Tembok Usai Dicat Jadi Korban Vandalisme, Pura Pakualaman Murka

Pura Pakualaman mengancam akan membawa pelaku vandalisme di tembok istana ke ranah hukum jika tak menggubris peringatan mereka.

diperbarui 19 Des 2017, 17:30 WIB
Diterbitkan 19 Des 2017, 17:30 WIB
Vandalisme
Vandalisme atau aksi coret menyasar bangunan cagar budaya, termasuk tembok pagar Pura Pakualaman di Yogyakarta. (Foto: Yudho P/KRjogja.com)

Yogyakarta - Vandalisme kian memprihatinkan. Bahkan, aksi vandal ini sudah tidak pandang bulu lagi, karena sudah sering menyasar bangunan cagar budaya, termasuk tembok pagar Pura Pakualaman di Yogyakarta. Aksi coret ini membuat Pura Pakualaman gerah, apalagi tembok tersebut baru saja selesai dicat.

Pura Pakualaman pun mengancam kepada pelaku vandalisme untuk bertanggung jawab dengan menghapus coret-coret yang sudah dilakukan. Jika tidak, pelaku akan dibawa ke ranah hukum.

Untuk mengingatkan pelaku, ML Citro Panambang dari Kawedanan Hageng Kasentanan Pura Pakualaman, memotret coretan tersebut kemudian mengunggahnya di laman resmi Pura Pakualaman, Senin, 18 Desember 2017.

"Kalau dalam 3x24 jam sejak saya mengunggah di (situs) web, pelaku tidak menghapus dan meminta maaf kepada Pura Pakualaman, maka kami akan memproses secara hukum," ucap ML Citro Panambang di Pura Pakualaman, kepada KRjogja.com, Selasa (19/12/2017).

Menurut dia, kerabat Pura Pakualaman sudah mengetahui gang mana yang melakukan perbuatan itu. Bila pelaku tidak menghapus sampai batasan waktu tersebut, Pura Pakualaman akan melaporkannya ke pihak kepolisian.

Citro Panambang menegaskan, pelaku yang telah mengotori atau merusak cagar budaya akan terkena sanksi. Seperti termaktub dalam Pasal 105 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya: "Setiap orang yang dengan sengaja merusak cagar budaya sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 66 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun atau paling lama 15 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 500 juta atau paling banyak Rp 5 miliar."

Karena itu, menurut Citro, sebaiknya pelaku dengan kesadaran menghapus sendiri coretan yang dilakukannya di tembok timur Pura Pakualaman. Selanjutnya, pelaku meminta maaf kepada Pura Pakualaman paling lambat 3x24 jam dari saat Citro mengunggah foto vandalisme itu di situs web Pura Pakualaman.

Pura Pakualaman juga akan memberitahu pihak-pihak yang terkait dengan rehab tembok timur yang merupakan cagar budaya. Menurut dia, pengerjaan rehab baru selesai satu bulan yang lalu dan masih dalam pengawasan pihak kontraktor yang mengerjakannya.

Muncul pemikiran akan memasang CCTV di tembok tersebut sebagai upaya mencegah terulangnya vandalisme tersebut. Jalan di sebelah timur Pura Pakualaman memang relatif lebih sepi dibanding jalan di sebelah barat Pura Pakualaman.

Citro Panambang terkadang menjumpai ada beberapa anak muda bergerombol. Tapi, tidak tahu mereka dari mana dan sedang apa.

Baca berita menarik dari KRjogja.com lain di sini.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Pesan Sultan HB X

Vandalisme
Salah satu coretan atau bentuk vandalisme di kursi taman Malioboro, Kota Yogyakarta, yang tertangkap kamera KRjogja.com (Foto: Harminanto/KRjogja.com)

Beberapa waktu sebelumnya, vandalisme di kursi taman pedestrian Malioboro mendapatkan tanggapan dari Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang juga Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan HB X. Sultan meminta masyarakat untuk sadar menjaga kebersihan dan keindahan di kawasan yang juga ruang publik tersebut.

Sultan mengatakan, adanya vandalisme di kursi taman Malioboro merupakan sebuah bentuk kurangnya kesadaran masyarakat akan keindahan. Menurut Sultan, tindakan tersebut dilakukan secara sengaja dengan maksud dan tujuan merusak keindahan yang baru saja dibuat oleh pemerintah DIY.

"Masalahnya semua itu dasarnya kesadaran, kalau itu dicoret pasti dilakukan dengan sengaja dan pelakunya punya alasan sendiri, yakni membuat tidak indah," terang Sultan di Kompleks Kepatihan, Kamis, 19 Januari 2017, kepada KRjogja.com.

Sultan berharap semua warga masyarakat dan wisatawan yang berada di Malioboro untuk punya rasa memiliki dan mengedepankan pemikiran sehat agar tak melakukan tindakan yang merusak.

"Sebetulnya biarpun anak SMP atau SD kan pasti punya daya pikir juga, ya kalau tidak indah kan biar Sultannya juga tercoreng, gitu saja lah," imbuh orang nomor satu di DIY ini.

Sebelumnya diberitakan kursi taman di Malioboro mulai tampak dicoret dengan tulisan-tulisan nama menggunakan spidol hitam. Tulisan tersebut sangat merusak keindahan kursi yang dibeli Pemerintah Provinsi DIY dengan harga Rp 7 juta dan difungsikan untuk ruang publik ini.


Pemkab Sleman Sempat Kesulitan Tertibkan Vandalisme

Vandalisme
Ilustrasi vandalisme atau aksi coret di tembok bangunan ataupun dinding rumah. (Foto: Dok. KRjogja.com)

Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman, DIY, mengaku sempat kesulitan dalam menertibkan vandalisme atau aksi coret-coret. Pasalnya, banyak aksi coret-coret tersebut dilakukan di malam hari. Di sisi lain, Pemkab Sleman juga tidak ada aturan yang tegas mengatur tentang vandalisme tersebut.

Setidaknya itu yang diungkapkan Kepala Bidang (Kabid) Keamanan dan Ketertiban (Trantip) Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Sleman, Eko Suhargono, kepada KRjogja.com, Senin, 26 September 2016. Hingga saat itu, petugas belum pernah melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap pelaku vandalisme.

Sebenarnya, Satpol PP Sleman tidak henti-hentinya menggelar sosialisasi. Mereka terus mengimbau kepada siapa saja, baik itu anak-anak, remaja maupun orang tua untuk bersama-sama menjaga keindahan dan ketertiban Kabupaten Sleman. "Salah satunya dengan tidak melakukan vandalisme tersebut," katanya.

Saat disinggung apakah Sleman sudah memiliki aturan khusus baik peraturan bupati (perbup) maupun peraturan daerah (perda) mengenai hal tersebut, ternyata belum. Satpol PP bukannya tinggal diam. Sejak lima tahun lalu, Satpol PP Sleman telah menyerahkan kajian akademis mengenai hal ini. Namun, tidak ada kelanjutan dari instansi terkait.

Padahal, menurut Eko, perda tersebut dapat dijadikan alat bagi Satpol PP untuk melakukan tindakan lebih tegas. Karena vandalisme sudah merata. Di hampir semua lokasi di Kabupaten Sleman. "Rata-rata dilakukan oleh sekelompok orang yang sedang mencari jati diri," Eko Suhargono menegaskan.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya