Liputan6.com, Gorontalo - Nyala api dari sebuah tungku baru saja dimatikan. Di atasnya terdapat sebuah wajan berisi air rebusan beberapa jenis daun. Uap dari air rebusan itu mengeluarkan aroma harum yang khas.
Sartin Ali, warga Desa Huntu Selatan, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, siang itu sedang sibuk didapurnya meracik ramuan Langgilo. Dengan terampil, ia kemudian menyiramkan air rebusan tadi ke setumpuk perlengkapan salat yang sejak tadi mengantre untuk dicuci.
"Ini tradisi tiap menjelang Ramadan, mencuci perlengkapan salat dengan mengunakan wewangian yang berasal dari bahan tradisional atau Langgilo," kata Sartin membuka percakapan dengan Liputan6.com, Kamis, 17 Mei 2018.
Advertisement
Baca Juga
Untuk menghasilkan aroma harum, diperlukan bahan seperti daun jeruk, kelapa parut, daun pandan, kulit jeruk, nilam, daun Ulu Ulu, dan daun kunyit. Semua bahan itu direbus hingga mengeluarkan aroma harum yang khas.
Air rebusan itulah yang dipakai untuk mencuci alat salat seperti sarung, sajadah, dan mukena. "Wanginya tidak kalah dengan pengharum modern," ujarnya seraya tertawa.
Selain Langgilo, Sartin juga membuat ramuan Bongo Yiladu untuk persiapan menjelang Ramadan. Bahannya sama persis dengan ramuan Langgilo. Bedanya, ramuan Bongo Yiladu tidak direbus melainkan diasapi di atas bara api. Selama proses pengasapan itu, ramuan harus ditutup hingga berwarna kecoklatan.
"Kalau Bongo Yiladu, dipakai untuk keperluan keramas seperti sampo. Rambut juga menjadi harum," ucap Sartin.
Â
Â
Tanda Suka Cita
Ia menuturkan kedua ramuan pengharum itu adalah warisan turun temurun leluhur di Gorontalo. Saat kecil, Sartin mengaku selalu diingatkan oleh orang tua untuk menjalankan tradisi itu dan kini, ia mengajarkan hal yang sama kepada anaknya.
Ia mengatakan tradisi itu menjadi tanda suka cita warga untuk menyambut Ramadan. Seiring berjalannya waktu, Sartin mengakui tradisi itu sudah banyak dilupakan generasi muda.
Deretan produk pengharum yang lebih modern menjadi salah satu penyebabnya. Karena itu, ia mengaku senang bisa mempertahankan tradisi itu dilingkungan keluarga. Setiap tahun bahkan ia membuat ramuan pengharum lebih banyak agar bisa dibagikan ke para tetangga yang tidak sempat membuatnya.
"Anak-anak masa kini sudah tidak bikin lagi. Kecuali ada yang angkatan (seusia) seperti saya di rumah itu," ia menambahkan.
Hal senada juga diutarakan oleh Nur Tosapati Bone, Warga Kota Gorontalo. Memasuki bulan ramadan ia menyempatkan diri untuk membeli ramuan Bongo Yiladu di pasar tradisional. Ia mengenang masa kecil dulu saat sering mencuci rambut dengan mengunakan Bongo Yiladu.
Ia berharap tradisi itu bisa diteruskan oleh para generasi muda. "Angkat lagi tradisi ini untuk anak kita, agar mereka tidak lupa," ujarnya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement