4 Faktor Ahok Potensial Kalah di Pilkada DKI Versi LSI

Ada empat faktor yang bisa membuat Ahok gagal duduk di kursi DKI 1 untuk kali kedua.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 04 Okt 2016, 16:10 WIB
Diterbitkan 04 Okt 2016, 16:10 WIB
Ahok Pastikan Coblos Nomor 1
Ahok beserta istri Veronica Tan saat bersiap memasukkan surat suara ke dalam kotak. (Liputan6.com/ Faisal R Syam)

Liputan6.com, Jakarta - Lingkaran Survei Indonesia (LSI) milik Denny JA mengungkap tingginya potensi pasangan calon gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dan Djarot Saiful Hidayat kalah pada Pilkada DKI 2017. Ada empat faktor yang bisa membuat Ahok gagal duduk di kursi DKI 1 untuk kali kedua.

Peneliti LSI Adjie Alfaraby mengatakan, keempat masalah yang paling pekat adalah isu negatif soal kebijakan, isu personality atau kepribadian, isu agama dan etnis atau primordial, serta kemunculan sosok cagub-cawagub baru.

"Beberapa faktor itu kami dapat melalui hasil penelitian setelah sehari pendaftaran calon. Jadi sangat faktual dan diinginkan warga," tutur Adjie di Kantor LSI, Rawamangun, Jakarta Timur, Selasa (4/10/2016).  

Adjie menyebut, soal isu negatif terkait kebijakan, Ahok selama ini banyak menggalakkan aturan yang bahkan tampak tidak berpihak kepada rakyat kecil. Seperti soal penertiban, mulai dari pembongkaran Kampung Pulo, Pasar Ikan, Bukit Duri, Kalijodo, dan Kampung Luar Batang.

"Dari sisi kebijakan, Ahok mungkin benar‎. Dari isu yang berkembang dan perlawanan dari masyarakat, cara melakukan penertiban tidak dilakukan secara dialogis. Kontradiktif dengan Jokowi. Ahok lebih mementingkan komunitas ekonomi tertentu dibanding ekonomi bawah. Isu negatif terhadap kebijakan berpengaruh kepada tingkat kesukaan dan elektabitas," jelas dia.

Dari sisi personality, lanjut dia, Ahok kerap menunjukkan sikapnya yang meluap-luap dan tak pandang bulu saat marah. Hal itu juga menjadi faktor lain yang membuat warga tak memilihnya.

"Karakter yang kasar dan sering terlihat memaki pegawai di hadapan publik. Ahok juga dianggap sebagai sosok yang congkak. Dia dianggap arogan dari sisi kebijakan dan statement. Dia dinilai juga tidak konsisten. Di sini terkait banyaknya Ahok mengkritik parpol, tapi kemudian malah jadi memilih jalur partai," urai Adjie.

Soal isu agama dan etnis atau primordial, menurut dia, masih juga berkembang di masyarakat. Ada yang enggan memilih Ahok karena tidak ingin dipimpin non-muslim. Juga adanya ketakutan terkait isu perekonomian yang malah nanti dikuasai non-pribumi.

"Isu ini dimainkan oleh berapa kelompok. Survei LSI kurang lebih 40 persen pemilih tidak bersedia dipimpin oleh pemimpin non-muslim. Ini fakta yang ada di masyarakat. Jika dimainkan oleh lawan politik, ini bisa mematikan Ahok. Isu agama berpengaruh tapi tidak menentukan. Karena proporsinya 35 sampai 60 persen tidak terpengaruh isu ini," beber dia.

Yang terakhir, imbuh dia, adalah munculnya nama baru seperti Anies Baswedan dan Agus Yudhoyono, yang membuat warga mulai berpaling. Sosok baru yang masih fresh itu turut mempengaruhi penurunan elektabilitas Ahok.

"Jika yang muncul hari ini bukan sosok seperti Anies, Sandiaga, Agus, Sylvi, mungkin pertarungan dimenangkan Ahok. Namun Anies dan Agus dari sisi personality bisa dinilai fresh. Anies punya integritas dan track record sebagai menteri," ujar dia.

"Sosok Agus yang muncul di menit terakhir pun malah belum melakukan apa-apa sudah memiliki elektabilitas 19 persen. Ini cukup mengejutkan. Pesona pribadi Agus apakah itu dipengaruhi SBY, data ini menunjukkan Agus punya pesona di kelas menengah bawah," Adjie memungkas.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya