Jaksa Agung: Korupsi di Indonesia Kronis

Jaksa Agung Basrief Arief menilai korupsi di Indonesia bagaikan penyakit kronis yang sulit disembuhkan.

oleh Edward Panggabean diperbarui 09 Des 2013, 12:28 WIB
Diterbitkan 09 Des 2013, 12:28 WIB
basrief-arief130503b.jpg
Jaksa Agung Basrief Arief menilai korupsi di Indonesia bagaikan penyakit kronis yang sulit disembuhkan. Karena itu Indonesia kerap tertinggal jauh dari negara-negara berkembang dalam pemberantasan korupsi.

"Korupsi bagaikan penyakit kronis yang sulit disembuhkan. dapat dikatakan tindak pidana korupsi di Indonesia sudah begitu meluas dan terus meningkat dari tahun ke tahun, jumlah kasus, jumlah kerugian keuangan negara maupun modus operandinya," kata Basrief saat upacara peringatan Antikorupsi Internasional di Kejagung, Jakarta, Senin (9/12/2013).

Penilaian Basrief bukan tanpa sebab. Berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang dikeluarkan Lembaga Transparency International Indonesia (TII) pada 2010, Indonesia menduduki peringkat 110 dari 178 negara dengan nilai indeks 2,8.

"Pada tahun 2011 peringkat 100 dari 182 negara dengan indeks 3,0 dan pada tahun 2012 peringkat 118 dari 176 negara dengan nilai indeks 32. Dari 27 negara di regional Asia Pasifik, Indonesia berada diperingkat 18 tepat di bawah Timor Leste, dan untuk di ASEAN Indonesia di atas negara Vietnam, Kamboja, Laos dan Myanmar," beber Basrief.

"Kondisi ini menunjukkan bahwa Indonesia membutuhkan upaya perbaikan dalam pemberantasan korupsi," sambung dia.

Basrief berharap, melalui peringatan Hari Antikorupsi Sedunia 2013 yang bertemakan 'Mewujudkan Indonesia Bersih, Transparan, Tanpa Korupsi' menggambarkan keinginan besar dari seluruh elemen bangsa, untuk mewujudkan Indonesia yang bersih dari segala bentuk korupsi, kolusi, dan nepotisme.

"Sejalan dengan tema tersebut, maka penindakan dan pencegahan korupsi harus dilakukan lebih intensif, efektif, dan masif sebagai sebuah gerakan nasional," terang Basrief.

Dia melihat korupsi merupakan salah satu fenomena hukum yang mendapat prioritas negara untuk diselesaikan, dan harus diberantas sampai ke akar-akarnya.

"Sebab, bahaya korupsi tidak hanya terkait dengan kerugian keuangan negara namun dapat mengganggu, bahkan mengguncang perekonomian negara dan stabilitas nasional, menghambat momentum pembangunan, dan menurunkan kepercayaan masyarakat dan dunia internasional terhadap proses penegakan hukum," beber Basrief.

Survei Global Corruption Barometer (GCB) 2013 yang dilakukan TII menyebutkan 3 lembaga terkorup di Asia Tenggara yakni kepolisian dengan jumlah 3,9%, parpol 3,6% dan pejabat publik 3,5%. Peradilan menempati urutan selanjutnya dengan 3,4%, serta parlemen dengan jumlah 3,3%.

Hasil survei di Indonesia memperlihatkan kepolisian sebagai lembaga terkorup dengan indikasi sebesar 4,5% yang disusul parlemen. Sementara peradilan berada di posisi ketiga dengan indikasi sebesar 4,4%, dan parpol dengan angka 4,3%. (Mut/Ism)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya