Antisipasi Wabah Covid-19 saat Pilkada, Bawaslu Rekomendasikan Skenario Ini

Bawaslu menyebutkan tidak ada istilah penundaan pemilihan kepala daerah (pilkada) dalam Undang-Undang Nomor 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

oleh Liputan6.com diperbarui 18 Mar 2020, 07:38 WIB
Diterbitkan 18 Mar 2020, 07:38 WIB
Bawaslu Keluarkan Rekomendasi terkait Antisipasi Virus Covid -19 Pada Pilkada 2020
Anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar (kiri) dan Rahmat Bagja memberikan keterangan secara live streaming membahas Rekomendasi Bawaslu terkait Antisipasi Dampak Virus Covid -19 terhadap Pilkada Tahun 2020, Jakarta, Selasa (17/3/2020). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyebutkan tidak ada istilah penundaan pemilihan kepala daerah (pilkada) dalam Undang-Undang Nomor 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

Hal ini diungkapkan anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar untuk menanggapi berbagai kemungkinan pelaksanaan pilkada di tengah wabah Covid-19.

"Di UU tidak ada istilah penundaan pilkada, UU mengatakan ada namanya pemilihan lanjutan dan pemilihan susulan," kata anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar, di Jakarta, Selasa (17/3/2020), seperti dikutip dari Antara.

Namun, kata dia, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk melaksanakan pemilihan lanjutan dan susulan.

Menurut dia, kriteria atau persyaratan yang harus dipenuhi untuk pemilihan lanjutan dan susulan tertuang dalam Pasal 120-121 UU Pilkada.

Pasal 120 Ayat (1) menyebutkan bahwa, "Dalam hal sebagian atau seluruh wilayah Pemilihan terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan pemilihan tidak dapat dilaksanakan maka dilakukan pemilihan lanjutan."

Fritz mengatakan untuk melakukan penundaan pilkada dibutuhkan perubahan UU. Serta yang perlu diingat, kata dia, jika proses penundaan membutuhkan tambahan anggaran karena menyangkut masa kerja penyelenggara pemilu yang sudah ditentukan.

Sementara, Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin menjelaskan setidaknya ada tiga skenario yang harus disiapkan pemerintah dalam pelaksanaan pilkada di tengah wabah Covid-19.

"Skenario pertama, Plan A. Kita kategorikan ini situasi paling baik, semua masih bisa berjalan. Maka, dibutuhkan SOP, semacam aturan tambahan terhadap jajaran pengawas dan petugas KPU jika bertatap muka dengan pemilih," katanya.

Sesuai protokol kesehatan yang ditetapkan, kata dia, seperti petugas harus membekali diri dengan masker dan "hand sanitizer" untuk keperluan mencuci tangan.

Jika skenario pertama tidak berjalan, kata dia, skenario kedua adalah mekanisme pemilu lanjutan. Jika sebagian tahapan pilkada tidak bisa dilakukan, misalnya tahapan verifikasi dukungan calon perseorangan yang dijadwalkan berlangsung dalam waktu dekat.

Skenario ketiga, Afifuddin mengatakan pemilu susulan dilakukan jika seluruh tahapan pilkada tidak dapat dilakukan di sebagian daerah, tidak di seluruh daerah.

"Beberapa daerah kan masuk zona merah, seperti Jawa Barat ada Bekasi, Depok, Cirebon, dan Purwakarta, Banten (Kota dan Kabupaten Tangerang, Jateng ada Solo, Kalbar di Pontianak, Manado di Sulut, kemudian Bali dan Yogyakarta," katanya.

Pemetaan daerah-daerah tersebut, kata dia, bisa menjadi modal untuk membicarakan strategi secara bersama-sama.

"Untuk skenario kemungkinan dalam konteks rekomendasi pemilihan lanjutan dan susulan, domain dan peta jalannya harus berdiskusi dengan pemerintah, KPU, Komisi II DPR sebagai satu kesatuan," katanya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

KPU Diminta Siapkan Antisipasi

Pengamat politik Universitas Pelita Harapan Dr Emrus Sihombing meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menyiapkan langkah antisipasi dalam pelaksanaan Pilkada 2020 seiring dengan perkembangan wabah virus corona atau Covid-19.

"Saya sepakat dengan rekomendasi yang disampaikan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) kepada KPU," katanya.

Menurut dia, setidaknya ada beberapa rencana alternatif yang harus disiapkan KPU terkait penyelenggaraan pilkada serentak pada tahun ini dengan melihat perkembangan situasi dan kondisi terkini.

"Ya, seperti plan A, B, dan C. Plan A itu kalau tidak ada gangguan, semua berjalan normal dan lancar," kata Direktur Eksekutif Emrus Corner itu.

Plan B, kata dia, dilakukan jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya dilakukan "lockdown" di satu daerah tertentu karena Covid-19 sehingga tidak memungkinkan untuk melaksanakan tahapan pilkada.

"Kalau Plan C ini langkah terakhir, misalnya terjadi 'lockdown' secara nasional. Tetapi, mudah-mudahan sih enggak. Saya yakin pemerintah bisa meng-'handle' ini semua," ujarnya.

Emrus menilai Indonesia diuntungkan sebagai negara kepulauan, kata dia, sebab penyebaran virus seperti corona menjadi tidak secepat di negara-negara lain.

"Sejauh ini, saya melihat kan penyebarannya masih terpusat di Pulau Jawa. Di beberapa pulau lain belum," katanya.

Artinya, kata dia, langkah pemerintah tepat dengan menjalankan apa yang sudah direncanakan semula terkait pelaksanaan pilkada, meski harus tetap waspada.

Jika pemerintah tiba-tiba mengubah apa yang sudah direncanakan terkait pilkada, lanjut dia, justru akan menimbulkan kepanikan di masyarakat.

"Oleh karena itu, jalankan dulu apa yang sudah direncanakan, tetapi siapkan juga antisipasi. Untuk masyarakat, saya minta percayakan langkah penanganan COVID-19 kepada pemerintah," katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya