Liputan6.com, Yogyakarta - Raja Ngayogyakarta Hadiningrat Sultan HB X keluar dari gerbang kepatihan, pintu utama kompleks kantor gubernur DIY, selepas Isya. Berjaket kulit warna hitam, laki-laki itu membelah kerumunan warga yang sudah sejak sore menunggunya di sepanjang Malioboro. Dia menyapa dan menyalami sebagian dari mereka, lalu duduk lesehan di atas karpet merah yang sudah disediakan di selasar gerbang.
Sultan tidak sendirian, dia ditemani permaisuri GKR Hemas, Wakil Gubernur DIY Paku Alam X, Mahfud MD, dan Ganjar Pranowo. Malam ini, Selasa Wage, 7 Agustus 2018, memang tidak biasa. Bisa juga ini jadi momentum bersejarah untuk pertama kalinya di sepanjang sejarah Kerajaan Mataram.
Raja turun ke jalan, duduk lesehan, bersama dengan ribuan rakyatnya. Tidak hanya menikmati hiburan di panggung utama. Sultan HB X juga makan bersama dengan rakyat dan pejabatnya.
Advertisement
Baca Juga
Makan bersama atau dhahar kembul merupakan kebiasaan masyarakat Jawa. Kali ini menunya berupa 357 nasi tumpeng yang merupakan sumbangan berbagai lapisan masyarakat di Yogyakarta. Sepanjang Malioboro disulap menjadi lesehan tempat makan bersama.
Sultan HB X juga melepas atribut birokrat maupun kerajaannya. Dia memilih mengenakan seragam yang disediakan oleh panitia acara berupa kaus polo berwarna putih dengan aksen merah.
 "Dhahar kembul itu karakteristik masyarakat Yogyakarta, jadi momentum pemimpin berada bersama masyarakat dan di tengah masyarakat untuk berbicara tanpa hambatan, tanpa membedakan asal usul agama dan sebagainya," ujar Sultan HB X yang maju ke panggung utama untuk berbicara langsung dengan rakyatnya.
Ia juga menegaskan peristiwa malam ini menjadi bukti Yogyakarta selalu menjadi bagian dari NKRI dari awal sampai akhir dan tunduk kepada Undang-Undang serta aturan yang berlaku di negara.
Sultan HB X meminta warga masyarakat harus paham ideologi Pancasila dan kebangsaan sehingga tidak sedikit pun berpikir untuk mengkhianatinya.
Â
Simak video pilihan berikut ini:
Â
Pesan untuk Pejabat Pemerintahan
Selain mengungkapkan pesan untuk rakyatnya, Sultan HB X juga berbicara kepada para pejabat pemerintahan yang hadir. Pejabat hadir dan ikut serta dalam acara makan bersama untuk menunjukkan posisi mereka yang kumawulo.
"Kumawulo artinya menjadi bagian dan mengabdi untuk masyarakat," tuturnya.
Sultan HB X berpendapat supaya masyarakat Yogyakarta merasa aman dan nyaman, kumawulo harus memahami kewajiban masing-masing. Ia mencontohkan pemimpin kabupaten dan kota harus bisa mengibarkan 'bendera' lain, tidak melulu mengakomodasi partai politik yang mengusungnya.
"Bendera lain harus didengar aspirasinya karena juga menjadi bagian dari Yogyakarta," ucapnya. Sehingga, tidak ada warga masyarakat yang merasa ditinggalkan oleh kelompok aku dan kamu.
Sultan HB X juga mengaku malu apabila ada kekerasan antarkampung atau tetangga terjadi di Yogyakarta. Ia berharap Yogyakarta tidak dinodai hal-hal semacam itu. Sebab, kekuatan Yogyakarta adalah kebersamaan dalam bencana dan kebahagiaan.
Â
Advertisement
Memperingati Bulan Pancasila
Bukan tanpa alasan dhahar kembul digelar. Kegiatan yang baru pertama kali diadakan ini sebagai bagian dari rangkaian kegiatan Bulan Pancasila di Yogyakarta.
"Gotong-royong menjadi esensi Pancasila tampak dari penyediaan tumpeng yang jauh melebihi target, sumbangan tumpeng semula diperkirakan 170 buah dan pada saat acara menjadi 357 buah," ujar Widihasto Wasana Putra, Koordinator Kegiatan Dhahar Kembul.
Tumpeng juga mencerminkan filosofi luhur budaya Jawa Sangkan Paran ing Dumadi dan Manunggaling Kawula lan Gusti. Bentuknya yang mengerucut ke atas mengandung ajaran manusia yang kembali ke Tuhan, sehingga dalam kehidupan manusia harus mencerminkan nilai Ketuhanan.
"Dan nilai ini juga terkandung di Pancasila," tuturnya.
Keberadaan aneka macam tumpeng hasil sumbangan dari masyarakat juga menunjukkan kebinekaan dalam masyarakat.
Masyarakat menikmati tumpeng dan makan bersama di 17 titik sepanjang Malioboro. Mereka makan dari tampah yang sama di setiap titiknya.
Sebagai bentuk solidaritas kepada korban gempa Lombok, kegiatan ini juga mengedarkan kotak donasi. Sampai acara berakhir terkumpul Rp 11,7 juta yang akan disalurkan lewat Pemerintah Daerah NTB.
Rangkaian kegiatan bulan Pancasila di Yogyakarta sudah dimulai sejak AWAL Juni dan berakhir pada akhir Agustus 2018. Keterangan lomba dan kegiatan bisa dilihat di media sosial Instagram @kitapancasila_ atau di situs www.kitapancasila.com.