Liputan6.com, Jakarta - Pesisir menjadi wilayah langganan terdampak abrasi, penurunan tanah (land subsidence) dan banjir rob. Tak terkecuali di Tangerang. Berdasarkan keterangan warga yang tinggal di pesisir, salah satu dampak nyata terjadinya abrasi di laut Tangerang, adalah hilangnya mata pencaharian.
Rudianto (35) Ketua RT 06 Kejaron 11, Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji mengungkap, warga yang dulunya memiliki empang kini harus rela kehilangan sebab menjadi korban abrasi.
“Rumah serta empang milik warga yang dulunya berdiri kokoh tak jauh dari tepi pantai kini harus berpindah jauh dari bibir laut, menjauh dari ancaman air yang semakin mendekat,” ujar Rudianto kepada media, Sabtu (25/1/2025).
Advertisement
Dia mengaku, sejak tahun 2000-an, air laut mulai merangsek lebih jauh ke daratan, bahkan mengancam keberadaan empang yang menjadi tumpuan hidup sebagian warga. Ia mengingat, perubahan daratan pinggir laut yang kini telah berubah menjadi air laut sepenuhnya.
“Hampir 1 kilometer yang dahulu daratan, kini telah menjadi perairan. Air sudah mulai ke sini, karena abrasi dekat empang itu," tambah Rudianto.
Rudianto menyatakan, perubahan wilayah membuat sebagian besar warga memiliki empang memilih untuk tidak lagi merawatnya. Sebab usaha itu sia-sia jika nantinya harus digusur oleh air laut yang terus bergerak maju.
“Desa Kohod kini menjadi saksi bisu. Dulu, wilayah ini adalah rumah bagi banyak keluarga yang menggantungkan hidupnya pada laut dan empang, namun kini mereka harus menghadapi kenyataan pahit bahwa tanah yang mereka huni semakin tergerus oleh waktu dan alam,” keluh Rudianto.
Banyak Faktor Penyebab
Akibat abrasi di pesisir Tangerang, Pemerintah Kabupaten Tangerang mencatat sejak 1995-2015, lebih kurang 579 hektare lahan alias tanah daratan hilang. Diketahui, banyak faktor yang mengakibatkan abrasi, di antaranya pembukaan lahan hutan mangrove untuk dijadikan tambak.
Padahal, di era 80-90an salah satu desa di pesisir Kabupaten Tangerang yakni Desa Marga Mulya terdapat lahan pertanian semangka dengan hasil yang berkualitas dan memiliki nilai ekonomi tinggi. Namun akibat abrasi, lahan tersebut kini sudah hilang tertutup air.
Problem ini mencapai tahap kritis jika tidak cepat ditanggulangi dan mengancam 50 juta jiwa yang tinggal di Pulau Jawa. Berdasarkan data yang diterbitkan Kemenko Bidang Perekonomian 2024, dampak kerugian ekonomi mencapai Rp2,1 triliun dan akan terus meningkat hingga Rp10 triliun dalam 10 tahun ke depan.
Advertisement