Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Amelia Anggraini mengusulkan agar penempatan TNI aktif di jabatan sipil didasarkan pada latar belakang pendidikan dan latar objektif.
Hal tersebut disampaikan Amelia dam rapat kerja antara Komisi I DPR RI dengan Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto terkait Revisi Undang-Undang nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Advertisement
Baca Juga
"Kami mengusulkan agar penempatan anggota TNI dalam jabatan sipil ini diatur melalui peraturan panglima dengan ketentuan bahwa mereka harus memenuhi kriteria standar kelayakan objektif," kata Amelia, Kamis (13/3/2025).
Advertisement
Amelia mengingatkan, kesesuaian pendidikan prajurit TNI dibutuhkan agar pekerjaan yang dilakukan relevan dan menghindari terjadinya kecemburuan di antara Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Misalnya, latar belakang pendidikan atau kesarjanaan yang relevan. Langkah ini penting, Pak, untuk memastikan bahwa sistem meritrokrasi tetap berjalan dengan baik, serta menghindari potensi kecemburuan di kalangan ASN terkait penempatan tersebut," jelas Amelia.
Selain itu, adanya ketentuan pendidikan juga untuk membuktikan bahwa penempatan TNI di jabatan sipil bukan karena dwi fungsi, melainkan karena kompetensi.
"Selain itu tentu saja kebijakan ini bertujuan untuk menegaskan bahwa penempatan TNI di jabatan sipil bukan semata-mata karena jabatan militer mereka, tapi betul-betul didasarkan pada kompetensi yang dapat dipertanggungjawabkan secara profesional," ujar Amelia.
Saat ini Komisi I DPR RI bersama dengan pemerintah tengah membahas Revisi Undang-Undang nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI).
Adapun dalam RUU TNI tersebut nantinya akan diatur mengenai kedudukan prajurit TNI aktif di jabatan sipil.
Baca juga Kontroversi Letkol Teddy Indra Wijaya: Seskab atau TNI, Dilema Jabatan Ganda?
Posisi Letkol Teddy Sebagai Seskab Dinilai Langgar UU TNI, Harus Mundur dari Militer
Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) TB Hasanuddin menyatakan, posisi Letkol Teddy Indra Wijaya sebagai Sekretaris Kabinet (Seskab) melanggar Pasal 47 Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Politikus PDIP itu mengingatkan, dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU TNI yang baru, prajurit TNI aktif hanya boleh mengisi jabatan sipil di 15 kementerian atau lembaga.
TB Hasanuddin mengaku sempat dimintai pendapat oleh pihak Istana pada Oktober 2024 terkait rencana pengangkatan Mayor Teddy sebagai Seskab tanpa harus mengundurkan diri dari militer.
"Saat itu saya menyarankan agar jika ingin mempertahankan status militer Mayor Teddy, maka posisinya sebaiknya ditempatkan di Sekretariat Militer. Ada beberapa jabatan di sana, seperti Kepala Biro Umum, Kepala Biro Tanda Pangkat, dan Kepala Biro Tanda Jasa dan Kehormatan. Kalau mau ya, ditambahkan saja satu Kepala Biro Sekretariat Kabinet di bawah Sekretariat Militer. Itu sesuai dengan Undang-Undang TNI Pasal 47," kata TB Hasanuddin dalam keterangannya, Rabu (12/3/2025).
Berdasarkan pernyataan Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi, Seskab berada di bawah Kementerian Sekretariat Negara, bukan di bawah Sekretariat Militer. Pernyataan tersebut juga diperkuat oleh Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigjen Wahyu Yudhayana.
Oleh karena itu, kata TB, Letkol Teddy Indra Wijaya harus mundur dari jabatan Sekretaris Kabinet saat ini. Pasalnya, prajurit aktif hanya boleh mengisi jabatan sipil di 15 kementerian atau lembaga.
"Maka sesuai aturan, Teddy harus mundur dari prajurit TNI. Ini jelas tidak termasuk dalam Pasal 47 UU TNI," tegas Tb Hasanuddin.
TB Hasanuddin menegaskan perlunya konsistensi dalam menjalankan undang-undang dan aturan hukum agar tidak menimbulkan polemik. Selain itu demi menjaga netralitas dan profesionalisme TNI.
Dalam pasal 47 ayat 2 berbunyi, prajurit aktif dapat menduduki jabatan sipil yang sebelumnya hanya di 10 K/L, dalam DIM baru ini menjadi 15 K/L. Lima penambahan ini adalah KKP, BNPB, BNPT, Keamanan Laut, dan Kejaksaan.
Advertisement
Imparsial: Militer Aktif Isi Jabatan Sipil Mengarah Otoritarianisme
Peneliti Senior Imparsial dan Ketua Badan Harian Centra Initiative, Al Araf, membeberkan sejumlah alasan militer aktif tidak boleh untuk menjabat di jabatan sipil. Ini terkait dengan revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Berdasarkan data yang dimiliki Imparsial, jumlah militer aktif yang mengisi jabatan sipil sudah melampaui apa yang diatur dalam Undang-Undang TNI saat ini. Karena, ada sekitar 2.500 militer aktif yang mengisi jabatan sipil.
Dalam pemerintahan Prabowo-Gibran, salah satu prajurit TNI yang aktif menduduki jabatan sipil adalah Mayor Teddy Indra Wijaya yang kini menjabat Sekretaris Kabinet.
"Yang paling kontroversial adalah pengangkatan Mayor Teddy sebagai seskab yang diubah di bawah sekretaris militer, karena seskab jabatannya ditaruh di bawah militer. Perdebatan pelik dan kompleks jelas melanggar UU TNI," kata Al Araf dalam rapat bersama Komisi I DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (4/3/2025).
Dalam pandangan Imparsial, normalisasi militer dalam kehidupan sipil bisa berbahaya karena mengarah kepada otoritarianisme.
"Jangan lakukan normalisasi militer di dalam kehidupan sipil di negara demokrasi, karena kalau itu kita akan mengarah ke sekuiritisasi, dan sekuiritisasi mengarah ke otoritarianisme,” kata Al Araf.
