Liputan6.com, Jakarta - DPR dalam hal ini Komisi I DPR RI diketahui tengah membahas revisi Undang-Undang atau revisi UU TNI bersama dengan pemerintah. Komisi I DPR RI pun angkat bicara.
Salah satunya Anggota Komisi I DPR RI Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin memastikan bahwa pengambilan keputusan terkait Rancangan Undang-Undang tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) tidak akan dipercepat.
Advertisement
Baca Juga
"Ya masih (panjang pembahasannya) enggak, no no no. Jadi saya dapat informasi apakah sekarang selesai pada tingkat 1, tidak, baru akan hari ini dimulai membahas tingkat 1. begitu ya, clear ya, baru istilahnya dibentuk panja antara pemerintah dengan DPR hari ini. Bukan diketok hari ini, kami belum membahas DIM," kata TB Hasanuddin, di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 11 Maret 2025.
Advertisement
Belakangan muncul isu, RUU TNI ini ingin segera disahkan sebelum Lebaran. Namun, TB Hasanuddin membantah anggapan itu.
"Ya, saya memahami. Tapi buat saya pribadi, ya kalau ada tugas ya kita selesaikan segera. Tidak usah di-lambat-lambatkan. Tidak usah juga di-cepat-cepat-kan," ujar dia TB Hasanuddin kepada wartawan di Hotel kawasan Jakpus, Sabtu 15 Maret 2025.
Selain itu, Anggota DPR Komisi I Fraksi Partai Kebangkiran Bangsa (PKB) Syamsu Rizal mengingatkan pentingnya menjaga keseimbangan antara optimalisasi peran TNI dan prinsip supremasi sipil dalam isu perluasan penempatan prajurit TNI di ranah sipil.
"Penempatan prajurit TNI di ranah sipil harus tetap melalui pembahasan dan pertimbangan yang matang agar masyarakat tidak antipati dengan TNI dan memunculkan gejolak di tengah masyarakat," ujar Rizal dalam keterangannya, Rabu 12 Maret 2025.
Wakil Ketua Komisi I DPR Dave Akbarshah Fikarno Laksono pun menegaskan pembahasan Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) tidak akan bertele-tele.
Sebab, kata Dave, undang-undang dibutuhkan untuk melayani masyarakat. Sehingga, Komisi I DPR dan pemerintah tidak akan bertele-tele dalam pembahasan revisi UU TNI.
"Ya kita enggak mau bertele-tele aja. Ini kan undang-undang kebutuhan masyarakat, kita kan memang hadir di sini untuk melayani masyarakat," kata Dave .
Sementara itu, Ketua Komisi I DPR Utut Adianto menegaskan revisi ini dikaji secara mendalam melalui Panitia Kerja (Panja). Panja ini membahas pasal demi pasal, termasuk usulan dari DPR maupun pemerintah. Ada tiga klaster utama yang dibahas.
Berikut sederet pernyataan Komisi I DPR RI terkait revisi UU TNI dihimpun Tim News Liputan6.com:
1. Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin Sebut Revisi UU TNI Tak Akan Ngebut
Anggota Komisi I DPR RI, Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin, memastikan bahwa pengambilan keputusan terkait Rancangan Undang-Undang tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) tidak akan dipercepat.
"Ya masih (panjang pembahasannya) enggak, no no no. Jadi saya dapat informasi apakah sekarang selesai pada tingkat 1, tidak, baru akan hari ini dimulai membahas tingkat 1. begitu ya, clear ya, baru istilahnya dibentuk panja antara pemerintah dengan DPR hari ini. Bukan diketok hari ini, kami belum membahas DIM," kata TB Hasanuddin, di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 12 Maret 2025.
Dia menegaskan bahwa tidak ada isu terkait RUU TNI yang akan dipercepat menjelang masa reses DPR. Menurutnya, tidak ada kebut-kebutan dalam pembahasan RUU tersebut.
"InsyaAllah sekarang tidak ada kebut-kebutan ya, takut kecelakaan di jalan musim hujan banyak yang licin dan sebagainya," tutur Politikus PDIP ini.
Belakangan, muncul isu, RUU TNI ini ingin segera disahkan sebelum Lebaran. Namun, anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDIP, TB Hasanuddin, membantah anggapan itu.
"Ya, saya memahami. Tapi buat saya pribadi, ya kalau ada tugas ya kita selesaikan segera. Tidak usah di-lambat-lambatkan. Tidak usah juga di-cepat-cepat-kan," ujar dia TB Hasanuddin kepada wartawan di Hotel kawasan Jakpus, Sabtu 15 Maret 2025.
TB Hasanuddin menerangkan, pembahasan revisi UU TNI harus dilakukan dengan cermat. Rapat Panja ini sudah berlangsung sejak Jumat 14 Maret 2025 pukul 13.30 WIB dan pembahasan masih terus berlanjut. Sejauh ini, baru sekitar 40 persen Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang berhasil diselesaikan.
"Yang paling penting dalam membuat undang-undang itu aturannya adalah prosedur cara membuatnya. Ya, prosedurnya tidak boleh dilewatkan," ucap dia.
Dia mengatakan bahwa dia tidak terlalu memikirkan tentang kapan pekerjaan harus selesai. Baginya, yang penting adalah menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan tepat waktu.
"Soal nanti, apakah sebelum hari raya selesai atau sudah, saya tidak melihat ke situ ya. Ya kalau misalnya setelah hari raya selesai, ya sudah plong. Atau sebelum hari raya juga selesai, ya plong juga. Karena kan secara pribadi misalnya saya ada tugas lagi nanti misalnya di RUU penggunaan ruang udara. Kemudian juga RUU penyiaran belum selesai, itu masih satu. Kemudian juga RUU misalnya yang lain-lain lah. Kalau saya, buat saya pribadi, as soon as possible itu lebih bagus," ungkap dia.
Dia mengatakan bahwa keputusan tentang pensiun telah dibuat secara gradual, bukan secara tiba-tiba. Menurutnya, anggota TNI yang sudah dekat dengan usia pensiun akan langsung pensiun, sedangkan yang masih kurang satu tahun akan diberi perpanjangan.
"Kemarin sudah diputuskan untuk secara gradual. Jadi tidak serta-merta. Mungkin yang sekarang umurnya sekian sudah dekat mepet dengan pensiun, ya langsung pensiun. Ada yang kurang satu tahun ya ditambah dan sebagainya. Secara pasti, saya lupa urut-urutannya. Tapi catatan valid saya ada. Kemudian dari bidang dirjen anggaran sudah dihitung juga kemarin itu tidak ada hambatan," ucap TB Hasanuddin.
"Dengan catatan, kan biasanya pensiun ini terus kan. Jadi tiap tahun bahkan tiap hari ada yang pensiun. Sesuai dengan umur masing-masing. Dan kemudian tentu akan menjadi bahan pertimbangan nanti input dan outputnya. Kira-kira seperti itu," sambung dia.
Advertisement
2. Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin Bahas soal Pasal
Kemudian, TB Hasanuddin mengungkapkan, ada beberapa pasal yang menarik dalam DIM RUU TNI. Yaitu ada di pasal 7, pasal 47, dan pasal 53.
"Pasal 7 misalnya soal operasi militer selain perang ada penambahan ayat, dari 14 menjadi 17 ayat," kata TB Hasanuddin, dalam keterangan resmi.
Dalam penambahan ayat ini, ayat 15 berbunyi membantu pemerintah dalam upaya menanggulangi ancaman siber. Lalu, ayat 16 berbunyi, membantu pemerintah dalam melindungi dan menyelamatkan WNI serta kepentingan nasional di luar negeri.
"Sementara, ayat 17 berbunyi, membantu pemerintah dalam menangulangan penyalahgunaan narkotika, precursor, dan zat adiktif lainya," ungkapnya.
Sementara untuk pasal 47, ayat 1 dijelaskan prajurit menduduki jabatan sipil bisa pensiun dini atau mengundurkan diri. Kemudian di ayat 2, mengatur prajurit aktif dapat menduduki jabatan sipil yang sebelumnya hanya di 10 K/L, dalam DIM baru ini menjadi 15 K/L.
"Lima penambahan ini adalah Kelautan dan Perikanan, Penanggulangan Bencana, Penangulangan Terorisme, Keamanan Laut, dan Kejaksaan. Kelimanya diatur dengan Undang Undang,” papar TB Hasanuddin.
Sementara, untuk pasal 39 tidak ada perubahan, aturan ini berbunyi melarang prajurit TNI untuk terlibat dalam kegiatan bisnis.
"Hal ini menunjukkan pentingnya mempertahankan larangan tersebut untuk menjaga fokus dan integritas TNI dalam menjalankan perannya sebagai alat pertahanan negara," ucapnya.
Selain itu, pasal 53 ayat 2 soal batas usia pensiun prajurit sebagaimana dimaksud ayat 1 diatur dengan ketentuan maksimal sebagai berikut:
- Tamtama 56 tahunb
- Bintara 57 tahun
- Perwira sampai Letnan Kolonel 58 tahun
- Kolonel 59 tahun
- Perwira bintang 1 paling tinggi 60 tahun
- Perwira bintang 2 paling tinggi 61 tahun
- Perwira bintang 3 paling tinggi 62 tahun
Dalam proses revisi UU TNI, TB Hasanuddin menjamin pembahasan akan berjalan normal tanpa terburu-buru. Dia menegaskan, saat ini DPR belum membahas Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) secara tuntas dan akan berhati-hati dalam proses revisi untuk menghindari kesalahan.
Dia pun menyampaikan, perkembangan rapat di luar kompleks Parlemen soal Revisi UU TNI sudah selesai 40 persen. Namun menurut catatannya, pekerjaan rumah yang diselesaikan masih banyak karena total ada 92 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dalam beleid tersebut.
"Semalam kita baru bisa menyelesaikan sekitar 40 persen dari jumlah DIM. Saya tidak hafal persis kira-kira seperti itu. Itu yang kita selesaikan dari 92 DIM," kata TB Hasanuddin, Sabtu 15 Maret 2025.
Hasanuddin menjelaskan, hari ini adalah rapat lanjutan dari kemarin. Dia mengungkap, rapat pada hari pertama mendiskusikan secara intens tentang umur dan masa pensiun.
"Dibicarakan, kemudian juga dihitung variable-variable gimana kalau bintara, tamtama pensiun umur sekian dan sebagainya," ungkap Hasan.
Hasan membeberkan soal cara pensiun anggota TNI diputuskan untuk dilakukan secara gradual atau berjenjang. Artinya tidak dalam satu gelombang serempak mereka yang memasuki masa purna dilakukan pada hari yang sama.
"Mungkin yang sekarang umurnya sekian sudah dekat mepet dengan pensiun, ya langsung pensiun. Ada yang kurang satu tahun ya ditambah (masa dinasnya) dan sebagainya," ucap Hasanuddin.
Hasanuddin memastikan, berakhirnya masa dinas anggota sudah diukur secara matang dan Dirjen Anggaran sudah berhitung agar hak para anggota saat pensiun dapat ditunaikan tanpa hambatan.
"Bidang dirjen anggaran sudah dihitung juga kemarin itu tidak ada hambatan. Karena biasanya pensiun ini terus kan. Jadi tiap tahun bahkan tiap hari ada yang pensiun. Sesuai dengan umur masing-masing," TB Hasanuddin menandasi.
3. Anggota Komisi I DPR RI Syamsu Rizal Sebut Penempatan Prajurit Aktif di Sipil Harus Ditimbang Matang
Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) terus bergulir. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Komisi I Fraksi Partai Kebangkiran Bangsa (PKB), Syamsu Rizal, mengingatkan pentingnya menjaga keseimbangan antara optimalisasi peran TNI dan prinsip supremasi sipil dalam isu perluasan penempatan prajurit TNI di ranah sipil.
"Penempatan prajurit TNI di ranah sipil harus tetap melalui pembahasan dan pertimbangan yang matang agar masyarakat tidak antipati dengan TNI dan memunculkan gejolak di tengah masyarakat," ujar Rizal dalam keterangannya, Rabu 12 Maret 2025.
Rizal mengatakan, ruang bagi personel aktif TNI untuk menduduki jabatan sipil harus disertai pembatasan ketat. Hal ini bertujuan mencegah tumpang tindih wewenang dan intervensi militer di ranah pemerintahan.
"Fungsi TNI sebagai garda depan pertahanan negara. Jangan sampai peran itu tumpang tindih dengan profesionalisme di ranah sipil," ujar Rizal.
Rizal menambahkan, penempatan individu dalam satu jabatan harusnya didasarkan prinsip meritokrasi. Selain itu ada analisis kebutuhan spesifik tertentu menjadi bagian dari analisis kerja dan analisis jabatan, sehingga kelihatan bahwa formasi internal suatu unit kerja memiliki kualifikasi tertentu.
Analisis inilah yang menjadi dasar dari permintaan untuk disetujui presiden. "Jadi bukan orientasi bagi-bagi jabatan atau orientasi 'cuan', tapi tetap pada semangat pengabdian," kata Rizal.
Berdasarkan ketentuan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI disebutkan bahwa prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun diri dari dinas aktif keprajuritan.
Prajurit aktif hanya boleh menjabat di 10 Kementerian/Lembaga tertentu yakni pada kantor yang membidani koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen negara, Mahkamah Agung, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertanahan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional dan Narkotika Nasional.
"Jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, memang hanya lembaga dengan fungsi teknis terkait pertahanan dan lainnya yang dapat dipertimbangkan untuk melibatkan personel aktif TNI. Itu pun dengan syarat kompetensi dan transparansi seleksi yang terukur," ujar Rizal.
Rizal menegaskan, apabila ada usulan perluasan penempatan prajurit TNI, masukan dari berbagai pihak harus tetap didengar dan dipertimbangkan agar keputusan yang diambil telah mempertimbangkan berbagai hal.
Saat ini, Komisi I masih mengumpulkan masukan dari akademisi, organisasi masyarakat sipil, hingga pakar hukum untuk memastikan revisi UU TNI berjalan transparan dan mengakomodir kepentingan publik.
"Pembahasan ini harus dilakukan dengan hati-hati untuk mempertahankan kesatuan dan keutuhan bangsa. Bagaimanapun, jangan melupakan esensi reformasi TNI pasca-Orde Baru, di mana netralitas dan profesionalisme militer adalah kunci keberhasilan demokrasi Indonesia," pungkasnya.
Advertisement
4. Anggota Komisi I DPR RI Gavriel Novanto Pastikan Ada Batasan Militer-Sipil Agar Tak Tumpang Tindih
Anggota Komisi I DPR RI dari Partai Golkar, Gavriel Novanto mengungkap, salah satu aspek utama dalam revisi UU TNI adalah penegasan batas yang lebih rigid terhadap peran TNI di luar tugas-tugas pertahanan.
"Revisi ini untuk memastikan bahwa prajurit aktif hanya dapat menduduki jabatan tertentu sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan, sehingga tidak terjadi tumpang tindih kewenangan dengan instansi lain," kata Gavriel dalam keterangan tertulis, Kamis 13 Maret 2025.
Soal kekhawatiran kembalinya dwifungsi TNI ekses revisi UU TNI, Gavriel menjelaskan DPR tetap berkomitmen menjunjung tinggi supremasi sipil. Menurut dia, revisi UU TNI ini justru hendak mengatur batasan yang jelas mengenai kedudukan dan tugas-tugas pokok TNI, termasuk kementerian atau lembaga apa saja yang boleh diisi oleh prajurit aktif.
"Sebenarnya hanya perluasan saja. Penambahannya pun sangat terbatas, hanya ditambah 5, karena UU TNI yang berlaku saat ini sudah mengatur ada 10 lembaga sipil yang boleh diisi oleh prajurit aktif," ucap Gavriel.
Gavriel mengungkap, revisi UU TNI juga akan menyesuaikan batas usia pensiun prajurit yang diatur berdasarkan kepangkatan masing-masing. Dia menyatakan, hal itu dilakukan untuk menghindari stagnasi dalam sistem kepemimpinan, serta memperlancar proses regenerasi di tubuh TNI.
"Penyesuaian usia pensiun juga perlu dilakukan untuk mencerminkan penghargaan atas pengabdian prajurit dalam menjaga kedaulatan negara.Jika batas usia pensiun diseragamkan untuk semua tingkatan, justru akan menghambat dinamika organisasi dan pembinaan karier prajurit, serta bisa membebani keuangan negara," beber Gavriel.
Gavriel berharap, revisi UU TNI ini dapat diterima oleh masyarakat luas karena bertujuan untuk memperkuat profesionalisme TNI.
"Revisi UU TNI menyesuaikan dengan kebutuhan pertahanan modern, serta memastikan keberlanjutan kepemimpinan yang efektif dalam institusi TNI," dia menandasi.
5. Kata Anggota Komisi I DPR Nurul Arifin dan Farah Puteri Nahlia
Anggota Komisi I DPR, Nurul Arifin menyatakan pihaknya siap mencermati rencana revisi terhadap Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Dia menuturkan, Fraksi Golkar kini tengah menilik Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) revisi UU TNI yang telah diterima DPR dari pemerintah.
"Kami di Fraksi Golkar siap untuk membahas dan melakukan revisi UU TNI agar lebih relevan dengan perkembangan zaman," kata dia dalam keterangannya, Kamis (13/3/2025).
Menurut Nurul, terdapat beberapa pasal yang menjadi perhatian utama, yakni Pasal 3, Pasal 7, Pasal 47, dan Pasal 53.
"Ada beberapa pasal yang menjadi perhatian utama kami, tetapi kami juga akan menyisir pasal-pasal lain yang masuk dalam revisi," ucap dia.
Nurul memaparkan, di Pasal 3 dalam UU TNI perlu mendapatkan perhatian khusus karena berkaitan dengan koordinasi dan kedudukan TNI dalam struktur pemerintahan, terutama dalam hubungan dengan Presiden dan Kementerian Pertahanan.
Sementara itu, lanjut dia, Pasal 7 yang mengatur tugas pokok TNI, termasuk operasi militer selain perang, juga menjadi bagian yang perlu dikaji lebih dalam.
Beberapa tugas seperti penanganan separatisme bersenjata, pemberontakan, hingga pengamanan objek vital nasional menjadi poin yang harus disesuaikan dengan tantangan pertahanan modern.
"Tugas pokok TNI harus dikontekstualisasikan dengan kondisi saat ini, di mana tantangan pertahanan dan keamanan negara semakin kompleks," klaim Nurul.
Selain itu, kata dia, di Pasal 47 yang mengatur mengenai posisi prajurit dalam jabatan sipil juga menjadi perhatian. Nurul menyoroti aturan bahwa prajurit hanya bisa menduduki jabatan sipil setelah pensiun atau mengundurkan diri, dengan beberapa pengecualian untuk jabatan tertentu.
"Perlu ada penyesuaian dalam aturan ini agar tetap sejalan dengan prinsip profesionalisme TNI, sekaligus mempertimbangkan kebutuhan nasional," papar Nurul.
Saat ini, usia pensiun perwira ditetapkan 58 tahun, sedangkan untuk bintara dan tamtama 53 tahun. Namun, revisi yang diusulkan akan membuat usia pensiun lebih bervariasi sesuai dengan pangkat masing-masing prajurit.
Menurut Nurul, usulan ini bertujuan untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman serta memastikan efektivitas dan efisiensi dalam regenerasi kepemimpinan di tubuh TNI.
"Kami ingin memastikan bahwa aturan mengenai usia pensiun ini tetap memberikan keseimbangan antara regenerasi di tubuh TNI dan pengalaman yang dimiliki prajurit senior," tutur dia.
Nurul menegaskan, revisi UU TNI ini bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan profesionalisme TNI, sehingga institusi pertahanan negara ini dapat lebih adaptif dalam menghadapi berbagai tantangan di masa depan.
"Kami ingin memastikan bahwa TNI tetap relevan dengan perkembangan zaman, baik dari segi teknologi, strategi pertahanan, maupun kebijakan yang berkaitan dengan ketahanan nasional," pungkasnya.
Sementara itu, perpanjangan usia pensiun diharapkan dapat memberikan ruang bagi personel yang masih produktif untuk terus berkontribusi dalam menjaga kedaulatan negara.
“Kami setuju dengan penambahan usia pensiun karena pada usia 60-an, seseorang masih memiliki daya pikir yang tajam dan kemampuan fisik yang baik, terlebih bagi personel TNI yang sejak muda sudah terbiasa dengan pola hidup sehat dan menjaga kebugaran tubuh," ujar Anggota Komisi I DPR RI, Farah Puteri Nahlia dikutip Sabtu 15 Maret 2025.
Dia menjelaskan, salah satu tantangan utama dari perpanjangan usia pensiun adalah korelasi antara peningkatan usia dengan produktivitas yang diberikan oleh para perwira tinggi TNI.
Oleh karena itu, perlu dipastikan bahwa asesmen tambahan diterapkan secara ketat untuk memastikan bahwa setiap kenaikan pangkat diberikan kepada personel best of the best, sesuai dengan prinsip meritokrasi (merit system).
Kemudian, dia melanjutkan, peningkatan usia pensiun harus sejalan dengan peningkatan kontribusi nyata kepada negara, terutama bagi perwira tinggi berpangkat bintang dua ke atas, yang memiliki peran strategis dalam pengambilan kebijakan pertahanan.
"Transparansi dalam kenaikan pangkat harus diperkuat, sehingga tidak terjadi promosi yang hanya didasarkan pada kepentingan tertentu, melainkan benar-benar berdasarkan kompetensi, integritas, dan rekam jejak pengabdian," ucap dia.
Menurut Farah, dalam perspektif anggaran, perpanjangan usia pensiun TNI akan berimplikasi pada kenaikan biaya pegawai, termasuk gaji, tunjangan kesehatan, tunjangan jabatan, dan hak-hak lainnya yang ditanggung oleh negara. Hal ini perlu dipertimbangkan secara matang agar tidak menimbulkan ketimpangan antara alokasi belanja pegawai dan modernisasi alutsista.
"Fokus pada modernisasi alutsista dan penguatan postur pertahanan nasional. Oleh karena itu, perlu dikaji apakah penambahan usia pensiun ini akan mempengaruhi kemampuan negara dalam membangun sistem pertahanan yang lebih modern," tambah Farah.
Dia mengungkapkan, salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan adalah dampak perpanjangan usia pensiun terhadap regenerasi kepemimpinan di internal TNI. Saat ini, terdapat banyak perwira menengah dan tinggi yang masih memiliki masa dinas yang panjang, khususnya jenderal bintang satu dan dua.
"Bagaimana dengan jenjang karier perwira muda yang potensial? Jika masa pensiun diperpanjang, maka proses regenerasi dalam kepemimpinan TNI juga akan semakin panjang. Kemudian juga bagaimana strategi TNI dalam memastikan pembinaan kader tetap berjalan dengan baik, sehingga kesempatan promosi tidak hanya terbatas pada mereka yang lebih senior?," kata dia.
Perpanjangan usia pensiun, kata dia, semestinya diiringi dengan perbaikan sistem pembinaan kader, sehingga kepemimpinan di tubuh TNI tetap segar, dinamis, dan siap menghadapi tantangan global yang semakin kompleks.
Selain itu, sebagai bagian dari reformasi TNI, perlu dipertimbangkan juga apakah dengan adanya perpanjangan usia pensiun, maka persyaratan untuk menjadi jenderal juga harus diperkuat.
"Perlukah kriteria baru seperti pengalaman strategis, pelatihan khusus, serta rekam jejak kepemimpinan di level operasional dan kebijakan nasional sebagai bagian dari asesmen? Kebijakan ini harus dipastikan tidak hanya memperpanjang masa dinas, tetapi juga meningkatkan kualitas kepemimpinan TNI ke depan," dia menandaskan.
Advertisement
6. Wakil Ketua Komisi I DPR Dave Laksono Tegaskan Pembahasan Tak Akan Bertele-tele
Wakil Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Dave Akbarshah Fikarno Laksono menegaskan pembahasan Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) tidak akan bertele-tele.
Sebab, kata Dave, undang-undang dibutuhkan untuk melayani masyarakat. Sehingga, Komisi I DPR dan pemerintah tidak akan bertele-tele dalam pembahasan revisi UU TNI.
"Ya kita enggak mau bertele-tele aja. Ini kan undang-undang kebutuhan masyarakat, kita kan memang hadir di sini untuk melayani masyarakat," kata Dave di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu 12 Maret 2025.
Dave optimistis revisi UU TNI bisa dituntaskan sebelum masa reses DPR. Diketahui, masa reses DPR RI pada 20 Maret 2025.
"Kan masih ada sekitar, Minggu ini sama Minggu depan ya, kalau kita keburu ya kita selesaikan," ucap Dave.
Namun, menurutnya, yang terpenting saat ini proses pembahasan revisi UU TNI sesuai dengan tahapan. Semua tahapan dipastikan dilalui sesuai aturan.
"Sekarang lagi proses pembahasan kita akan konsinyering lalu segera masuk ke rapat Tim Perumus (Timus) dan Tim Sinkronisasi (Timsin), segera mungkin lah kita enggak mau bertele-tele tetapi semua prosesnya itu harus dilalui," jelas Dave.
7. Ketua Komisi I DPR Utut Adianto Beberkan 3 Isu yang Dibahas dalam Revisi UU TNI
Pembahasan revisi Undang-Undang TNI di Komisi I DPR RI terus bergulir. Sejumlah isu krusial dibahas mulai dari perubahan usia prajurit, peran TNI dalam operasi militer selain perang (OMSP), hingga hubungan antara Kementerian Pertahanan dan TNI sendiri.
Ketua Komisi I DPR Utut Adianto menegaskan revisi ini dikaji secara mendalam melalui Panitia Kerja (Panja). Panja ini membahas pasal demi pasal, termasuk usulan dari DPR maupun pemerintah. Ada tiga klaster utama yang dibahas.
"Apa Panja? Supaya juga dipahami Panja itu, bahas pasal per pasal, baik yang tetap yang usul DPR maupun usulan pemerintah. Kalau ditanya klaster tiga, soal kedudukan Kemhan dan TNI, kemudian soal lingkup baru yang TNI boleh tetap aktif, terus yang terakhir soal usia prajurit," kata dia kepada wartawan, Sabtu 15 Maret 2025.
Utut membeberkan, poin utama revisi ini adalah perpanjangan usia pensiun prajurit secara bertahap. Dia menyebut kebijakan ini didasari prinsip keadilan, mengingat usia pensiun Tamtama dan Bintara selama ini dianggap terlalu dini.
"Kalau usia menurut hemat saya ini bagian dari keadilan. Tantama Bintara selama ini lima tiga, sekarang diperpanjang berjenjang," ujar dia.
Dalam forum ini, Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu serta Sekjen Kemenkeu Heru Pambudi turut memberikan masukan terkait dampak kebijakan tersebut terhadap keuangan negara.
"Intinya, ketika bahas usia kan, Saudara Menteri Keuangan meneliti kira-kira membebani keuangan negara atau tidak. Nah artinya dari sisi keuangan negara oke, kita sudah cross check dengan Wamenkeu Anggito Abimanyu yang hadir disini. Sekjennya Heru Pambudi yang dulu Dirjen Beacukai," ujar dia.
Bagian lain, kata Utut, mengenai penambahan peran TNI dalam OMSP, khususnya dalam operasi pemberantasan narkotika. Utut membantah kekhawatiran publik akan adanya potensi tumpang tindih antara tugas Polri dengan TNI ke depan.
Dia menegaskan tugas Polri tetap dalam ranah penegakan hukum dan keamanan dalam negeri, sementara TNI akan lebih fokus pada aspek pertahanan, termasuk penjagaan perbatasan.
"Itu diatur peraturan negara. Ini kan memang banyak pertanyaan. Nanti tumpang tindih sama Polri. Tidak, kalau Polri kan Kamtibmas atau penegak hukumnya. Kalau ini kan memang kita butuh, termasuk yang di perbatasan negara. Kan memang udah, kita harus jaga di sana," terang dia.
Dia menegaskan mekanisme pelibatan TNI dalam OMSP akan diatur lebih rinci melalui peraturan pemerintah atau peraturan presiden.
"Penjelasannya masih 19 penjelasan yang harus bisa kita jelasin di sini, di batang tubuh atau kita jelasin nanti melalui peraturan pemerintah atau peraturan presiden. Yang jelas kan kalau yang existing, babnya ada 11, pasalnya 78. Nah kalau dim sekarang ini 91. Apa bedanya pasal sama DIM? Nggak semua pasal, hanya satu. Kadang ada tiga, empat, dan seterusnya," ujar dia.
"Ini termasuk juga mempertegas, kalau dulu kan undang-undang ini berdasarkan ada kaitannya dengan Tap MPR. Sekarang kan sudah tidak. Sekarang berdasarkan yang 2004," dia menambahkan.
Dalam pembahasan revisi ini, Utut menegaskan DPR tetap memiliki peran konsultatif dalam pengambilan keputusan terkait 17 jenis OMSP yang diatur.
"Kalau peran kita lebih konsultatif. Kan semua ide sudah dituangkan di sini. Yang saya perlu sampaikan ke teman-teman, janganlah khawatir berlebihan. Tetapi kalau keberpihakan saya nggak bisa omong. Tentu saudara-saudara punya bos masing-masing, konsep Dewan Redaksinya seperti apa ya saya nggak bisa omong cuman please kita sesama anak bangsa tidak saling menjelekkan. Kalau orang kayak saya pasti niatannya baik," ucap dia.
Dia menggarisbawahi, pembahasan revisi UU TNI saat ini masih dalam tahap perundingan tingkat I, yang melibatkan empat kementerian terkait: Kementerian Pertahanan, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Keuangan, serta Kementerian Sekretariat Negara.
"Raker itu perundingan tingkat 1. Perundingan tingkat 1 itu antara Menteri yang ditugaskan dengan DPR. Menteri yang ditugaskan ada 4. Menteri Hukum, itu yang soal peraturan perundangan. Menteri Keuangan yang kaitan dengan budget. Terus Menteri Pertahanan selaku usernya sendiri. Dan satu lagi, Menteri Sekretariat Negara," kata Utut.
Advertisement
