Liputan6.com, Jakarta - Pada Kamis (17/10/2024), langit pagi Indonesia sebagian besarnya diprediksi cerah berawan, berawan, berawan tebal, hujan ringan, hujan sedang.
Seperti itulah prakiraan cuaca Indonesia hari ini, hal ini seperti dilaporkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Baca Juga
Kemudian pada siang hari nanti, sebagian wilayah Indonesia diprakirakan BMKG bakal berawan tebal, di antaranya Banda Aceh, Gorontalo, Samarinda, Tarakan, Bandar Lampung, Ambon, Manokwari, Pekanbaru, dan Padang.
Advertisement
Hujan dengan intensitas ringan diprediksi turun di beberapa wilayah Indonesia pada siang hari nanti, di antaranya Banjarmasin, Palangkaraya, Tanjung Pinang, Ternate, Kota Jayapura, Manado, dan Medan.Â
Selanjutnya malam hari nanti, cuaca Indonesia sebagiannya diprediksi cerah, cerah berawan, berawan, berawan tebal, hujan ringan, hujan sedang, dan hujan petir.
Sementara hujan ringan diprediksi turun di wilayah Denpasar, Gorontalo, Palangkaraya, Pekanbaru, Manado, dan Medan. Hujan petir diprediksi akan turun di Jambi. Dan Hujan sedang turun di Ambon.
Berikut informasi prakiraan cuaca Indonesia selengkapnya yang dikutip Liputan6.com dari laman resmi BMKG www.bmkg.id:
 Kota |  Pagi |  Siang |  Malam |
 Banda Aceh |  Berawan Tebal |  Berawan Tebal |  Berawan |
 Denpasar |  Cerah Berawan |  Berawan |  Hujan Ringan |
 Serang |  Berawan |  Berawan |  Cerah |
 Bengkulu |  Berawan Tebal |  Berawan |  Berawan Tebal |
 Yogyakarta |  Berawan |  Cerah Berawan |  Cerah Berawan |
 Jakarta Pusat |  Berawan Tebal |  Berawan |  Berawan |
 Gorontalo |  Berawan Tebal |  Berawan Tebal |  Hujan Ringan |
 Jambi |  Berawan Tebal |  Berawan |  Hujan Petir |
 Bandung |  Cerah Berawan |  Cerah Berawan |  Cerah Berawan |
 Semarang |  Berawan Tebal |  Cerah Berawan |  Cerah |
 Surabaya |  Berawan Tebal |  Cerah Berawan |  Cerah Berawan |
 Pontianak |  Berawan |  Berawan |  Berawan |
 Banjarmasin |  Hujan Ringan |  Hujan Ringan |  Berawan |
 Palangkaraya |  Berawan Tebal |  Hujan Ringan |  Hujan Ringan |
 Samarinda |  Berawan Tebal |  Berawan Tebal |  Berawan Tebal |
 Tarakan |  Hujan Sedang |  Berawan Tebal |  Berawan |
 Pangkal Pinang |  Berawan |  Cerah Berawan |  Cerah Berawan |
 Tanjung Pinang |  Cerah Berawan |  Hujan Ringan |  Cerah Berawan |
 Bandar Lampung |  Berawan Tebal |  Berawan Tebal |  Cerah Berawan |
 Ambon |  Cerah Berawan |  Berawan Tebal |  Hujan Sedang |
 Ternate |  Berawan |  Hujan Ringan |  Berawan |
 Mataram |  Berawan |  Berawan |  Cerah Berawan |
 Kupang |  Cerah |  Kabut |  Cerah Berawan |
 Kota Jayapura |  Berawan |  Hujan Ringan |  Berawan |
 Manokwari |  Berawan Tebal |  Berawan Tebal |  Berawan Tebal |
 Pekanbaru |  Hujan Ringan |  Berawan Tebal |  Hujan Ringan |
 Mamuju |  Berawan |  Berawan |  Berawan |
 Makassar |  Cerah Berawan |  Cerah Berawan |  Cerah Berawan |
 Kendari |  Berawan Tebal |  Cerah Berawan |  Cerah Berawan |
 Manado  |  Berawan Tebal |  Hujan Ringan |  Hujan Ringan |
 Padang |  Berawan Tebal |  Berawan Tebal |  Berawan Tebal |
 Palembang |  Berawan Tebal |  Berawan |  Cerah Berawan |
 Medan |  Berawan |  Hujan Ringan |  Hujan Ringan |
BMKG Lampung: Fenomena La Nina Tingkatkan Curah Hujan, Waspada Banjir dan Tanah Longsor
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Kelas I Radin Intan II Lampung memprediksi peningkatan curah hujan sepanjang Oktober hingga November 2024. Kondisi ini diperkirakan akan memicu potensi bencana hidrometeorologi, terutama di daerah-daerah rawan.
Kasi Data dan Informasi BMKG Stasiun Meteorologi Radin Intan II, Rudi Harianto, menjelaskan bahwa fenomena La Nina menjadi penyebab utama peningkatan curah hujan di wilayah Indonesia, termasuk Lampung.
 "La Nina memperkuat angin pasat timur yang membawa uap air lebih banyak dari Samudra Pasifik ke Indonesia. Akibatnya, peluang hujan di wilayah Lampung meningkat sekitar 10-20 persen, sehingga musim hujan akan lebih basah dari biasanya," kata Rudi kepada wartawan, Selasa (15/10/2024).
Rudi juga mengingatkan bahwa peningkatan curah hujan tersebut berpotensi memicu bencana hidrometeorologi, seperti banjir dan tanah longsor, terutama di wilayah-wilayah rawan di Lampung.
Berdasarkan data BMKG Lampung, bencana banjir tercatat sebagai ancaman paling sering terjadi pada Oktober-November dalam 20 tahun terakhir (2003-2023). Dampak dari bencana ini meliputi banyaknya rumah terendam serta tingginya jumlah pengungsi.
"Selain banjir, bencana seperti tanah longsor dan cuaca ekstrem juga kerap terjadi, meskipun dampaknya tidak sebesar banjir. Kebakaran hutan jarang terjadi pada periode ini karena memasuki musim hujan," ungkapnya.
Menurut data statistik bencana Provinsi Lampung dari 2003 hingga 2024, Kota Bandar Lampung mencatatkan jumlah kerusakan tertinggi, terutama pada fasilitas umum, pendidikan, dan kesehatan.Â
Daerah lain yang turut mengalami dampak signifikan adalah Lampung Selatan dan Tanggamus, terutama dalam hal jumlah korban dan kerusakan rumah.
"Wilayah dengan populasi besar cenderung mengalami dampak bencana yang lebih besar, baik dari segi frekuensi kejadian maupun kerusakan yang ditimbulkan," jelas dia.
BMKG mengimbau masyarakat untuk selalu waspada terhadap potensi bencana hidrometeorologi selama periode hujan ini. Rudi menyarankan, warga yang tinggal di daerah rawan bencana untuk lebih memperhatikan kondisi lingkungan sekitar, seperti memastikan saluran air tidak tersumbat.
"Kami juga mendorong pemerintah daerah untuk melakukan perbaikan infrastruktur, seperti pendalaman dan pelebaran sungai, guna mencegah luapan air saat hujan lebat," tambahnya.
Masyarakat diimbau untuk terus memperbarui informasi terkait bencana melalui platform resmi BMKG, seperti website, aplikasi, atau media sosial.
Advertisement
Hujan Lebat Terjadi Pada Musim Kemarau di Lampung, Ini Penjelasan BMKG
Meski musim hujan diprediksi baru akan terjadi pada pertengahan Oktober 2024 nanti. Namun, di sejumlah wilayah di Provinsi Lampung selama dua hari terakhir selalu diguyur hujan. Mengapa fenomena seperti itu dapat terjadi? Berikut penjelasan dari BMKG Lampung. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Lampung menyatakan bahwa fenomena itu dapat terjadi karena adanya Gelombang Rossby hingga memicu munculnya hujan deras disertai angin kencang dan petir meski di musim kemarau.
"Untuk Provinsi Lampung belum memasuki musim hujan, kami memprediksi musim hujan dimulai bulan Oktober ataupun November 2024. Jadi yang terjadi sejak kemarin itu dipengaruhi oleh fenomena gelombang Rossby dan juga perlambatan udara di wilayah Lampung," kata Prakirawan BMKG Lampung, Ramadhan Nurpambudi, Kamis (26/9/2024).
 Ramadhan menerangkan, adanya fenomena Gelombang Rossby ini sangat berdampak terhadap pola cuaca yang ada di sejumlah wilayah Lampung. "Gelombang atmosfer ini mempengaruhi pergerakan sistem tekanan dan distribusi kelembapan udara, yang pada akhirnya memicu pembentukan awan-awan hujan di berbagai wilayah. Seiring dengan adanya gelombang Rossby, peningkatan kelembapan udara basah terpantau pada lapisan atmosfer di ketinggian 700mb hingga 500mb," terangnya.Â
Kondisi ini, dijelaskannya bahwa sangat mendukung terjadinya konveksi kuat, sehingga awan hujan cenderung lebih mudah terbentuk dan berkembang secara aktif. Dia juga menyatakan bahwa pengaruh tekanan rendah di perairan barat Sumatera pun berperan besar dalam memicu gangguan cuaca di wilayah Lampung.Â
"Tekanan rendah ini menarik masa udara lembap dari Samudera Hindia ke wilayah daratan, meningkatkan potensi hujan lebat di beberapa titik. Kombinasi dari kelembapan tinggi di lapisan 700mb dan 500mb serta pola angin yang terpengaruh oleh sistem tekanan rendah ini menciptakan lingkungan atmosfer yang sangat kondusif untuk pembentukan awan-awan hujan yang meluas," jelas dia.
Dengan adanya fenomena itu, BMKG Lampung mempredikisi sepekan ke depan, sejumlah daerah di Lampung akan mengalami peningkatan intensitas hujan dengan intensitas sedang hingga lebat. Oleh karena itu, masyarakat Lampung diperingatkan untuk tetap waspada terhadap potensi banjir dan gangguan cuaca. Terlebih, di daerah-daerah yang rawan terjadi hujan lebat diserta angin kencang. "Fenomena ini diperkirakan akan terjadi selama sepekan, ini merupakan akibat dari interaksi kompleks antara Gelombang Rossby, kelembapan udara yang tinggi, dan tekanan rendah di sekitar perairan Sumatera," pungkasnya.