Survei PolMark: Warga Halmahera Tengah Tak Tergiur Politik Uang

Pada survei itu juga disebutkan dua alasan warga Halmehera Tengah mau ikut memilih dalam Pilbup.

oleh Hairil Hiar diperbarui 08 Feb 2017, 20:23 WIB
Diterbitkan 08 Feb 2017, 20:23 WIB
Ilustrasi Politik Uang
Ilustrasi Politik Uang

Liputan6.com, Ternate - PolMark Indonesia baru-baru ini melakukan survei Pilkada Kabupaten Halmahera Tengah. Dari survei yang dilaksanakan pada 23 hingga 27 Januari 2017 ditemukan dua tren isu tertinggi yang menjadi alasan pemilih setempat memilih calon bupati.

Direktur Operasional PolMark Indonesia Maikal Febriant mengemukakan alasan responden memilih calon bupati karena putra daerah, berada di posisi 14,5 persen. Sementara, alasan calon bupati merakyat di posisi kedua dengan persentase 13,9 persen, menyusul penyampaian visi misi para calon.

Pilkada Halmahera Tengah diikuti dua pasangan calon. Pasangan nomor urut 1 Mutiara T Yasin-Kabir Kahar (Mutiara-Berkah) dan nomor urut 2 Edi Langkara-Abd Rahim Odeyani (Elang-Rahim).

Dari hasil survei PolMark Indonesia menyebutkan, pasangan nomor urut 1 memiliki elektabilitas 34,1 persen dan pasangan nomor urut 2 memiliki elektabilitas 61,1 persen. Sisanya yang merahasiakan 2 persen dan tidak memberikan jawaban 2,7 persen.

Maikal mengatakan, survei ini dilakukan terhadap 440 responden. Seluruhnya warga Kabupaten Halmahera Tengah.

"Sampel ini diambil dari Kecamatan sampai KK, terdiri laki-laki 50 persen dan perempuan 50 persen," ucap Maikal, saat merilis hasil survei PolMark Indonesia, di Ternate, Rabu (8/2/2017).

Untuk popularitas calon, sebut Maikal, Edi Langkara mendapat 98,2 persen dan disuka 74,3 persen, Mutiara T Yasin mendapat 98,2 persen dan disuka 49,8 persen, Kadir Kahar dikenal 98 persen dan disuka 49,8 persen, serta popularitas Abd Rahim Odeyani 97,3 persen dan disuka 72 persen.

Dia mengungkapkan tren isu money politics atau politik uang di wilayah itu sejauh ini tidak memiliki pengaruh yang siginifikan dalam Pilkada. Menurut dia, hal ini dipengaruhi kesadaran yang sudah terbangun di benak dan pengetahuan masing-masing pemilih setempat.

"Berdasarkan data hasil suvei kita untuk sikap pemilih terhadap money politics, pada kuisioner pertanyaan normatif yang kita buat jika ada calon yang memberikan uang apakah bisa dibenarkan atau tidak, mereka menjawab tidak bisa dibenarkan sebanyak 87,5 persen, bisa dibenarkan 6,1 persen, dan tidak tahu tidak jawab 6,4 persen," sambung dia.

Maikal menambahkan hampir sebagian besar masyarakat pemilih di kabupaten itu sudah tahu bahwa money politics tidak dibenarkan. Para calon pemilih sudah mengetahui bahwa money politics bisa dipidanakan. 

"Untuk pertanyaan jika ada calon yang memberikan uang apa yang dilakukan, pemilih mengatakan menolak 77 persen, memilih karena uang 2,5 persen, menerima uang namun memilih sesuai keinginan 11,4 persen, dan tidak tahu tidak jawab sebanyak 9,1 persen," ujar Maikal.

"Dari hasil ini kami berkesimpulan bahwa money politics di Halmahera Tengah tidak akan mengubah suara karena presentasi berdasarkan survei hanya 2,5 persen," tambah dia.

Dia mengatakan, berdasarkan waktu pelaksanaan pemilihan Pilkada serentak seluruh Indonesia yang tinggal 7 hari lagi, sulit bagi pasangan calon untuk mengubah posisinya. 

"Jadi untuk ukuran Pilkada, pemilih di Kabupaten Halmahera Tengah sudah mengerucut kepada dua kandidat calon kepala daerah tersebut. Karena di beberapa daerah lain undervote-nya baru 15 persen, sementara di Halmahera Tengah sudah 45 persen," ucap dia.

Maikal mengatakan, survei lembaga yang dipimpin Eep Saifullah Fatah sebagai Direktur Utama itu melakukan survei di kabupaten setempat menggunakan metode acak bertingkat atau multistage random sampling dengan margin of error 4,8 persen, dan tingkat kepercayaan 65 persen.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya