itu berasal dari arahan Sekjen Kementan.
"Prosesnya sama, melalui pak sekjen, pak dirjen, lalu ke saya. Lalu kadang pak sekjen kadang-kadang ke saya telepon. Kemudian pak biro umum minta juga, biasanya seperti itu pak mekanismenya," terang Hermanto.
"Rp600 juta ke Brazil ini siapa yang menyerah waktu itu? Apakah tunai," tanya jaksa.
"Yang waktu itu menyerahkan ke biro umum, Kabag umum kita," ucap Hermanto.
Saksi mengaku kegunaan perjalanan dinas SYL ke berbagai luar negeri itu tidak tau. Dia hanya tau hak tersebut merupakan bagian dari kegiatan menteri.
Reporter: Rahmat Baihaqi
Sumber: Merdeka.com