Liputan6.com, Bengkulu Puluhan jurnalis yang tergabung dalam organisasi profesi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bengkulu, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Bengkulu, dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Bengkulu, menggelar deklarasi jurnalis anti-hoax. Kegiatan itu dilakukan dengan cara menggelar aksi tabur bunga di pelataran Tugu Pers di kawasan Benteng Marlborough.
Bunga kembang tujuh warna ditabur di atas alat komunikasi seperti ponsel, laptop, dan notebook. Mereka juga melakukan aksi doa bersama agar alat komunikasi yang dimiliki jurnalis Bengkulu dijauhkan dari berita-berita bohong dan menyesatkan atau 'hoax'.
Aksi ini merupakan salah satu bentuk perang dan penolakan terhadap hoax yang disebarluaskan melalui media sosial (medsos) oleh pengguna smartphone. Penyebarana dengan cara broadcast ke jaringan pribadi kontak, group BlackBerry Messanger (BBM), group WhatsApp, group Telegram, atau melalui medsos LINE, Instagram, Path, Facebook, Twitter, e-mail serta jejaring sosial lainnya.
Advertisement
Kepala Bidang Pendidikan AJI Bengkulu, Hidi Christopher, mengatakan deklarasi anti-hoax yang dilakukan jurnalis Bengkulu merupakan salah satu bentuk keprihatinan. Kalangan anak-anak, pelajar dari tingkat SD, SMP, SMA, mahasiswa/i dan masyarakat umum di Bengkulu masih banyak memberikan dan 'menelan' informasi melalui smartphone secara langsung tanpa mencari kebenaran informasi.
Baca Juga
Mereka menyebarkan informasi palsu tanpa memastikan kebenaran atas informasi yang diterima tersebut. Sehingga, kata dia, kondisi ini harus disikapi secara bersama.
''Makna dari tabur bunga ini merupakan aksi agar masyarakat pengguna smartphone tidak sembarangan memberikan informasi ke publik. Terutama informasi yang belum tentu kejelasan dan kebenarannya. Terlebih informasi yang berbau sara, fitnah dan hasutan,'' ujar Christopher saat deklarasi jurnalis anti-hoax, Senin (9/1/2017).
Dari data Indonesia Security Incident Respon Team on Internet Infrastructure Coordination Center (ID-SIRTII/CC) tercatat setiap hari ada sekitar 20 ribu pengguna internet di Indonesia yang tersebar di wilayah perkotaan maupun di pedesaan termasuk di 10 kabupaten/kota di Bengkulu.
Sebanyak 165 juta tercatat sebagai pengguna atau yang teregister provider, 40 juta di antaranya masih di bawah 18 tahun atau anak-anak.
Sementara, dari data Dinas Komunikasi Informasi dan Statistik Provinsi Bengkulu, telah berdiri 246 menara 3 provider yang tersebar di 10 kabupaten/kota di 'Bumi Rafflesia. Sehingga membuat akses jaringan internet dari smartphone semakin gampang diperoleh masyarakat hingga pelosok desa.
Dari jumlah ratusan menara 3 provider itu, pelanggannya mencapai 1,5 juta. Sementara pelanggan yang menggunakan smartphone berbasis internet diprediksi mencapai 1 juta pelanggan termasuk kalangan anak-anak, mulai dari tingkat SD, SMP, SMA, mahasiswa, dewasa serta orangtua.
''Dari jumlah itu tentunya berita hoax melalui smartphone ke medsos cepat menyebar. Apa lagi, tarif akses internet melalui kartu sellular saat ini lebih murah jika dibandingkan dengan beberapa tahun yang lalu,'' jelas Christopher.
Ketua Bidang Organisasi PWI Bengkulu, Yuliardi, menambahkan deklarasi anti-hoax dengan cara menebar bunga/kembang tujuh rupa disertai doa itu, dengan tujuan agar alat komunikasi yang dimiliki jurnalis dan masyarakat Bengkulu secara keseluruhan dijauhkan dari berita-berita hoax.
Berdasarkan Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika, Nomor 290 tahun 2015, tentang Forum Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif telah terbentuk empat panel, yakni panel pornografi, kekerasan pada anak, dan keamanan internet. Lalu, panel Terorisme, SARA, dan kebencian, kemudian panel investasi ilegal, penipuan, perjudian, obat dan makanan dan narkoba, dan panel hak kekayaan intelektual.
''Jadi, agar terhindar dari penyebaran berita hoax melalui smartphone tentunya adanya pengawasan dari berbagai pihak. Terutama dari kalangan-anak yang sudah diberikan atau menggunakan smarphone. Tujuannya, tidak lain agar tidak serta merta langsung menyebar luaskan informasi yang belum tentu kejelasannya atau hoax,'' ujarnya.
Ketua IJTI Bengkulu Heri Supandi menjelaskan penyebaran informasi hoax tersebut dapat dikenakan pidana. Sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 11 tahun 2008, Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Sebagaimana tertuang dalam BAB VII, Perbuatan yang Terlarang.
''Kita mengajak masyarakat Bengkulu, terutama pengguna smartphone dapat menggunakan smartphone secara sehat tanpa menyebarluaskan berita hoax,'' ajak Heri.