Klaten - Punggung Nenek Sugiyem membungkuk ketika berjalan di tanggul nonpermanen Dukuh Nglinggang, Desa Borangan, Kecamatan Manisrenggo, Klaten. Tangannya membawa bungkusan berisi nasi dan sayur terancam pemberian orang.
Di tepi tanggul, Sugiyem duduk di antara bebatuan membuka kembali bungkusan nasi. Seekor anjing berwarna cokelat menghampiri bungkusan tersebut.
"Jenenge Itut [namanya Itut]," kata perempuan 75 tahun itu mengenalkan nama anjing kesayangannya kepada Solopos.com pada akhir pekan lalu.
Advertisement
Itut hanya sekali makan nasi dan kembali bermain pasir di antara bebatuan. "Wis wareg (Sudah kenyang)?" kata Sugiyem kepada anjingnya sembari membungkus kembali nasi dan sayur terancam yang tersisa.
Anjing dan nenek itu begitu akrab. Keduanya seakan tak bisa terpisah jauh. Sesekali Itut menghampiri Sugiyem setelah berlarian di tanggul. Nenek itu sudah menganggap Itut sebagai anaknya sendiri.
Baca Juga
Berbagi makanan dengan anjing menjadi kebiasaan Sugiyem. Tak hanya anjing, ia berbagi makanan dengan ayam-ayam yang dipeliharanya. "Aku urip dewe (Saya hidup sendiri)," kata Sugiyem yang siang itu mengenakan kebaya berwarna biru serta jarit.
Suara Sugiyem masih lantang meski seluruh kulitnya keriput dan jalannya membungkuk. Pendengarannya juga masih bagus. Ia hidup mengandalkan pemberian orang lain.
"Penting isa nempur secangkir penting ora maling (Yang penting bisa membeli beras secangkir yang penting tidak mencuri)," tutur dia.
Nenek Sugiyem tinggal di tepi Kali Woro yang berhulu di puncak Gunung Merapi. Rumahnya berukuran sekitar 5 meter x 2,5 meter, berdinding batako, berlantai tanah, dan berdiri di tanah kas desa yang dikelilingi persawahan. Stiker tanda sudah terdaftar sebagai pemilih pada Pilgub 2018 tertempel di dinding rumahnya.
Baca berita menarik lainnya dari Solopos.com di sini.
Rela Berbagi dengan Hewan Peliharaannya
Sugiyem memilih tak tidur di dalam rumah tersebut. Ia tidur di samping rumahnya yang berupa bangunan berdinding batako tanpa pintu beralaskan karung goni dan beratapkan genting.
Rumah utamanya digunakan untuk tidur belasan ayam saat malam. Rumah tersebut diterangi satu lampu yang dihubungkan sumber listrik dari penerangan jalan umum (PJU). Namun, sepekan terakhir lampu itu mati.
Rumah Sugiyem dibangun kerabatnya sekitar 15 tahun silam. Awalnya, tempat tinggal Sugiyem berdinding gedek atau anyaman bambu dan beratapkan daun kering.
"Daripada sering memperbaiki lebih baik dibuatkan permanen," kata salah satu kerabat Sugiyem, Tukiman, 55.
Sugiyem tak memiliki suami. Adiknya sudah meninggal dunia bertahun-tahun lalu. Namun, ia masih memiliki sejumlah kerabat termasuk Tukiman yang tinggal di Dukuh Kedusan.
Hidup mandiri bertemankan anjing dan ayam menjadi pilihan Sugiyem. Beragam ajakan sudah dilakukan Tukiman agar Sugiyem mau tinggal di rumahnya. Namun, nenek itu berkeras ingin tinggal sendiri.
"Tiga hari ini sudah tidur di tempat saya karena lampu mati. Tidurnya ya di emperan rumah. Tidak mau masuk," kata Tukiman.
Sugiyem dikenal sebagai penyayang binatang terutama anjing dan ayam-ayam yang saban hari menemaninya. Lantaran hal itu, Sugiyem rela tidur berselimut hawa dingin. Jumlah ayamnya pernah mencapai 40 ekor.
Namun, jumlahnya menyusut menjadi 15 ekor lantaran dimakan garangan serta dicuri orang. "Ia tidak mau menjual ayam-ayamnya untuk sekadar membeli kebutuhan makan saking sayangnya terhadap hewan," jelas Tukiman.
Selama ini, Sugiyem mengandalkan kebutuhan makan dari pemberian orang. Ada yang memberi makanan, sembako, serta uang.
Soal kebutuhan bantuan untuk Sugiyem, Tukiman menjelaskan perombakan rumah diperlukan agar tempat tinggal nenek itu lebih layak. "Kondisi atapnya sudah banyak yang bocor," Tukiman menandaskan.
Simak video pilihan berikut ini:
Advertisement