Liputan6.com, Jakarta Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menanggapi kabar yang menyebut sosok dari Nahdlatul Ulama (NU) masuk dalam radar bursa calon wakil presiden (cawapres) untuk pilpres 2024. Salah satu partai yang dikabarkan mengincar tokoh kalangan NU adalah PDIP.
"Selalu ada indikasi antara presiden dan wapres ini berbeda, berbeda supaya kalau bisnis pasarnya lebih luas. Bukan hanya NU, tapi di mana-mana," ujar Jusuf Kalla di kediamannya, Jalan Brawijaya Raya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (15/5/2023).
JK mengulas saat dirinya maju sebagai wakil presiden dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun mempertimbangkan banyak hal. Termasuk dalam rangka meraih suara pemenangan.
Advertisement
"Dulu saya, Pak SBY, Jawa luar Jawa. Nah, tentang pilihan seperti Bapak Nasaruddin Umar (dikabarkan masuk radar cawapres PDIP) tentu juga suatu, karena sebagai partai nasional tentu ingin wakilnya dari yang mempunyai ciri keagamaan. Selalu begitu," kata JK.
"Tapi itu urusan partai, saya tidak campur sama sekali. Cuma anda bertanya saja saya jelaskan seperti itu. Saya tidak mencampuri partai lain," ujar JK.
PDI Perjuangan merespons kabar pencarian sosok calon wakil presiden (capres) untuk mendampingi calon presiden (capres) Ganjar Pranowo dari Nahdlatul Ulama (NU). Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah menegaskan tidak akan menarik-narik NU ke dalam politik praktis.
"PDI Perjuangan sangat menghormati eksistensi organisasi Nahdlatul Ulama sebagai ormas Islam besar di Republik Indonesia ini, yang telah berjasa bisa merebut kemerdekaan, pertahankan kemerdekaan, mengisi kemerdekaan, hingga hari ini. PDI Perjuangan merhormati dan menghargai eksistensi Nahdlatul Ulama sebagai ormas keagamaan," ujar Ahmad Basarah di Kantor Sekretariat TKRPP PDIP, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Jumat (12/5/2023).
"Oleh karena itu, PDI Perjuangan tidak akan menarik Nahdlatul Ulama ke dalam pusaran politik, karena kita menghormati betul," kata Basarah.
PDIP Ungkap Fakta, Megawati dan NU Selalu Beriringan di Pilpres
Meski demikian, kata Basarah, sudah menjadi pengetahuan publik bahwa dalam perjalanan panjang kerja sama politik, kekuatan nasionalis PDIP banyak dilakukan bersama kader-kader NU.
Tak hanya itu, beberapa kali Ketua Umum Megawati Soekarnoputri dan kader PDIP yang kini masih menjabat presiden, Joko Widodo, maju di pilpres bersama tokoh dari kalangan NU.
"Pada saat Ibu Megawati menjadi wakil presiden bersama presidennya Pak Abdurrahman Wahid, tokoh Nahdlatul Ulama. Saat Ibu Mega menjadi presiden dan wakil presidenya Pak Hamzah Haz, juga dari Nahdlatul Ulama," jelas dia.
"Lalu kemudian Bu Mega pernah maju menjadi calon presiden 2004 bersama Kiai Haji Hasyim Muzadi, juga dari Nahdlatul Ulama. Pemilu 2009 bersama dengan Pak Prabowo berlatar berlakang purn TNI," lanjutnya.
Sama halnya saat Jokowi maju di pilpres 2014, didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla yang juga kader NU. Kemudian pada 2019 kembali maju bersama tokoh NU, Maruf Amin.
"Jadi memang NU kawah candra di muka calon-calon pemimpin bangsa. Namun sekali lagi, Ibu Mega sangat menghormati eksistensi NU sebagai organisasi kemasyarakatan, maka tidak akan membawa-bawa NU dalam politik praktis," tegas Basarah.
Sebagai Wakil Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya PBNU, Ahmad Basarah pun mengulas sikap dan pandangan Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf bahwa NU akan mengayomi semua kekuatan bangsa. Namun begitu, Basarah menyatakan komunikasi antara PDIP dan tokoh PBNU sangatlah baik.
"Komunikasi, silaturami, itu terus terjalin karena memang silaturahmi itu adalah bagian dari pada kekuatan bangsa," kata Basarah.
Advertisement