Apa Kata Satgas Pangan Soal Kelangkaan Garam di Mana-Mana?

Ketua Satgas Pangan Polri menyebut hasil produksi garam petani lokal belum mencapai standar garam konsumsi.

oleh Nefri Inge diperbarui 29 Jul 2017, 14:01 WIB
Diterbitkan 29 Jul 2017, 14:01 WIB
Apa Kata Satgas Pangan Soal Kelangkaan Garam?
Kepala Satgas Pangan Polri dan KPPU RI menjelaskan tentang penyebab kelangkaan komoditi pangan di Indonesia (Liputan6.com / Nefri Inge)

Liputan6.com, Palembang - Penangkapan Direktur Utama (Dirut) PT Garam Indonesia Achmad Boediono terkait kasus dugaan penyalahgunaan izin importasi garam, berdampak besar pada pasokan garam di Indonesia.

Kelangkaan garam yang melanda sebagian besar wilayah Indonesia itu juga sedang ditelusuri oleh tim Satgas Pangan Polri. Kepala Satgas Pangan Polri Irjen Pol Setya Wasisto sudah mendapatkan laporan dari beberapa daerah penghasil garam lokal, seperti di Jawa Timur (Jatim), Sulawesi, Kalimantan, dan Sumatera.

Ia mengatakan, tingginya harga garam di pasaran hingga 100 persen, bahkan lebih, terjadi akibat kelangkaan garam. Contohnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang gagal panen, dan di Jatim yang disebabkan cuaca hujan sehingga produksinya menurun.

Ada beberapa hal lainnya yang menyebabkan garam langka dan terjadi pelonjakan harga yang drastis, salah satunya, yaitu faktor psikologi pasar.

"Dampaknya juga dari penangkapan Dirut PT Garam oleh Satgas Pangan. Saya datang sendiri ke Surabaya dan melihat fakta PT Garam melakukan importasi garam industri, tapi ke Indonesia dijual sebagai garam konsumsi," ujarnya di sela acara Press Release Satgas Pangan di Polda Sumsel, Jumat, 28 Juli 2017.

Selain mendapatkan keuntungan dari bea masuk yang tidak dibayarkan, perbedaan harga jual garam industri dan garam konsumsi ini juga yang semakin menguntungkan.

Kandungan natrium klorida (NaCl) di garam industri di atas 97 persen, sedangkan garam konsumsi mengandung kadar NaCl di bawah 94 persen. Impor garam konsumsi, lanjutnya, memang tidak terbebani bea masuk.

Maka itu, Dirut PT Garam Indonesia dijerat Pasal Undang-Undang Perlindungan Konsumen karena diduga melakukan penyimpangan importasi garam.

Kadiv Humas Polri ini juga menjawab banyak pertanyaan berbagai pihak tentang potensi garam rakyat yang bisa dihasilkan dari sumber daya alam (SDA) laut dan pantai yang luas di Indonesia.

Hasil garam petani lokal belum mencapai standar garam konsumsi, karena garam rakyat ini harus melewati proses lanjutan. "Harus diproses lagi, diangkat persentase NaCl untuk mencapai (kadar) garam konsumsi," ujarnya.

Sebelumnya, Satgas Pangan Polri juga sudah menangani lonjakan harga cabai rawit merah pada Januari-Maret 2017. Dari harga dasar yang hanya sebesar Rp 30 ribuan melonjak lebih dari Rp 100 ribu. Salah satu pasar tradisional yang merasakan lonjakan harga tersebut, yaitu di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta.

Tim Satgas Pangan yang menyelidiki kasus itu menemukan penyimpangan di rantai distribusi. Pihaknya pun sudah menangkap para pengepul yang membuat tingginya harga cabai rawit merah tersebut.

"Presiden RI mengamanatkan Polri, diminta turut serta menstabilkan harga pokok, karena ada 11 komoditas pangan yang mempengaruhi tingkat inflasi. Inilah tugas Satgas Pangan," ungkapnya.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) RI Muhammad Syarkawi Rauf sudah memantau adanya produksi garam yang memang menurun di sentranya.

"Ada juga pedagang yang mengambil kesempatan. Sudah tahu produksi menurun, barang (garam) sengaja ditahan jadi naiknya lebih eksesif lagi. Ini tidak dibolehkan. KPPU akan fokus ke sana," katanya.

Saksikan video menarik di bawah ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya