Ngabuburit Sambil Menikmati Tarian Sufi Jawa

Tarian Sufi Jawa yang dikenal dengan nama Rodat itu menjadi salah satu aktivitas menunggu buka puasa di bulan Ramadan.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 30 Mei 2017, 17:30 WIB
Diterbitkan 30 Mei 2017, 17:30 WIB
Tarian Sufi Jawa
Tarian Sufi Jawa yang dikenal dengan nama Rodat itu menjadi salah satu aktivitas menunggu buka puasa di bulan Ramadan. (Liputan6.com/Switzy Sabandar).

Liputan6.com, Yogyakarta - Puluhan jemaah laki-laki Masjid Jami Pathok Negoro Plosokuning, Sleman, jawa Tengah menampilkan pertunjukan Tari Sufi Jawa di pelataran masjid, Minggu sore, 28 Mei 2017. Tarian itu dikenal dengan nama Rodat dan menjadi salah satu aktivitas menunggu buka puasa di bulan Ramadan.

Mereka mengenakan baju koko dan membawa kipas, berjajar rapi menghadap pemimpin Rodat yang dikelilingi oleh empat orang penabuh rebana.

Lantunan syair, zikir, serta gerakan tubuh yang serempak menjadi fokus utama pertunjukan. Ternyata, kegiatan ngabuburit ini merupakan tradisi turun temurun yang sudah dilakukan sejak masa Sultan HB I.

Rodat merupakan perpaduan Burdah yang menggunakan rebana atau alat tabuh dan syair dengan saman yang identik dengan gerak dan zikir. Tarian ini seumur dengan keberadaan Masjid Jami Pathok Negoro Plosokuning yang didirikan oleh Sultan HB I.

"Tarian ini menjadi warisan HB I, di samping membangun masjid, beliau juga mewariskan nilai-nilai tradisi dengan musik dan tari untuk bekal dakwah," ujar M Kamaluddin Purnomo, takmir Masjid Jami Pathok Negoro Plosokuning.

Pemain Rodat atau Sufi Jawa adalah laki-laki dewasa. Jumlahnya bebas dan tidak terbatas. Kesenian tradisi ini biasanya dimainkan saat hari besar Islam. Para jamaah mengikuti latihan setiap malam Selasa di Masjid Jami Pathok Negoro.
Tarian Sufi Jawa yang dikenal dengan nama Rodat itu menjadi salah satu aktivitas menunggu buka puasa di bulan Ramadan. (Liputan6.com/Switzy Sabandar).
Menurut Kamaluddin, Rodat atau Sufi Jawa ini sempat booming pada 1960-an. Ketika itu, nyaris seluruh masjid di Jawa serentak memainkan tarian ini. Tujuannya, melawan komunisme kala itu.

Tari ini menjadi alat propaganda perlawanan dan mempersatukan bangsa. Hal serupa juga pernah terjadi ketika masa pendudukan Jepang.

Jenis gerakan Tarian Sufi Jawa ini beragam, mulai dari menggunakan kipas seperti yang dilakukan di Masjid Pathok Negoro Plosokuning, gerakan silat, menggunakan reog, dan sebagainya. Tarian Sufi Jawa ini memiliki banyak pesan, tergantung dari syair yang dilantunkan.

"Ada yang isinya zikir, salawat, syair, dan ada pula yang isinya mengandung unsur tolak bala. Sebagian besar lirik juga merupakan warisan sejak masa Sultan HB I," ucap Kamaluddin.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya