Liputan6.com, Kupang - Ratusan umat Muslim dari sejumlah desa di Kecamatan Witihama, terlibat dalam acara syukuran rehabilitasi bangunan Gereja Katolik Witihama, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur.
Umat Muslim yang menyebar di 16 desa di Kecamatan Witihama turut bersama umat Nasrani melakukan tradisi talin dengan membawa sembako dan hewan piaraan untuk dikonsumsi bersama dalam acara syukuran satu-satunya gereja Katolik di kecamatan itu.
Talin dalam tradisi budaya Lamaholot berarti membawa sejumlah barang kebutuhan untuk diberikan kepada orang atau kelompok yang melaksanakan sebuah perayaan.
"Tradisi talin ini sebagai perwujudan dari toleransi keagamaan yang bersumber dari nilai-nilai adat yang diwariskan oleh para leluhur," kata salah satu tokoh agama Islam Witihama, Kasman Gorantokan, dilansir Antara, Sabtu, 18 Juni 2016.
Ia mengatakan keterlibatan umat Muslim melalui tradisi talin dilakukan dengan sukarela dan merupakan nilai-nilai budaya warisan leluhur yang tetap terpelihara oleh masyarakat Witihama hingga saat ini.
"Bahkan di bulan puasa Ramadan, umat Muslim di Witihama tetap melakukan tradisi talin untuk menjaga nilai-nilai budaya," kata pengurus masjid Al-Taqwa Witihama itu.
Selain itu, kata, dia, keterlibatan umat Muslim dan Katolik juga dilakukan dalam acara-acara hari raya dari keduanya.
Pemimpin umat Katolik di Paroki Witihama Romo Amatus Witak Pr, mengapresiasi keterlibatan umat Muslim yang dalam rangkaian kegiatan rehabilisasi Gereja Katolik Witihama tersebut.
"Kita sangat mengapresiasi dan bersyukur karena umat Muslim sudah terlibat sejak awal melalui seremoni adat yang melibatkan tokoh adat dari kalangan Muslim dan juga Katolik, proses rehab, hingga acara syukuran," kata pastor paroki Gereja Katolik Witihama itu.
Baca Juga
Baca Juga
Umat Islam dan Katolik menyatu dengan akrab membawa bantuan bahan makanan melalui tradisi talin untuk acara syukuran rehabilitasi Gereja Katolik Witihama.
"Kita sudah menyampaikan melalui dewan-dewan stasi dan kelompok masyarakat yang mana terdapat umat Muslim untuk berpartisipasi dan semua menyambut dengan sangat baik," kata dia.
Menurut dia, keterlibatan umat itu menunjukkan nilai-nilai adat yang merupakan warisan para leluhur masih hidup dalam generasi masyarakat Witihama hingga sekarang.
"Dan agama berfungsi untuk terus melekatkan nilai-nilai mulia tersebut," dia menambahkan.
Masyarakat Witihama, lanjut Romo Amatus, sudah menyatu dengan dasar nilai-nilai budaya yang kemudian diperkokoh melalui ajaran-ajaran agama, sehingga toleransi antar umat tetap akan melekat.
Salah satu cara dengan selalu menjalin komunikasi dan silaturahim dengan para tokoh ada dan agama agar nilai-nilai mulia tentang persaudaraan dan kekeluargaan selalu hidup dari generasi ke generasi.
Rohaniwan Katolik itu mengakui budaya toleransi antarumat beragam harus terus dipelihara karena tantangan intoleransi antaragama selalu berpotensi memicu konflik yang merugikan umat manusia bahkan secara global.
"Kita terus membuat gagasan dan tindakan untuk mempertahankan nilai-nilai toleransi dari lingkup kecil karena dari situlah akar kita, tanpa membeda-bedakan agama manapun," kata Pastor Amatius Witak.
Advertisement