Ketua Dewan Pertimbangan Partai Nasdem Jenderal Purn Endriartono Sutarto menyatakan, partainya akan memperjuangkan hak prajurit TNI untuk bisa memilih pada saat pemilu digelar sebagimana hak warga negara lainnya. Targetnya, bila tahun 2014 Prajurit TNI tidak boleh mengikuti pemilu, maka tahun 2019 prajurit TNI harus sudah bisa mengikuti pemilu untuk bisa memilih wakil rakyat dan presiden.
"Kita (Partai NasDem) akan mendukung dalam rangka itu bagian dari demokrasi. 2014 belum bisa digunakan, harusnya 2019 prajurit sudah mendapatkan haknya kembali untuk memilih," kata Endriartono kepada Liputan6.com di Jakarta, Kamis (25/4/2013).
Ketika zaman orde baru, jelas Mantan Panglima TNI ini, prajurit TNI tidak dibolehkan memilih saat pemilu tetapi diberikan hak untuk duduk sebagai Anggota DPR. Namun, pascareformasi, ketika TNI tidak duduk lagi di parlemen maka sudah seharusnya kini Prajurit TNI bisa memilih pada saat pemilu.
"Dulu zaman orde baru TNI tidak memilih namun mereka diberi hak duduk sebagai anggota DPR. Kompensasinya ada perwakilan di DPR. Sekarang di DPR tidak ada, hak itu tidak dikembalikan," tuturnya.
Namun, lanjut Endriartono, meskipun nantinya prajurit TNI boleh memilih wakil rakyat dan presiden secara langsung tetapi tetap prajurit TNI tidak boleh berpolitik praktis seperti halnya masuk ke dalam partai politik maupun ikut kampanye partai politik. Artinya prajurit TNI hanya diberikan hak politiknya saat berada di dalam Tempat Pemungutan Suara (TPS) saja.
"TNI tetap tidak boleh berpolitik praktis. Kalau saya sebagai komandan menyuruh anak buah saya untuk menusuk partai tertentu, itu saya sudah politik praktis, melanggar Undang-Undang. Maka ada sangsinya untuk saya, pecat misalnya. Tidak boleh kampanye, tidak boleh ikut masuk partai politik, dia hanya datang ke TPS, tusuk selesai. Itu yang akan kita perjuangkan," pungkasnya. (Mut)
"Kita (Partai NasDem) akan mendukung dalam rangka itu bagian dari demokrasi. 2014 belum bisa digunakan, harusnya 2019 prajurit sudah mendapatkan haknya kembali untuk memilih," kata Endriartono kepada Liputan6.com di Jakarta, Kamis (25/4/2013).
Ketika zaman orde baru, jelas Mantan Panglima TNI ini, prajurit TNI tidak dibolehkan memilih saat pemilu tetapi diberikan hak untuk duduk sebagai Anggota DPR. Namun, pascareformasi, ketika TNI tidak duduk lagi di parlemen maka sudah seharusnya kini Prajurit TNI bisa memilih pada saat pemilu.
"Dulu zaman orde baru TNI tidak memilih namun mereka diberi hak duduk sebagai anggota DPR. Kompensasinya ada perwakilan di DPR. Sekarang di DPR tidak ada, hak itu tidak dikembalikan," tuturnya.
Namun, lanjut Endriartono, meskipun nantinya prajurit TNI boleh memilih wakil rakyat dan presiden secara langsung tetapi tetap prajurit TNI tidak boleh berpolitik praktis seperti halnya masuk ke dalam partai politik maupun ikut kampanye partai politik. Artinya prajurit TNI hanya diberikan hak politiknya saat berada di dalam Tempat Pemungutan Suara (TPS) saja.
"TNI tetap tidak boleh berpolitik praktis. Kalau saya sebagai komandan menyuruh anak buah saya untuk menusuk partai tertentu, itu saya sudah politik praktis, melanggar Undang-Undang. Maka ada sangsinya untuk saya, pecat misalnya. Tidak boleh kampanye, tidak boleh ikut masuk partai politik, dia hanya datang ke TPS, tusuk selesai. Itu yang akan kita perjuangkan," pungkasnya. (Mut)