Banjir dan Longsor Terjang Jateng Selatan, Kapan Cuaca Ekstrem Berakhir?

Cuaca ekstrem di Jawa Tengah bagian selatan ini diperkirakan masih berpotensi berlangsung hingga hingga akhir dasarian pertama November 2018

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 08 Nov 2018, 09:02 WIB
Diterbitkan 08 Nov 2018, 09:02 WIB
Awan tebal menjelang hujan lebat disertai angin kencang atau cuaca ekstrem. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Awan tebal menjelang hujan lebat disertai angin kencang atau cuaca ekstrem. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Cilacap - Bencana banjir, longsor dan terjangan angin kencang yang dipicu cuaca ekstrem melanda sejumlah wilayah Jawa Tengah selatan pada awal November 2018 ini.

Kecamatan Sumbang misalnya, dilanda angin kencang yang menyebabkan puluhan rumah terdampak. Pun di Cilacap, longsor nyaris menimbun satu keluarga di Desa Sumpinghayu Kecamatan Dayeuhluhur.

Terakhir, banjir dan longsor terjadi bersamaan di Desa Karangreja, Kecamatan Maos Baregbek, Kecamatan Jeruklegi dan perimeter Bandara Bandara Tunggul Wulung, Cilacap lumpuh. Angin kencang dan hujan ekstrem melumpuhkan penerbangan di bandara ini.

Selama dua hari, Selasa dan Rabu (6-7/11/2018), hujan lebat hingga hujan ekstrem terjadi di beberapa wilayah. Di Pos Tunggul Wulung, misalnya, tercatat curah hujan 74 milimeter, Stasiun Meteorologi Cilacap 87 milimeter dan di Binangun 152 milimeter.

Di hari sebelumnya, Senin, 6 November 2018, hujan lebat dan ekstrem bahkan melanda hampir seluruh pesisir selatan Cilacap dan meluas hingga sisi barat dan utara. Di Stasiun Meteorologi Cilacap curah hujan tercatat 63 milimeter, Pos Tunggul Wulung 179 milimeter, Binangun 189 milimeter.

Kemudian, Patimuan 115 milimeter, Kampung Laut 176 milimeter, Cimanggu 54 milimeter, Nusawungu 184 milimeter, dan Adipala 179 milimeter.

Curah hujan di atas 50 milimeter per hari dapat disebut dengan hujan lebat. Adapun hujan di atas 100 milimeter per hari, disebut sebagai hujan ekstrem atau sangat lebat.

Cuaca ekstrem di Jawa Tengah bagian selatan ini diperkirakan masih berpotensi berlangsung hingga hingga akhir dasarian pertama November 2018. Awal November ini adalah awal penghujan atau masa peralihan musim dari kemarau ke penghujan.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Waspada Angin Baratan dan Puncak Musim Hujan

Banjir, longsor dan terjangan angin kencang melanda sejumlah di Jateng Selatan, seperti Cilacap dan Banyumas, Selasa (6/11/2018). (Foto: Liputan6.com/BPBD CLP/Muhamad Ridlo)
Banjir, longsor dan terjangan angin kencang melanda sejumlah di Jateng Selatan, seperti Cilacap dan Banyumas, Selasa (6/11/2018). (Foto: Liputan6.com/BPBD CLP/Muhamad Ridlo)

Prakirawan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pos Pengamatan Cilacap, Rendy Krisnawan menerangkan pada awal musim penghujan, pengaruh angin Baratan menguat. Angin yang bertiup dari Benua Asia ke Australia itu cenderung basah atau mengandung awan hujan yang cukup tebal.

Kondisi ini, akan berpengaruh terhadap potensi munculnya cuaca ekstrem berupa hujan lebat hingga ekstrem. Seringkali, hujan disertai angin kencang dan petir, seperti yang terjadi pada 6 dan 7 November 2018 kemarin.

“Kondisi cuaca ekstrem ini sangat berbahaya bagi masyarakat. Perlu diwaspadai apabila adanya cuaca ekstrem ini mengakibatkan hujan lebat disertai petir dan angin kencang,” ucapnya, Rabu, 7 November 2018.

Rendy memperkirakan kondisi ini masih berpotensi terjadi hingga 9 November 2018 mendatang. Karenanya, ia mengimbau agar warga mewaspadai risiko bencana yang dipicu cuaca ekstrem ini.

“Bisa mengakibatkan banjir bandang di beberapa daerah, lalu kemudian tanah longsor terutama di dataran tinggi, dan berpotensi puting beliung,” ujarnya.

Yang membuat lega, cuaca ekstrem pada 6 dan 7 November 2018 ini relatif tak memicu bencana banjir dan longsor di Cilacap dibanding cuaca ekstrem 2017 lalu. Pada 2017 lalu, banjir dan longsor nyaris terjadi menyeluruh.

Menurut Rendy, hal ini lebih banyak dipengaruhi oleh kondisi tanah yang masih cenderung kering lantaran pada Oktober 2018 hanya terjadi hujan ringan. Dengan begitu, saat terjadi hujan ekstrem, kondisi tanah pun tak jenuh.

“Skalanya tidak seluas banjir pada awal musim penghujan 2017,” ucap Rendy.

Meski begitu, Rendy memperingatkan kondisi ini kemungkinan akan berbeda jika tanah sudah jenuh. Dampaknya berpotensi lebih besar.

Dia memperkirakan kondisi hujan sangat lebat atau cuaca ekstrem bakal kembali terulang pada puncak musim penghujan. Pasalnya, saat itu, kondisi tanah sudah jenuh dan bisa memicu banjir atau longsor dengan dampak lebih besar atau skala lebih luas.

Karenanya, ia mengimbau agar warga di daerah rawan longsor dan banjir selalu waspada. Puncak musim hujan Jawa Tengah Selatan diperkirakan tiba pada Desember 2018 dan Januari 2019.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya