Liputan6.com, Jakarta- Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco membantah isu bahwa pembahasan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) dilakukan ngebut.
“Tidak ada kebut-mengebut dalam revisi UU TNI. Kita tahu bahwa revisi UU TNI ini sudah berlangsung dari berapa lama ya, berapa bulan lalu. Dan itu kemudian dibahas di komisi I termasuk kemudian mengundang partisipasi publik,” kata Dasco di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (17/3/2025).
Baca Juga
Dasco menegaskan, pembahasan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang digelar pada Jumat-Sabtu atau 14-15 Maret di Hotel Fairmont, Jakarta, digelar terbuka dan bukan diam-diam.
Advertisement
“Kedua bahwa tidak ada kemudian rapat terkesan diam-diam. Karena rapat yang dilakukan di hotel itu adalah rapat terbuka. Boleh dilihat diagenda rapatnya. Rapat diadakan terbuka,” kata dia.
Menurut Dasco, rapat Panja Konsinyering digelar sesuai mekanisme dan tidak melanggar aturan. Bahkan juga sudah mengikuti efisiensi anggaran.
“Konsinyering dalam setiap pembahasan UU itu memang ada aturabnya dalam aturan pembuatan UU dan tidak menyalahi mekanisme yang ada. Walaupun rencananya 4 hari disingkat jadi 2 hari dalam rangka efisiensi,” pungkasnya.
Sebelumnya, Anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin menyebut tak ada lagi rapat pembahasan di hari ini, Minggu (16/3/2025) di Hotel Fairmont. “Minggu tak ada acara,” kata Hasanuddin saat dikonfirmasi, Minggu (16/3/2025).
Hasanuddin menyebut pembahasan RUU TNI akan dilanjukan pada Senin (17/3/2025) besok di DPR. “Hari Senin,” ungkapnya.
KontraS Kritik Keras RUU TNI
Diketahui, salah satu pihak yang memberikan kritik keras adalah Komisi Untuk Orang Hilang Dan Korban Tindak Kekerasan atau KontraS.
Terkait hal ini, Ketua Komisi I DPR, Utut Adianto buka suara.
"Kalau kontras memang dari awal nggak setuju. Nah ini kan keberpihakan, pertanyaannya begini terus," kata Utut kepada wartawan, Sabtu (15/3/2025)
Utut mengklaim pihaknya telah mengundang Kontras untuk berdiskusi, namun organisasi itu menolak hadir karena merasa hanya akan dijadikan stempel legitimasi.
"KontraS nggak setuju, kita undang dia nggak mau karena merasa akan jadi stempel saja bahasanya. Mereka menilai yang lebih dibutuhkan sekarang undang-undang yang berhubungan dengan peradilan militer atau bidangnya," ujar dia.
Di sisi lain, lokasi pertemuan yang dinilai tak mencerminkan semangat efisiensi anggaran. Utut juga menepis tudingan tersebut. Menurutnya, pemilihan hotel sebagai lokasi rapat bukanlah hal baru.
"Kalau di sini kan konsinyering. Kamu tahu arti konsinyering? Konsinyering itu dikelompokkan, gitu ya," ucap dia
Utut kemudian mengungkit sejumlah pembahasan undang-undang sebelumnya yang juga dilakukan di hotel mewah.
"Ya kalau itu pendapatmu. Kalau dari dulu coba kamu cek undang-undang kejaksaan di Hotel Sheraton, undang-undang perlindungan data pribadi di InterContinental, kok nggak kamu kritik," ucap Utut.
Advertisement
