Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menanggapi keputusan Filipina yang mengenakan bea masuk sebagai tindakan pengamanan (safeguard) terhadap kendaraan impor dalam hal ini mobil penumpang dan niaga ringan.
Kebijakan ini dikenakan dalam bentuk jaminan tunai, sebesar 70 ribu Peso atau setara Rp 20,2 juta per mobil penumpang impor dan 110 ribu Peso atau senilai Rp 31,8 juta per mobil niaga ringan.
Menperin Agus menyampaikan, perkembangan tersebut membuktikan daya saing industri otomotif Indonesia yang tinggi.
Advertisement
Baca Juga
"Penerapan safeguard tersebut menunjukkan bahwa Industri otomotif Indonesia di atas Filipina," ujarnya dalam siaran pers yang diterima Liputan6.com, Selasa (12/1).
Produksi kendaraan roda empat Indonesia pada 2019 mencapai 1.286.848 unit. Angka tersebut sangat jauh dibandingkan dengan produksi Filipina, yang hanya 95.094 unit.
Lebih lanjut, Agus mengatakan, perkembangan otomotif Indonesia menunjukkan tren yang menggembirakan.
"Dalam catatan saya, setidaknya akan masuk investasi senilai lebih dari Rp 30 Triliun ke Indonesia untuk sektor otomotif," jelas Menperin.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Jumlah ekspor
Selain itu, industri otomotif global memiliki Global Value Chain yang tinggi, sehingga perbedaan harga antar negara relatif rendah.
Dalam hal ini, Indonesia diuntungkan karena saat ini telah mampu mengekspor produk otomotif ke lebih dari 80 negara dengan rata-rata 200.000 unit per tahun.
"Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia makin terintegrasi dengan pasar dunia," imbuhnya.
Pada Januari hingga November 2020, Indonesia telah mengapalkan sebanyak 206.685 unit kendaraan Completely Build Up (CBU), 46.446 unit Completely Knock Down (CKD), serta 53,6 juta buah komponen kendaraan.
Terakhir, Menperin menekankan bahwa Filipina harus membuktikan bahwa memang terjadi tekanan pada industri otomotif di Filipina akibat impor produk sejenis dari Indonesia, sehingga perlu mengambil kebijakan penerapan safeguard bagi produk impor dari Indonesia.
"Ini disebabkan karena penerapan safeguard memiliki konsekuensi di WTO," pungkasnya.
Advertisement