Liputan6.com, Jakarta: Indigo adalah fenomena baru kehidupan manusia yang memiliki ketajaman indra keenam. Kini, kehadiran mereka yang dianggap aneh sudah diterima masyarakat. Bahkan di Jakarta, mulai terbentuk kelompok yang khusus menangani mereka.
Annisa Rania Putri, salah satu anak indigo. Bocah berusia lima tahun ini belum menginginkan belajar di bangku sekolah. Baginya, sekolah bukanlah hal yang menarik. Namun, dia memiliki kemampuan lebih dari anak seusianya. Meski Annisa terlahir dan dibesarkan di Indonesia, dia mampu berbicara bahasa Inggris dengan dialek Amerika Serikat sejak mulai berbicara. Padahal, orang tuanya tidak memiliki kemampuan bahasa Inggris cukup baik.
Bocah cilik ini memang unik, selain kemampuannya berbahasa asing, dia mampu mengingat hal yang mustahil diingat manusia, seperti bagaimana dirinya dilahirkan. Annisa menganggap kemampuannya sebagai keajaiban dari Tuhan.
Lain lagi dengan Vincent Liong. Remaja yang duduk di bangku kelas dua sebuah sekolah menengah umum ini dikarunia kecerdasan filosofis yang tinggi. Vincent sudah menulis artikel psikologi dan spiritual dalam sudut pandang tak biasa sejak sekolah dasar. Kini bukunya diluncurkan oleh penerbit terkemuka dan dikagumi banyak kalangan. Bahkan, tulisannya pernah dimuat di halaman pembuka buku dari sastrawan terkemuka Indonesia, Pramudya Ananta Toer. Dua karangan filosofis lainnya juga siap beredar.
Vincent juga memiliki situs pribadi yang memuat tulisannya dan tengah dibahas ratusan membernya. Ketekunannya menulis tidak jarang mengundang masalah karena kerap mengkritik kalangan petinggi negara.
Menurut psikiater Tubagus Erwin Kusuma, fisik anak-anak indigo tak jauh berbeda dengan anak lainnya. Hanya batinnya saja yang condong lebih dewasa. Alhasil, anak-anak indigo sering memperlihatkan sifat orang dewasa, sangat cerdas, dan memiliki indra keenam yang sangat tajam. Anak indigo pada umumnya tidak menginginkan diperlakukan sebagai anak-anak. Bahkan tidak jarang mereka sering memberi nasihat kepada orang tua masing-masing.
Tubagus menambahkan, indigo bukanlah penyakit atau kelainan jiwa. Kendati demikian, ada yang menganggap fenomena indigo sebagai kelainan jiwa. Akibatnya penanganannya sering kali salah yang akan berdampak penderitaan sang anak. "Kalo bisa konsultasi untuk menghadapi anak-anak ini [indigo]," ujar Tubagus.
Pernyataan Tubagus diamini Rosini, indigo dewasa sekaligus pembimbing anak-anak indigo. "Ketika di masa anak-anak pemahaman spiritual sudah matang tapi belum diikuti penalaran," kata Rosini. Menurut dia, tugas orang dewasa untuk membimbing anak-anak itu agar penalaran dengan spiritualnya seimbang.
Sedangkan pemerhati masalah indigo Noorjanah Malik Fajar berharap, orang tua anak indigo memahami karakter anak tersebut. Di antaranya dengan mengikuti relaksasi. Dengan cara ini, orang tua akan memahami kondisi spiritual anak indigo agar tidak menganggap anaknya mengidap kelainan kejiwaan.(DNP/Yosie Harria, Hendro Wahyudi dan Taufik Maru)
Annisa Rania Putri, salah satu anak indigo. Bocah berusia lima tahun ini belum menginginkan belajar di bangku sekolah. Baginya, sekolah bukanlah hal yang menarik. Namun, dia memiliki kemampuan lebih dari anak seusianya. Meski Annisa terlahir dan dibesarkan di Indonesia, dia mampu berbicara bahasa Inggris dengan dialek Amerika Serikat sejak mulai berbicara. Padahal, orang tuanya tidak memiliki kemampuan bahasa Inggris cukup baik.
Bocah cilik ini memang unik, selain kemampuannya berbahasa asing, dia mampu mengingat hal yang mustahil diingat manusia, seperti bagaimana dirinya dilahirkan. Annisa menganggap kemampuannya sebagai keajaiban dari Tuhan.
Lain lagi dengan Vincent Liong. Remaja yang duduk di bangku kelas dua sebuah sekolah menengah umum ini dikarunia kecerdasan filosofis yang tinggi. Vincent sudah menulis artikel psikologi dan spiritual dalam sudut pandang tak biasa sejak sekolah dasar. Kini bukunya diluncurkan oleh penerbit terkemuka dan dikagumi banyak kalangan. Bahkan, tulisannya pernah dimuat di halaman pembuka buku dari sastrawan terkemuka Indonesia, Pramudya Ananta Toer. Dua karangan filosofis lainnya juga siap beredar.
Vincent juga memiliki situs pribadi yang memuat tulisannya dan tengah dibahas ratusan membernya. Ketekunannya menulis tidak jarang mengundang masalah karena kerap mengkritik kalangan petinggi negara.
Menurut psikiater Tubagus Erwin Kusuma, fisik anak-anak indigo tak jauh berbeda dengan anak lainnya. Hanya batinnya saja yang condong lebih dewasa. Alhasil, anak-anak indigo sering memperlihatkan sifat orang dewasa, sangat cerdas, dan memiliki indra keenam yang sangat tajam. Anak indigo pada umumnya tidak menginginkan diperlakukan sebagai anak-anak. Bahkan tidak jarang mereka sering memberi nasihat kepada orang tua masing-masing.
Tubagus menambahkan, indigo bukanlah penyakit atau kelainan jiwa. Kendati demikian, ada yang menganggap fenomena indigo sebagai kelainan jiwa. Akibatnya penanganannya sering kali salah yang akan berdampak penderitaan sang anak. "Kalo bisa konsultasi untuk menghadapi anak-anak ini [indigo]," ujar Tubagus.
Pernyataan Tubagus diamini Rosini, indigo dewasa sekaligus pembimbing anak-anak indigo. "Ketika di masa anak-anak pemahaman spiritual sudah matang tapi belum diikuti penalaran," kata Rosini. Menurut dia, tugas orang dewasa untuk membimbing anak-anak itu agar penalaran dengan spiritualnya seimbang.
Sedangkan pemerhati masalah indigo Noorjanah Malik Fajar berharap, orang tua anak indigo memahami karakter anak tersebut. Di antaranya dengan mengikuti relaksasi. Dengan cara ini, orang tua akan memahami kondisi spiritual anak indigo agar tidak menganggap anaknya mengidap kelainan kejiwaan.(DNP/Yosie Harria, Hendro Wahyudi dan Taufik Maru)