Liputan6.com, Malang - Ita Diana, warga Temas, Kota Batu, Jawa Timur, kecewa usai operasi donor ginjal di RSUD Saiful Anwar Malang (RSSA). Pasalnya, ada kesepakatan nominal uang yang tak terpenuhi usai operasi tersebut. Di balik itu, muncul dugaan jual beli organ tubuh sampai malaprosedur.
Ita Diana ditawari donor ginjal untuk seorang pasien RSSA Malang bernama Erwin Susilo pada 25 Februari 2017 silam. Tawaran itu berasal dari seorang dokter di rumah sakit itu. Ada kesepakatan uang sebesar Rp 350 juta yang akan diterima Ita jika transplantasi ginjal sukses.
"Tapi sampai sekarang saya hanya menerima uang sebesar Rp 74 juta. Itu pun uang diberikan secara bertahap," kata Ita di Malang, Kamis, 21 Desember 2017.
Advertisement
Baca Juga
Ita mengaku sebenarnya tak ingin memberikan organ ginjalnya. Namun, ia terdesak tuntutan harus melunasi utang di koperasi sebesar Rp 350 juta. Janji bantuan melunasi utang, membuat Ita mau menyerahkan ginjalnya meski tanpa meminta persetujuan keluarganya.
Dia menceritakan keputusannya untuk donor ginjal muncul di tengah kebingungan harus melunasi utang. Saat itu, Oktober 2016, Ita mengunjungi temannya yang dirawat di RSSA Malang. Setelah temannya sembuh dan pulang, Ita memutuskan tetap tinggal di rumah sakit tersebut.
"Tak berani pulang karena kepikiran soal utang. Selama di rumah sakit, saya tidur di musala seperti keluarga pasien lainnya," ujar dia.
Selama di RSSA, Ita menceritakan persoalan ekonominya ke banyak perawat yang ditemuinya. Para perawat yang bersimpati pun membantu memberi dana sekadarnya. Ada pula perawat yang menyarankan Ita ke ruang hemodialisa dan menemui seorang dokter bernama Rifai.
"Kata perawat itu biar hidup saya berguna untuk kehidupan orang lain. Saya temui dokter itu sesuai saran perawat," ucap Ita.
Â
Simak video pilihan berikut ini:
Donor Ginjal atas Tawaran Dokter
Ita dipertemukan dengan pasien yang butuh donor ginjal bernama Erwin oleh dokter itu. Kepada Erwin dan istrinya, Ita berkeluh kesah tentang kebutuhannya melunasi tunggakan utang ratusan juta rupiah. Terjalin kesepakatan pihak pasien akan membantu melunasi utang itu.
"Setelah ada janji melunasi utang itu, saya kemudian dicek kesehatan oleh dokter dan dinyatakan cocok dengan kondisi pasien," ujar Ita.
Lima kali ia menjalani cek kesehatan di rumah sakit tersebut. Sebelum operasi transplantasi ginjal, Ita diinapkan di sebuah penginapan selama seminggu dan diberi uang saku Rp 75 ribu per hari. Tidak ada perjanjian hitam di atas putih soal janji bantuan melunasi utang itu.
Transplantasi ginjal pun berlangsung pada 25 Februari 2017. Menurut Ita, tak ada surat persetujuan keluarga yang ditandatanganinya untuk donor tersebut. Sebelum operasi, dokter membacakan surat yang berisi bila terjadi suatu hal maka itu di luar kewengan rumah sakit.
"Saya hanya sekali tandatangan di surat yang dibacakan dokter itu. Salinannya juga tidak saya pegang," kata dia.
Usai operasi itu, Ita mengaku diberi obat dan vitamin dari rumah sakit. Sedangkan, pihak pasien memberinya duit sebesar Rp 70 juta. Sisa uang dijanjikan akan diberikan secara bertahap. Namun, Ita harus mendatangi rumah penerima donor ginjal itu untuk menagih janji.
Selama beberapa kali menagih, Ita diberi duit sebesar Rp 2,5 juta dan Rp 1 juta. Seorang dokter lainnya yang terlibat operasi transplantasi ginjal juga membukakan rekening untuk anak Ita. Duit sebesar Rp 500 ribu ditransfer ke rekening untuk kebutuhan pendidikan.
"Hanya sekali transfer, setelah itu tak ada lagi. Saya malah dimaki–maki Pak Erwin saat menagih ke rumahnya. Sedangkan dokter itu meminta saya mengikhlaskan donor itu," Ita menambahkan.
Advertisement
Dugaan Jual Beli Organ Tubuh
Ita yang kebingungan lantaran janji melunasi utang sebesar Rp 350 juta pun meminta bantuan hukum. Konsultan hukum Yassiro Ardhana Rahman yang mendampingi Ita Diana mengatakan, ada dugaan transplantasi ginjal dilakukan secara ilegal dan merugikan pendonor.
"Ada janji memberikan uang untuk donor ginjal itu, serta tak ada surat persetujuan keluarga pihak pendonor," kata Yassiro.
Menurut dia, ada indikasi pelanggaran pasal 64 UU nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Bahwa, organ tubuh dilarang diperjualbelikan dan hanya diizinkan untuk tujuan kemanusian. Pihak RS Saiful Anwar Malang harus bertanggungjawab atas dugaan operasi ilegal tersebut.
"Ada bukti percakapan whatsapp antara Ita dengan dokter, serta bukti bekas sayatan operasi. Ini bisa dibawa ke ranah hukum," tutur Yassiro.
Perwakilan RS Saiful Anwar, Ajeng Galuh enggan berkomentar saat dikonfirmasi perihal transplantasi ginjal tersebut. Pihak rumah sakit menjanjikan memberikan keterangan resmi dalam waktu dekat.
"Hari ini kami sedang ada rapat. Nanti aka nada keterangan resmi dari kami," ujar Ajeng.
Erwin Susilo, penerima donor ginjal itu sendiri tak mau berkomentar saat ditemui di tempat kerjanya. Ia menyerahkan persoalan itu kepada pihak rumah sakit. "Silakan langsung ke rumah sakit saja," kata Erwin.
Â