Liputan6.com, Bandung - Teknologi kendaraan roda empat di negara maju lebih modern ketimbang Indonesia. Bahkan pada model yang sama sekalipun, fitur-fiturnya bisa berbeda.
Anggapan umum masyarakat menilai hal ini disebabkan karena soal ekonomis. Maksudnya, daya beli masyarakat Indonesia cenderung rendah, sehingga jika fitur makin banyak maka harga bisa lebih mahal, dan pada akhirnya tidak bisa diserap pasar.
Baca Juga
Menurut General Manager Marketing Strategy PT Nissan Motor Indonesia (NMI), Budi Nur Mukmin, pertimbangan soal kelengkapan fitur tak semata soal harga, tapi juga terkait dengan infrastruktur yang ada pada negara yang bersangkutan.
"Fitur diadopsi atau tidak bukan melulu soal harga, tapi juga terkait infrastruktur," ujarnya, di sela acara Nissan Media Workshop 2016 di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (3/12/2016).
Ia mencontohkannya dengan fitur semi-otonomos. Dengan fitur ini, pada derajat tertentu, mobil bisa mengendalikan dirinya sendiri, dengan bantuan kamera atau sensor yang memindai lanskap sekitar.
Fitur ini masih sulit diterapkan di Indonesia karena semi-otonomos mensyaratkan infrastruktur yang baik, dari mulai marka jalan hingga rambu-rambu lalu lintas.
Ada pula teknologi listrik, atau mobil yang digerakkan dengan motor listrik. Teknologi ini bisa berjalan dengan baik selama ada infrastruktur pendukung, terutama stasiun pengisian mobil listrik.
Soal harga, menurut Budi, bisa diantisipasi jika penggunaannya semakin massal. Meski memang sebetulnya ada fitur yang terkesan canggih, padahal harganya relatif murah.
"Seperti hukum ekonomi, semakin banyak fitur ini (berteknologi tinggi dan harganya mahal) dipakai, cost-nya akan turun," tutup Budi.
Advertisement