Liputan6.com, Jakarta - Meski meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya, namun dana untuk Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) di 2016 ini yang senilai Rp 9,2 triliun dinilai belum ideal. Oleh karena itu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) didesak untuk berjuang meningkatkan dana FLPP guna memenuhi target Program Sejuta Rumah (PSR).
Hal tersebut diungkapkan Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi), Eddy Ganefo, yang ditulis Liputan6.com, Kamis (21/1/2016).
Eddy menyebutkan, idealnya dana FLPP setiap tahun bisa mencapai Rp 60 triliun. Dana tersebut bisa memenuhi kebutuhan subsidi bagi 500 ribu masyarakat berpenghasilan rendah yang ingin memiliki rumah layak huni. Dana sebesar itu akan mendorong realisasi PSR menjadi lebih kencang.
Baca Juga
Selain itu, dia mendesak Kementerian PUPR untuk mengembalikan kembali "roh" PSR untuk mengatasi angka kekurangan (backlog) perumahan nasional yang kini sudah mencapai lebih dari 15 juta unit. Dalam setahun terakhir ini, kritik Eddy, PSR lebih terkesan untuk pencitraan yang berorientasi pada publikasi angka-angka realisasi yang tidak jelas.
"Roh penyediaan rumah rakyat adalah mengatasi backlog, sehingga pencapaian harus diukur dari jumlah rumah yang sudah terjual atau akad KPR, atau proyek-proyek hunian pemerintah yang fisiknya sudah selesai. Kalau sekarang ini tidak jelas rujukannya," tegas dia.
Eddy meminta Kementerian PUPR untuk memperjelas cara perhitungan realisasi PSR yang disebutkan sudah mencapai lebih dari 600 ribu unit. Dia mensinyalir angka tersebut tidak sesuai kondisi di lapangan, dimana realisasnya diperkirakan masih di bawah 200 ribu unit. Apersi khawatir, angka pencapaian tahun lalu itu sudah termasuk rumah-rumah yang baru akan dibangun pada 2016.
"Kalau benar iya, maka dalam enam bulan ke depan tidak akan ada progress pembangunan rumah rakyat. Hal itu karena rumah-rumah yang terealisasi tahun ini sudah diijonkan pada 2015 lalu," ujar dia.
Insentif Daerah
Eddy Ganefo menambahkan, PSR akan sulit berjalan efektif tanpa dukungan pemerintah daerah. Oleh karena itu, dia mendesak Kementerian PUPR untuk terus mengajak pemerintah daerah memberikan perhatian pada program nasional tersebut. Salah satunya dengan menyalurkan kembali dana dekosentrasi sebagai insentif bagi daerah yang mendukung PSR.
Dana ini nantinya bisa dipakai untuk penyediaan listrik, air bersih, drainase dan kebutuhan dasar rakyat yang membeli rumah bersubsidi, sehingga beban biaya pengembang juga berkurang.
Soal perizinan juga masih menjadi hambatan. Menurut Eddy, ini merupakan persoalan klasik yang hanya bisa diatasi kalau mendapat support pemerintah daerah. Apersi mendesak pemerintah merealisasikan janji untuk memangkas perizinan yang berulang kali dilontarkan pemerintah.
"Apersi akan membentuk task force agar lebih cepat dan akurat mengatasi perizinan termasuk soal sertifikasi pertanahan yang antara kebijakan di pusat dan daerah masih sering berbeda," papar dia.
Sepanjang 2015, Apersi telah merealisasikan sebanyak 70 ribu unit rumah bersubsidi (FLPP) atau lebih tinggi dari target sebesar 65 ribu unit. Sedangkan pada tahun ini, asosiasi tersebut menambah targetnya menjadi 100 ribu unit untuk rumah FLPP, dan 20 ribu rumah non-FLPP.
Menurut dia, realisasi 70 ribu unit oleh anggota Apersi seluruhnya merupakan rumah yang sudah terjual atau sudah akad KPR. Sedangkan rumah yang sedang atau akan dibangun tidak dihitung. (Muhammad Rinaldi/Gdn)