Pengganguran Usia Muda, karena Adanya Kesenjangan Keahlian?

Data dari Kementerian Ketenagakerjaan pada 2014 angkatan kerja yang berpendidikan SMP ke bawah sekitar 63,65 persen yang kemudian turun menjadi 53,44 persen pada 2023.

oleh Ika Defianti diperbarui 01 Jul 2024, 18:48 WIB
Diterbitkan 01 Jul 2024, 18:21 WIB
Kerjasama Tim Kantor
Ilustrasi Staff Kantor Bekerja Bersama Berkolaborasi / by freepik

Liputan6.com, Jakarta Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ada sebanyak 9,9 juta anak muda Indonesia berusia 15 sampai 24 tahun atau Gen Z yang tidak bekerja atau bahkan mendapatkan pelatihan. Gen Z merupakan generasi yang lahir pada rentang tahun 1997 sampai 2012.

Direktur Eksekutif Center of Economics and Law Studies Bhima Yudhistira Adhinegara menyatakan solusi utama banyaknya pengangguran usia muda ini terletak pada upaya pemerintah untuk mencegah terjadinya deindustrialisasi prematur. 

"Karena pasca-reformasi industri manufaktur ini sebenarnya semakin melemah porsinya dibandingkan dengan sektor jasa," kata Bhima kepada Liputan6.com. 

Bhima menyebut jika porsi terhadap PDB industri manufaktur sekarang ini tinggal 18-19 persen saja. Angka tersebut mengalami penurunan jika dibandingkan sebelum era reformasi yang mencapai 25 persen terhadap PDB.

"Maka ini menjadi salah satu kekhawatiran karena anak muda ini banyak nganggur enggak terserap di sektor formal khususnya di industri yang sifatnya padat karya. Jadi bagaimana sekarang caranya pemerintah dengan berbagai insentif, dengan berbagai stimulus, dengan berbagai subsidi ini bisa menarik lebih banyak minat investor di sektor industri padat karya," papar dia.

Industri padat karya yang dimaksud yaitu pakaian jadi, alas kaki, produksi elektronik, hingga komponen otomotif. Kemudian Bhima menyatakan adanya kesenjangan keahlian yang dibutuhkan oleh industri dengan lulusan dari perguruan tinggi dan juga dari sekolah vokasi.

"Jadi gapnya masih sangat lebar, sehingga banyak perusahaan-perusahaan yang merekrut misalnya tenaga kerja asing, ataupun juga lebih banyak misalnya melakukan robotisasi di sektor-sektor industri pengolahan dibandingkan melakukan rekrutmen secara besar-besaran," papar dia.

 

Kartu Prakerja Dinilai Tak Membantu Atasi Pengangguran

Saat ini lanjut dia, dengan berkembangnya teknologi para lulusan sekolah-sekolah kejuruan dituntut dapat memenuhi keahlian yang dibutuhkan. Atau anak muda dituntut dapat melakukan kerja bersama dengan teknologi yang lebih modern.

"Oleh karena itu fasilitas pendidikan, adanya balai latihan kerja juga. Banyak kasus balai latihan kerja mesinnya sudah ada, tapi trainernya atau guru yang melatihnya, pembimbingnya itu tidak mencukupi. Jadi masih ada masalah serius di balai latihan kerja padahal jumlahnya ada tiga ratusan di seluruh Indonesia," jelas Bhima.

Sementara itu, Bhima juga menegaskan saat ini kartu prakerja yang disediakan oleh pemerintah bukanlah jawaban untuk mengatasi pengangguran yang ada. Sebab selama ini mereka yang memperoleh kartu prakerja itu tidak mendapatkan kejelasan dapat bekerja di mana.

Seharusnya setelah pemberian uang saku setelah pelatihan pemerintah atau selaku pengelola kartu prakerja dapat mempertemukan antara lulusan kartu prakerja dengan pasar tenaga kerja. Kenyataannya banyak para lulusan kartu prakerja berakhir menjadi pengangguran.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya