Udjo Ngalagena dan Misi Politik Berbalut Diplomasi Angklung

Berbekal angklung, Udjo Ngalagena berhasil menjalankan misi politik Indonesia.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 27 Apr 2017, 12:03 WIB
Diterbitkan 27 Apr 2017, 12:03 WIB
Udjo Ngalagena dan Misi Politik Berbalut Diplomasi Angklung
Berbekal angklung, Udjo Ngalagena berhasil menjalankan misi politik Indonesia. (Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Liputan6.com, Bandung - Nama Udjo Ngalagena dan angklung tak bisa dipisahkan. Bahkan dengan angklung di tangan, ia bisa membawa citra positif Indonesia ke berbagai negara di dunia.

Aksi panggung Udjo memainkan anglung mulai merambah luar negeri sejak tahun 80-an. Setiap kali manggung, Udjo selalu mengenakan baju kampret dan ikat kepala yang menjadi cerminan kesederhanaan.

Salah satu keberhasilan diplomasi angklung yang dilakukan Udjo adalah saat berangkat ke Kepulauan Salomon. Rombongan Saung Angklung Udjo (SAU) bertolak ke Salomon pada 1 Januari 1984. Karena dana terbatas, Udjo selaku pimpinan rombongan pergi bersama Daung Udjo, Nan Udjo dan Burhan.

"Kita maksimalkan bermain alat musik dengan komposisi empat orang," kata Udjo dalam buku biografi Udjo Diplomasi Angklung terbitan Grasindo yang ditulis Sulfan Syafii.

Perjalanan Udjo dan kawan-kawan kala itu mengemban misi politik dari Kementerian Luar Negeri. Pasalnya, saat itu dua provinsi paling timur Indonesia, Timor Timur (sekarang jadi Timor Leste) dan Papua, tengah bergejolak.

Selama berada di Salomon, rombongan SAU tidak lepas dari teror. Salah satu bentuk terornya adalah saat seseorang meneriaki rombongan Udjo Ngalagena yang sedang menginap di sebuah hotel. Meski demikian, Udjo tak menghiraukan orang tersebut hingga akhirnya berhasil dijauhkan dari hotel.

"Kita datang ke sini untuk mengajari warga Salomon membuat dan bermain angklung," kata Udjo.

Pertunjukan angklung di Salomon akhirnya terlaksana setelah sebuah lembaga swadaya masyarakat lokal yang dikelola warga Australia meminta rombongan Udjo memainkan angklung di gedung pertunjukan.

Penampilan angklung malam itu, menurut Udjo, sebenarnya tergolong tidak sempurna karena praktis hanya dimainkan oleh empat orang. Namun, kekurangan personel itu tertutupi dengan pilihan lagu-lagu Barat yang mampu memikat para penonton yang hadir.

Selain tampil membawakan angklung, rombongan juga mengajarkan pembuatan angklung. Kebetulan bambu yang menjadi bahan utama pembuatan angklung banyak tersedia di Salomon.

Pesertanya semula hanya para siswa sekolah karena saat itu di Salomon sedang libur panjang. Belakangan, warga lainnya tertarik hingga mereka berhasil membuat seperangkat alat musik angklung. Rombongan Udjo juga meninggalkan satu set alat musik angklung lengkap sebelum meninggalkan negara bekas jajahan Prancis tersebut.

Diplomasi Udjo dalam memperkenalkan angklung ke dunia juga terjadi ketika Putri Raja Thailand, Ratu Mahachakri Sirindhorn mengunjungi SAU pada 1980-an. Ratu Mahachakri sangat antusias mengikuti segala yang disajikan oleh anak-anak asuhan Udjo yang begitu terampil memainkan angklung.

Di Thailand, angklung sudah dikenal luas karena di Negeri Gajah Putih itu sudah ada sekolah angklung milik Ratu Sirikit. Bedanya, di Thailand angklung dimainkan dengan satu tangan sebagaimana dilakukan oleh orang-orang di Jawa Barat pada zaman dulu kala.

"Ini angklung dari negara kami, angklung yang berasal dari negara Thailand," kata Ratu Mahachakri kepada Udjo saat memberikan kenang-kenangan dari negaranya.

Atas cinderamata tersebut, Udjo menanggapi. "Tidak yang Mulia, angklung itu berasal dari Sunda, dari tanah kelahiran saya di sini," ujar Udjo.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya