WNI di Sydney Tak Bisa Nyoblos, TKN: Jangan Halangi Hak Konstitusi

Menurut Hasto hak konstitusional seorang WNI tidak boleh dihalangi.

oleh Ratu Annisaa Suryasumirat diperbarui 14 Apr 2019, 18:46 WIB
Diterbitkan 14 Apr 2019, 18:46 WIB
PDIP Ungkap Daftar Nama Bacaleg Pileg 2019
Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto saat menyampaikan keterangan di Jakarta, Rabu (18/7). Keterangan terkait daftar nama bacaleg yang diajukan PDIP ke KPU Pusat pada Selasa (17/7). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Amin, Hasto Kristiyanto angkat suara terkait ratusan warga negara Indonesia (WNI) di Sydney, Australia yang dikabarkan tak bisa menggunakan hak suaranya dalam Pemilu 2019 yang digelar hari ini.

Kabar yang beredar dimulai dari tentang TPS yang tidak mengantisipasi kendala proses pemungutan, hingga jumlah pemilih non-DPT (daftar pemilih tetap) yang membeludak berdatangan ke lokasi.

Menurut Hasto seharusnya hal itu tidak terjadi. Sebab, hak konstitusional seorang WNI tidak boleh dihalangi.

"Tentu itu sangat merugikan, siapapun warga negara, apapun pilihan, apapun pegang partai politiknya, wajib dijamin hak konstitusional tersebut dan tidak boleh sekali lagi dihambat oleh persoalan teknis administratif,” jelasnya di Jalan Cemara, Menteng, Jakarta, Minggu (14/4/2019).

Bahkan, Mahkamah Konstitusi (MK) secara jelas sudah menetapkan peraturan untuk hal tersebut. Hasto mengingatkan, mereka yang menghalangi seseorang untuk memilih pun dapat diberikan sanksi.

"Itu merupakan bagian dari kejahatan demokrasi dengan sanksi pidana 2 tahun penjara bagi mereka yang menghalang-halangi setiap warga negara yang punya hak konstitusional untuk memilih, tetapi tidak bisa menggunakan hak pilihnya," lanjutnya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Terima Aduan

Ilustrasi Pemilu 1(Liputan6.com/M.Iqbal)
Ilustrasi Pemilu 1(Liputan6.com/M.Iqbal)

Sementara itu, Wakil Ketua TKN, Arsul Sani juga menyebut pihaknya di Posko Pengaduan Nasional TKN juga telah menerima aduan via SMS, telepon, dan Whatsapp dari para WNI yang protes karena hak suaranya tidak bisa digunakan. 

"Tampaknya kan ada pemahaman yang keliru, terutama di teman-teman yang menjadi KPPS di luar negeri. Mereka masih ada yang memahami bahwa jam tutup itu jam 6 itu. Kemudian semua aktivitas dihentikan, padahal tidak seperti itu,” tuturnya.

Arsul menegaskan, proses pemilihan suara di TPS luar negeri hanya bisa dihentikan bila pemilih memang terlambat datang di atas jam 6, atau bila kertas suara sudah habis. 

Meski begitu, dia juga menyayangkan banyaknya WNI yang tidak menggunakan hak pilihnya melalui pos dan kotak suara keliling (KSK). Sehingga, mereka bergantung pada TPS. 

“Mungkin karena warga negara kita itu kan tidak semuanya memberikan alamatnya secara detil. Mereka kan biasanya datang (ke TPS), apalagi di akhir pekan sekaligus untuk keperluan yang lain juga kan,” ujar Arsul. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya