Liputan6.com, Jakarta Pertumbuhan penjualan properti residensial pada triwulan II-2016 mengalami peningkatan dibanding triwulan sebelumnya, dari 1,51% (qtq) menjadi 4,02% (qtq). Demikian hasil survei yang dirilis Bank Indonesia 11 Agustus 2016.
Peningkatan penjualan terjadi pada semua tipe rumah, terutama rumah tipe kecil sejalan dengan program pemerintah terkait pembangunan rumah murah. Tingginya penjualan rumah murah ini juga terindikasi dari meningkatkan realisasi FLPP untuk rumah tipe kecil.
Berdasarkan lokasi, pertumbuhan penjualan rumah tertinggi terutama terjadi di Medan dan Batam.
Advertisement
Prediksi Triwulan III-2016
Pada triwulan III-2016, indeks harga properti residensial secara triwulanan (qtq) diperkirakan masih mengalami kenaikan 0,27% (qtq), melambat dibandingkan 0,64% (qtq) pada triwulan II-2016. Kenaikan harga rumah terendah diprediksi masih terjadi pada rumah tipe besar (0,23%, qtq).
Berdasarkan wilayah, harga rumah diproyeksi mengalami penurunan di Surabaya (-0,27%, qtq), Jabodetabek-Banten (-0,14%, qtq), dan Manado (-0,01%, qtq).
Secara tahunan, harga properti residensial juga mengalami kenaikan yang melambat. Pada triwulan III-2016 harga properti residensial diperkirakan meningkat 1,00% (yoy), melambat dibandingkan 3,39% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Menurut tipe bangunan, kenaikan harga rumah terendah diproyeksi terjadi pada rumah tipe besar (0,61%). Sementara menurut wilayah, kenaikan harga rumah terendah diprediksi terjadi di Jabodetabek-Banten (0,26%, yoy).
Sementara itu, sebagian besar responden berpendapat bahwa faktor utama yang dapat menghambat pertumbuhan bisnis properti adalah suku bunga KPR (20,38%), uang muka rumah (18,26%), kenaikan harga bahan bangunan (16,01%), serta perijinan dan pajak (15,66%).
Berdasarkan lokasi proyek, suku bunga tertinggi KPR terjadi di Nusa Tenggara Timur (13,81%) sedangkan suku bunga KPR terendah berada di Nanggroe Aceh Darussalam (10,43%).
Pembiayaan Properti Residensial
Dari sisi pembiayaan, sebagaian besar pengembang (57,37%) menyatakan bahwa dana internal perusahaan masih menjadi sumber utama pembiayaan pembangunan properti.
Menurut komposisi, sumber pembiayaan pembangunan properti dari dana internal perusahaan sebagian besar berasal dari laba ditahan (49,05%), modal disetor (41,26%), lainnya (6,75%), dan joint venture (2,94%).
Hasil survei mengindikasikan bahwa sebagian besar konsumen (75,68%) masih memilih Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sebagai fasilitas utama dalam melakukan transaksi pembelian properti residensial terutama pada rumah tipe kecil dan menengah.
Kendati secara proporsi, terjadi penurunan dibandingkan periode sebelumnya (77,82%).
Sedangkan, proporsi konsumen yang memilih skema pembayaran tunai bertahap sebesar 16,44%, meningkat dibanding triwulan sebelumnya (15,01%). Sebagai informasi, tingkat bunga KPR yang diberikan oleh perbankan khususnya kelompok bank persero berkisar antara 9% – 12%.
Total KPR dan KPA pada triwulan II-2016 tercatat Rp350,34 triliun atau tumbuh sebesar 2,39% (qtq), meningkat dibandingkan 0,38% (qtq) di triwulan sebelumnya.
Di lain sisi, pertumbuhan total kredit perbankan mengalami peningkatan menjadi 2,72% (qtq) setelah mengalami perlambatan pada triwulan sebelumnya (-2,24%, qtq).
Pencairan FLPP sampai dengan triwulan II-2016 sebesar Rp0,69 triliun, dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) FLPP tahun 2016 sebesar Rp10,58 triliun.
Keuntungan menggunakan FLPP adalah masyarakat berpenghasilan rendah (MR) dapat memperoleh cicilan rumah dengan bunga tetap sebesar 5,00% dengan jangka waktu cicilan maksimum 20 tahun.
Sumber: Rumah.com