Momen Mengharukan Saat Puluhan Korban Gempa Palu Tiba di Garut

Puluhan korban gempa dan tsunami Palu-Donggala asal Garut, Jawa Barat, akhirnya bisa bernapas lega setelah melewati perjalanan melelahkan untuk sampai di kampung halaman.

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 04 Okt 2018, 13:03 WIB
Diterbitkan 04 Okt 2018, 13:03 WIB
Kapolres Garut AKBP Budi Satria Wiguna menyapa para korban gempa Donggala-Palu
Kapolres Garut AKBP Budi Satria Wiguna menyapa para korban gempa Donggala-Palu (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Garut Isak tangis keluarga korban gempa tsunami Donggala-Palu, Sulawesi Tengah, langsung pecah saat puluhan korban musibah memasuki halaman Mapolres Garut, Jawa Barat, malam ini.

Mereka langsung berpelukan tanda sayang antar keluarga dan bersyukur atas keselamatan mereka yang telah terbebas dari amukan gempa dan tsunami berkekuatan magnitudo 7,4 itu.

"Ada sekitar 22 korban yang kami jemput," ujar Kapolres Garut AKBP Budi Satria Wiguna, selepas penyerahan korban kepada pihak keluarga, di kantornya, Rabu (3/10/2018) malam.

Menurut Budi, upaya penjemputan yang dilakukan lembaganya merupakan upaya cepat membantu para korban bencana asal kota intan, Garut, agar terbebas dari situasi mengkhawatirkan saat ini. "Ada 10 anak kecil dan 12 orang dewasa yang dijemput saat ini," kata dia.

Akibat banyaknya jumlah korban, Budi menyatakan angka pemulangan mereka terpaksa dilakukan secara bertahap. "Yang jelas data terbaru ada 11 orang yang mau terbang dari Makassar," ujarnya.

Budi menyatakan rata-rata para korban gempa yang berhasil dijemput berprofesi sebagai pedagang plavon rumah, kuli bangunan, hingga kerja lainnya. "Kebetulan mereka rata-rata tinggal di pesisir pantai, sehingga saat tsunami terimbas," ungkap dia.

 

Kisah Pilu Korban Gempa

Para korban gempa Donggala-Palu tengah beristirahat di Mapolres Garut
Para korban gempa Donggala-Palu tengah beristirahat di Mapolres Garut (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Wita Susilawati (26), salah satu korban gempa asal Desa Sukalilah, mengaku kejadian gempa yang diikuti tsunami itu berlangsung cepat bak kilat. Ia yang tengah menonton televisi bersama keempat anak kecilnya dikejutkan dengan goncangan besar gempa.

"Kebetulan suami saya lagi keluar rumah lagi ke ATM, jadi tidak sempat ketemu," ujar dia sambil berlinang air mata.

Di tengah kerumunan cahaya kamera wartawan televisi yang menyinari, raut wajahnya yang letih tetap tidak bisa menutupi perasaan sedih yang tengah menderanya.

Sesekali wanita muda berusia 26 tahun ini menyeka kedua matanya yang terlihat sembab paska menangis menahan rasa pilu. "Saya masih inget bagaimana anak-anak lagi bermain langsung pada jatuh saat gempa itu," ujar dia mengenang amukan dahsyat gempa.

Tidak hanya itu, istri dari Jainuddin, pengusaha plavon yang telah tiga tahun tinggal di Palu itu mengaku, akibat gempa itu, ia bersama suaminya mesti rela berpindah tempat pengungsian hingga tujuh kali. "Mau bagaimana lagi, rumah saya roboh," kata dia.

Hal yang sama dirasakan Deni (22), pegawai buruh pemasangan plavon itu mengaku, sesaat setelah kejadian gempa berlangsung, air laut yang berada dekat di belakang rumahnya tampak mulai naik menghampiri peemukiman penduduk.

"Saya terkejut air sudah naik, akhirnya lari sekencang mungkin menyelamatkan diri bersama anak majikan asal Makassar," ujar dia.

Entah di mana ia bersandar, seluruh ingatannya langsung sirna melihat besarnya air yang datang, mulai mengepung permukiman penduduk sekitar. "Saya kira bakal mati di sana, beruntung masih ada atap rumah yang masih bisa saya naiki bersama anak majikan," ujar dia.

Puluhan rumah yang berada di kawasan tempatnya tinggal roboh tersapu air. Namun di tengah keadaan yang sudah gelap gulita, keberuntungan untuk hidup masih menghampiri. "Allahu akbar, saya terus saja takbir," kata dia.

Namun, akibat kondisi yang tak kunjung membaik, Wita bersama Deni akhirnya mengungsi ke lokasi yang lebih aman. Kedua warga Garut itu akhirnya migrasi ke area Bandara SIS Aljufrie, dengan harapan bisa ikut terbang untuk pulang ke kampung halamannya di Garut.

"Pokonya mobil, seluruh harta saya tinggalin di sana, hanya membawa baju yang saya gunakan ini saja," kata Wita menambahkan.

Bersama korban lainnya, ia ikut merasakan bagaimana sulitnya bertahan hidup setelah gempa berlangsung.

"Enggak ada bantuan, uang habis semua, kita makan telur, mi, dan air minum seadanya," ujar dia mengenang pengalaman pahit yang baru saja menderanya.

Beruntung, setelah tiga hari menunggu, akhirnya pesawat Hercules yang disediakan pemerintah membawanya terbang ke tanah Jawa. "Suami saya masih di sana, mungkin nanti menyusul pulang juga," kata dia.

 

Bangun Posko Pengaduan

Kapolres Garut AKBP Budi Satria Wiguna
Kapolres Garut AKBP Budi Satria Wiguna (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Untuk memberikan informasi tambahan bagi keluarga korban gempa, terhitung mulai esok hari, lembaganya telah berkoordinasi dengan TNI dan Pemda Garut, untuk mendirikan pos penanggulangan bencana Donggala-Palu bagi warga Garut.

"Ini penting terutama bagi mereka yang selamat, ihwal hubungannya dengan kedatangan pesawat, keberangkatan pesawat dari sana dan lainnya," kata dia.

Selain itu, dibentuknya posko pengaduan, bisa memberikan informasi penting lainnya bagi para keluarga terhadap nasib korban di lokasi gempa. "Pokoknya kita proaktif sampai dinyatakan clear semua," ujar dia.

Bukan hanya itu, untuk memberikan rasa aman terhadap para korban, lembaganya meminta agar Pemda Garut menyiagakan aparatnya di Halim Perdanakusuma untuk penjemputan susulan.

"Minimal kalau ada yang datang jangan luntang-lantung, kasian kan?" ujar Budi mengingatkan pentingnya kesiagaan aparat di sana.

Saat ditanya mengenai adanya korban gempa asal Garut yang meninggal dunia, Budi menyatakan hal itu perlu dilakukan penyesuaian data. "Soal yang meninggal belum pasti, sebab yang selamat saja belum bisa memberikan keterangan selama ini," ujar dia.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya