Mengapa Kue Pia Berbentuk Bulan Purnama?

Warga Tionghoa di Manado masih menggelar Festival Kue Bulan untuk mengingat sang Dewi Bulan. Kue pia adalah lambang kesempurnaan.

oleh Yoseph Ikanubun diperbarui 16 Okt 2017, 03:00 WIB
Diterbitkan 16 Okt 2017, 03:00 WIB
Kue Pia
Kisah Dewi Bulan dan Kue Pia Warga Tionghoa di Manado. (Liputan6.com/Yoseph Ikanubun)

Liputan6.com, Manado - Bukan tanpa alasan kue pia berbentuk bulat menyerupai bulan purnama. Karena ternyata antara pia dan bulan purnama ini ada kaitannya dengan kisah masa lalu di Tiongkok.

Kawasan Pecinan Manado, terutama di kompleks Kelenteng Ban Hin Kiong dan Kwan Kong, Kamis, 5 Oktober 2017 malam itu terlihat lebih ramai dari biasanya. Umat Tridharma dari dua tempat ibadah yang berhadapan itu menggelar Festival Kue Bulan, penganan yang bagi kebanyakan orang Manado lebih familiar dengan sebutan kue Pia.

Kue bulat berisi temo (kacang hijau) atau daging itu bagi warga Tionghoa punya nilai historis, bahkan religi. Festival Kue Bulan adalah momentum bagi penganut ajaran Tao untuk mengingat Tai Im, Sang Dewi Bulan, dalam pencapaian kesempurnaannya.

"Kukis Pia merupakan lambang kesempurnaan, persis bulan utuh yang mencapai purnamanya," jelas Wakil Sekretaris Badan Pengurus Harian Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) Ban Hin Kiong, Indra Tjen, malam itu.

Indra mengungkapkan, peringatan yang disebut Tiong Chui Pia, sekarang sudah lebih modern disebut moon cake festival, dilaksanakan sekali setahun setiap tanggal 15 bulan 8 pada penanggalan lunar.

"Peringatan ini oleh seluruh Kelenteng, termasuk kami di Manado," ujar dia.

Di masa memperingati kesempurnaan Dewi Bulan, umat Tridharma menunaikan amalnya di Kelenteng. Diikuti ritual sembahyang, umat dengan ikhlas membeli kue pia yang dijual pengelola Kelenteng.

"Namanya amal utang pia," ujar Indra, seraya menunjukkan proses amal tersebut yang berlangsung di ruang belakang Kelenteng Ban Hin Kiong.Kisah Dewi Bulan dan Kue Pia Warga Tionghoa di Manado. (Liputan6.com/Yoseph Ikanubun)Di atas meja dalam ruangan itu, stok kue pia buatan lokal diatur berjejer dengan label harga. Penganan itu dikemas dalam plastik maupun kemasan kardus berwarna dominan merah. Indra mengatakan, kue pia mulai distok pengurus Kelenteng menjelang perayaan festival kue bulan.

"Ritual amal utang pia bermakna permohonan pada Sang Pencipta, artinya dengan membeli pia diharapkan akan mendapat kehidupan yang lebih baik," jelas Indra.

Untuk tahun ini, Festival Kue Bulan berlangsung lebih meriah. Umat TITD dan Konghucu membuka tiga pusat jajanan di seputaran kelenteng. Lapak jualan beragam kuliner khas Tionghoa berjejer di lokasi tersebut. Pengunjung bisa mencicipi sate, rusuk bakar, bak mie, nasi samchan, aneka penganan, jus, serta tentu saja kue pia.

Dalam sejarahnya, keistimewaan kue bulan atau Tiong Chiu Pia dimulai pada 1206 M, saat Tiongkok dijajah Mongolia pimpinan Tieh Mu Chen selama 89 tahun. Bangsa Cina merasakan kemerdekaannya lagi berkat upaya kepala pengemis Zhu Yan Chang menjelang sembahyang Dewi Bulan.

Zhu mengedarkan pesan-pesan dalam kue-kue bulat itu agar pada malam purnama kekuasaan bisa direbut kembali dari tangan Mongolia. Ternyata upaya itu berhasil, bertepatan pada tanggal 9 September 1368 M. Saat itu juga berdiri kerajaan pertama di Tiongkok yang dikenal dengan sebutan Dinasti Ming pada 1368-1644 M.

"Semenjak itulah Tiong Chiu Pia melalui peradabannya hingga masa kini. Isi kukis Pia tak hanya kacang dan daging, tapi sudah dimodernisasi dengan coklat, keju atau durian," Indra memungkasi.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya