Kisah Kiamat Kecil Letusan Kawah Sileri Mengubur Satu Desa

Desa Jawera dihujani material dari letusan Kawah Sileri. Sebanyak 177 orang menjadi korban.

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 04 Jul 2017, 00:03 WIB
Diterbitkan 04 Jul 2017, 00:03 WIB
Kawah Sileri, Pegunungan Dieng
Panorama Dataran Tinggi Dieng (DTD) di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. (Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Banjarnegara - Kawah Sileri hanya satu di antara delapan kawah aktif di kaldera raksasa Pegunungan Dieng, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Namun, kawah ini diklaim sebagai kawah teraktif.

Dalam sejarahnya, Kawah Sileri pernah menelan ratusan korban jiwa dan memusnahkan sebuah desa. Kiamat kecil akibat letusan Kawah Sileri, Dieng, itu tercatat dalam batu prasasti yang dibangun untuk memberi peringatan pada masa sesudahnya.

Pada zaman modern, kawah ini tercatat meletus pada tahun 1944, 1964, 1984, 2003, 2009, dan hingga saat ini. Beberapa di antaranya menimbulkan korban ratusan jiwa, imbas letusan Kawah Sileri.

Petugas Pos Pengamatan Vulkanologi Gunung Api Dieng, Aziz Yuliawan mengatakan, riwayat aktivitas Sileri terlacak hingga tahun 1943. Saat itu, aktivitas vulkanik kawah seluas empat hektare ini meningkat. Namun, masyarakat tak cukup mengerti risiko-risiko yang ditanggung bila hidup berdampingan dengan gunung api.

Di sebelah Kawah Sileri yang sekarang, saat itu ada sebuah desa bernama Desa Jawera. Akibat letusan pada 13 Desember 1944, Desa Jawera dihujani material dari letusan Kawah Sileri. Sebanyak 177 orang menjadi korban. Warga yang selamat mengungsi. Kemudian desa itu lenyap dari peta.

[bacajuga:Baca Juga](3009505 3009146 3009092)

Kepada Liputan6.com, Aziz Yuliawan bercerita saat terjadi letusan Kawah Sileri pada 1944 tersebut, material batu yang terlempar dari kawah mencapai radius dua kilometer dengan berat batu mencapai 1,5 kilogram.

Kala itu, Desa Jawera yang berada sekitar sebelah atas utara Kawah Sileri dihujani batu dan material panas, seperti abu. Sebanyak 177 orang tercatat menjadi korban jiwa. Sisanya melarikan diri dari hujan batu yang seperti kiamat itu.

"Kekuatan lontar atau ketinggian material tidak bisa kita hitung karena memang tidak ada alatnya waktu itu. Namun, dari riwayatnya, letusan bersifat eksplosif dan berkekuatan skala 2 Volcanic Explosivity Index (VEI)," Aziz menjelaskan.

Warga Kampung Jawera lantas mengungsi dan tinggal di sebuah kawasan sekitar dua kilometer arah timur Kawah Sileri. Belakangan, desa ini berkembang dan dikenal sebagai Desa Kepakisan, Kecamatan Batur.

"Sekarang menjadi Desa Kepakisan, Kecamatan Batur," sebut dia.

Wisatawan panik saat Kawah Sileri Dieng meletus, Minggu (2/7/2017) siang. (dok. BPBD Bojonegoro)

Aziz menuturkan, Kawah Sileri kembali menunjukkan aktivitas vulkanik pada 1956 dan berlanjut hingga saat ini. Namun, tidak ada korban jiwa dari aktivitas vulkanik itu. Letusan bersifat freatik, seperti yang terjadi pada Minggu, 2 Juli 2017 kemarin.

Sekalipun tercatat sebagai kawah yang paling aktif, Sileri tak pernah sekali pun memiliki riwayat mengeluarkan gas beracun. Waktu itu, korban jiwa berjatuhan lantaran dihujani material panas dan terkubur material lontaran dari letusan Kawah Sileri.

"(Sileri) tidak ada riwayat mengeluarkan gas beracun. Sileri menimbulkan korban jiwa karena lontaran material vulkanik bersuhu tinggi dan jatuhan material berukuran besar," kata Aziz Yuliawan memungkasi.

 

Saksikan video menarik berikut ini:

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya